Tantangan Pancasila bukan hanya dari luar saja namun banyak tantangan ataupun ancaman terhadap Pancasila dari dalam negeri itu sendiri semisal polarisasi. Polarisasi adalah perubahan ataupun rasa ingin menang sendiri terhadap pemikirannya ataupun pendapat yang diutarakan oleh pribadi/ kubu masing-masing  Indonesia menjadi negara yang miris pola pikir dan attitude.
Polarisasi di Indonesia sangatlah banyak apalagi yang berhubungan dengan politik, politik di Indonesia sangat lah miris baik miris akhlak norma dan lain sebagainya. Indonesia harus berbenah jika cita cita kedepannya adalah Indonesia emas. Polarisasi juga sangat mempengaruhi cara berfikir rakyat Indonesia.Â
Salah satu contoh nyata polarisasi sosial yang terjadi di Indonesia adalah selama pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebagai contoh, pemilu 2019 di Indonesia memperlihatkan adanya perpecahan yang cukup tajam di kalangan masyarakat. Pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berbeda sering kali saling berhadapan, baik dalam ruang publik maupun media sosial. Misalnya, para pendukung Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto, yang berlomba dalam pemilu tersebut, kerap terlibat dalam debat sengit, bahkan hingga menciptakan hujatan antar kelompok. Banyak sekali orang yang menjadi kubu dan melanggar sila ketiga "Persatuan Indonesia". Ntah berkubu melalui media sosial ataupun yang lainnya.
Polarisasi ini tidak hanya terjadi di kalangan pendukung kedua calon presiden, tetapi juga merembet ke isu-isu sosial lainnya, seperti agama dan etnis. Banyak pihak yang menggunakan identitas politik mereka untuk menyerang kelompok yang berbeda pandangan. Dalam beberapa kasus, perbedaan politik ini berujung pada kecemasan sosial, ketegangan, bahkan kekerasan fisik antara pendukung yang saling bertentangan.Banyaknya agama dan suku di Indonesia membuat hal ini rentang terjadi. Para kubu tersebut berpikiran bahwa agama atau sukunya lah yang paling benar, dan harus diikuti semua orang disekitarnya.Â
Polarisasi yang semakin dalam ini memiliki dampak negatif terhadap kehidupan sosial, terutama dalam hal persatuan dan toleransi. Sikap saling menghina, mencemooh, bahkan mengucilkan orang yang memiliki pandangan politik berbeda semakin marak. Polarisasi yang tajam menyebabkan masyarakat semakin terpecah, mengabaikan semangat gotong royong, yang merupakan salah satu nilai dasar dalam Pancasila. Toleransi antar individu dan kelompok, yang menjadi landasan kehidupan bermasyarakat di Indonesia, mulai tergerus oleh perbedaan yang tidak dapat diterima.
Hal ini juga tercermin dalam sikap intoleransi terhadap kelompok yang memiliki agama atau etnis berbeda, yang kadang dipicu oleh politik identitas. Contohnya, selama pemilu atau pilkada, ada kelompok-kelompok yang memanfaatkan isu agama untuk memperburuk hubungan antar kelompok. Sering kali, isu agama digunakan untuk menghasut masyarakat agar menilai pihak lain sebagai musuh, yang justru memperburuk persatuan.
Media sosial memainkan peran penting dalam memperburuk polarisasi sosial. Di platform seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, perbedaan pendapat politik semakin terlihat jelas. Algoritma media sosial cenderung memperkuat gelembung filter, yaitu menciptakan ruang di mana pengguna hanya melihat konten yang sesuai dengan pandangan mereka, tanpa terbuka untuk perspektif yang berbeda. Hal ini mengarah pada penguatan sikap "kami vs mereka," di mana diskusi dan dialog konstruktif sering kali digantikan dengan penghinaan atau pelecehan terhadap pihak yang berbeda. Netizen Indonesia menjadi netizen yang paling senonoh.Â
Contoh yang paling mencolok adalah selama pemilu 2019, di mana banyak hoaks dan berita palsu yang beredar di media sosial, seringkali dengan tujuan untuk mendiskreditkan lawan politik. Hal ini semakin memperburuk situasi dan memperdalam jurang perbedaan di masyarakat. Alih-alih membangun dialog dan pemahaman, media sosial justru memperburuk polarisasi yang ada. Apalagi sekarang marak orang yang suka mengompor-ngompori tanpa ada fakta yang jelas Mereka langsung membuat berita hoaks, lalu mereka menyebar luaskan berita tersebut. warga negara Indonesia sangatlah rentang mempercayai hal yang dibacanya atau yang dilihatnya tanpa melihat mencari atau dengan bukti/ fakta yang jelas. Mereka hanya memakan berita hoaks setiap harinya.Â
Selain pemilu 2019, Baru -baru ini terjadi lagi pada tahun 2024 yakni pada saat pemilihan calon presiden dan wakil presiden baru di Indonesia. Banyak sekali perpecahan yang terjadi seperti hal nya aksi demo yang dilakukan oleh paslon 1 karena tidak terima calon yang di dukung kalah dalam pemilihan, selain pada dunia nyata terjadi juga pada dunia internet baik di tiktok, Instagram, WhatsApp dan lain. Sindir menyindir adalah hal yang lumrah bagi rakyat Indonesia ntah miris akhlak atau pola pemikiran yang masih kurang mewadai. dan Mirisnya lagi negara ini semakin berkurang rasa persatuan dan kesatuan nya dan menganggap remeh tentang isi dari Pancasila.
Pancasila, sebagai dasar negara, menekankan nilai-nilai penting yang dapat mengatasi tantangan polarisasi sosial ini. Nilai-nilai seperti "Ketuhanan Yang Maha Esa" mengajarkan kita untuk menghormati perbedaan agama, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" mengajak kita untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan "Persatuan Indonesia"mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kesatuan meskipun ada perbedaan.
Sebagai contoh, meskipun dalam pemilu atau pilkada kita memiliki calon yang berbeda, seharusnya kita tetap mengedepankan persatuan, bukan malah terjebak dalam perpecahan. Pancasila juga mengajarkan nilai Musyawarah untuk Mufakat, yang artinya kita harus mampu menyelesaikan perbedaan dengan cara berdialog dan mencari titik temu, bukan dengan kekerasan atau permusuhan. bukannya malah demo kesana kemari tidak ada kejelasan dan merusak fasilitas negara, kita harus bisa merubah pola pikir agar tidak merasa benar sendiri, keadilan memang harus ditegakkan tapi kita harus memiliki pola pemikiran yang relevan agar Indonesia bisa mencapai persatuan dan kesatuan.
Polarisasi sosial di Indonesia bukanlah masalah yang bisa dianggap remeh, terutama ketika berkaitan dengan keberagaman dan persatuan bangsa. Agar Pancasila tetap relevan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, perlu ada upaya untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan, serta meningkatkan pemahaman tentang pentingnya toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam era digital yang serba cepat ini, pendidikan tentang Pancasila, dialog antar kelompok, dan pemahaman nilai-nilai kebangsaan sangat penting agar polarisasi sosial tidak terus mengancam keharmonisan bangsa.Â
Dengan mengamalkan Pancasila, kita bisa mengurangi polarisasi sosial dan menjaga Indonesia tetap bersatu dalam keberagaman. Kita harus menjalankan semua yang ditetapkan di negara ini karena negara ini adalah satu kesatuan dan tidak akan terpecah belahkan oleh apapun itu, kita harus sadar akan pentingnya pancasila di kehidupan sehari-hari.
Kita bukan hanya mengamalkan Pancasila tapi harus menerapkan juga mengajak orang sekitar kita agar mengamalkannya juga karena pancasila adalah pandangan hidup bagi bangsa Indonesia, banyaknya suku ras agama membuat indoyraean terjadi hal negatif di dalam nya, kita sebagai warga negara Indonesia haruslah menaati semua peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah agar Indonesia bisa mencapai Indonesia emas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H