Mohon tunggu...
Putri Diana
Putri Diana Mohon Tunggu... Bankir - mahasiswa

tulisan yang baik tercipta dari inovasi dan kebiasaan yang baik juga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Polarisasi di Indonesia:Tantangan besar Pancasila

5 November 2024   22:08 Diperbarui: 5 November 2024   22:47 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tantangan Pancasila bukan hanya dari luar saja namun banyak tantangan ataupun ancaman terhadap Pancasila dari dalam negeri itu sendiri semisal polarisasi. Polarisasi adalah perubahan ataupun rasa ingin menang sendiri terhadap pemikirannya ataupun pendapat yang diutarakan oleh pribadi/ kubu masing-masing  Indonesia menjadi negara yang miris pola pikir dan attitude.

Polarisasi di Indonesia sangatlah banyak apalagi yang berhubungan dengan politik, politik di Indonesia sangat lah miris baik miris akhlak norma dan lain sebagainya. Indonesia harus berbenah jika cita cita kedepannya adalah Indonesia emas. Polarisasi juga sangat mempengaruhi cara berfikir rakyat Indonesia. 

Salah satu contoh nyata polarisasi sosial yang terjadi di Indonesia adalah selama pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebagai contoh, pemilu 2019 di Indonesia memperlihatkan adanya perpecahan yang cukup tajam di kalangan masyarakat. Pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berbeda sering kali saling berhadapan, baik dalam ruang publik maupun media sosial. Misalnya, para pendukung Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto, yang berlomba dalam pemilu tersebut, kerap terlibat dalam debat sengit, bahkan hingga menciptakan hujatan antar kelompok. Banyak sekali orang yang menjadi kubu dan melanggar sila ketiga "Persatuan Indonesia". Ntah berkubu melalui media sosial ataupun yang lainnya.

Polarisasi ini tidak hanya terjadi di kalangan pendukung kedua calon presiden, tetapi juga merembet ke isu-isu sosial lainnya, seperti agama dan etnis. Banyak pihak yang menggunakan identitas politik mereka untuk menyerang kelompok yang berbeda pandangan. Dalam beberapa kasus, perbedaan politik ini berujung pada kecemasan sosial, ketegangan, bahkan kekerasan fisik antara pendukung yang saling bertentangan.Banyaknya agama dan suku di Indonesia membuat hal ini rentang terjadi. Para kubu tersebut berpikiran bahwa agama  atau sukunya lah yang paling benar, dan harus diikuti semua orang disekitarnya. 

Polarisasi yang semakin dalam ini memiliki dampak negatif terhadap kehidupan sosial, terutama dalam hal persatuan dan toleransi. Sikap saling menghina, mencemooh, bahkan mengucilkan orang yang memiliki pandangan politik berbeda semakin marak. Polarisasi yang tajam menyebabkan masyarakat semakin terpecah, mengabaikan semangat gotong royong, yang merupakan salah satu nilai dasar dalam Pancasila. Toleransi antar individu dan kelompok, yang menjadi landasan kehidupan bermasyarakat di Indonesia, mulai tergerus oleh perbedaan yang tidak dapat diterima.

Hal ini juga tercermin dalam sikap intoleransi terhadap kelompok yang memiliki agama atau etnis berbeda, yang kadang dipicu oleh politik identitas. Contohnya, selama pemilu atau pilkada, ada kelompok-kelompok yang memanfaatkan isu agama untuk memperburuk hubungan antar kelompok. Sering kali, isu agama digunakan untuk menghasut masyarakat agar menilai pihak lain sebagai musuh, yang justru memperburuk persatuan.

Media sosial memainkan peran penting dalam memperburuk polarisasi sosial. Di platform seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, perbedaan pendapat politik semakin terlihat jelas. Algoritma media sosial cenderung memperkuat gelembung filter, yaitu menciptakan ruang di mana pengguna hanya melihat konten yang sesuai dengan pandangan mereka, tanpa terbuka untuk perspektif yang berbeda. Hal ini mengarah pada penguatan sikap "kami vs mereka," di mana diskusi dan dialog konstruktif sering kali digantikan dengan penghinaan atau pelecehan terhadap pihak yang berbeda. Netizen Indonesia menjadi netizen yang paling senonoh. 

Contoh yang paling mencolok adalah selama pemilu 2019, di mana banyak hoaks dan berita palsu yang beredar di media sosial, seringkali dengan tujuan untuk mendiskreditkan lawan politik. Hal ini semakin memperburuk situasi dan memperdalam jurang perbedaan di masyarakat. Alih-alih membangun dialog dan pemahaman, media sosial justru memperburuk polarisasi yang ada. Apalagi sekarang marak orang yang suka mengompor-ngompori tanpa ada fakta yang jelas Mereka langsung membuat berita hoaks, lalu mereka menyebar luaskan berita tersebut. warga negara Indonesia sangatlah rentang mempercayai hal yang dibacanya atau yang dilihatnya tanpa melihat mencari atau dengan bukti/ fakta yang jelas. Mereka hanya memakan berita hoaks setiap harinya. 

Selain pemilu 2019, Baru -baru ini terjadi lagi pada tahun 2024 yakni pada saat pemilihan calon presiden dan wakil presiden baru di Indonesia. Banyak sekali perpecahan yang terjadi seperti hal nya aksi demo yang dilakukan oleh paslon 1 karena tidak terima calon yang di dukung kalah dalam pemilihan, selain pada dunia nyata terjadi juga pada dunia internet baik di tiktok, Instagram, WhatsApp dan lain.  Sindir menyindir adalah hal yang lumrah bagi rakyat Indonesia ntah miris akhlak atau pola pemikiran yang masih kurang mewadai. dan Mirisnya lagi negara ini semakin berkurang rasa persatuan dan kesatuan nya dan menganggap remeh tentang isi dari Pancasila.

Pancasila, sebagai dasar negara, menekankan nilai-nilai penting yang dapat mengatasi tantangan polarisasi sosial ini. Nilai-nilai seperti "Ketuhanan Yang Maha Esa" mengajarkan kita untuk menghormati perbedaan agama, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" mengajak kita untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan "Persatuan Indonesia"mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kesatuan meskipun ada perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun