Mohon tunggu...
Putri Chahyani
Putri Chahyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sudahkah Program BLT (Bantuan Langsung Tunai) Tepat Sasaran?

8 Januari 2023   23:10 Diperbarui: 8 Januari 2023   23:24 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Carl Friedrich (Winarno, 2008) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dimulai atau disarankan oleh individu, kelompok, atau pemerintah dalam setting tertentu. Ini dapat menghadirkan tantangan dan kemungkinan dalam kebijakan yang disarankan untuk mencapai tujuan tertentu. Proses perumusan kebijakan publik disebut juga formulasi diikuti dengan proses eksekusi kebijakan publik disebut juga implementasi, dan proses evaluasi kebijakan publik disebut juga evaluasi.

Van Meter dan Van Horn berpendapat bahwa kebijakan implementasi, khususnya sebagai kegiatan resmi yang dilakukan untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. "Proses implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tindakan dinamis yang pada akhirnya dapat mengarah pada pencapaian tujuan atau tujuan yang ditentukan, Berbagai elemen, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat, berdampak pada seberapa baik suatu kebijakan diimplementasikan. Selanjutnya, menurut Grindle (1980), setidaknya ada dua faktor yang mempengaruhi bagaimana kebijakan diimplementasikan: substansi kebijakan (atau konten) dan lingkungan (konteks kebijakan).

Menurut Wahab (2004), isu kebijakan berasal dari konflik kebijakan yang dicari jawabannya. Isu publik terkait BLT Dana Desa dimaksudkan sebagai jembatan antara substansi kebijakan yang telah diputuskan sebelumnya dengan realitas yang terjadi di masyarakat, oleh karena itu masalah BLT Dana Desa berkaitan dengan bagaimana prosesnya dilakukan. Implementasi kebijakan BLT Dana Desa ditanggapi dengan respon masyarakat yang dikenal dengan kebijakan implementasi dalam konteks kebijakan. Implementasi kebijakan BLT Dana Desa menghadapi tantangan sebagai akibat dari pertimbangan tersebut.

Grindle (1980) dan Tangkilisan (2003), yang berpendapat bahwa pelaksanaan kebijakan publik pada hakikatnya akan selalu dihadapkan pada dua (dua) variabel, yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat, yang pada akhirnya akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan. 

Menyinggung dengan implementasi kebijakan Pemerintah Indonesia menerapkan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan perlindungan sosial dan mendorong perekonomian dalam upaya mengurangi dampak buruk pandemi COVID-19 terhadap perekonomian negara, antara lain: Program Keluarga Harapan (PKH) Penurunan tarif listrik, Kartu Prakerja, Bantuan Sosial, Stimulus UMKM Mikro dan Ultra Mikro. Pemerintah kemudian menambah jumlah penerima program terkait COVID-19 tersebut di atas. Sebagian besar dari program-program tersebut merupakan program yang dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah, salah satunya adalah program Bantuan Langsung Tunai atau dikenal dengan BLT.

Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah program pemerintah yang bertujuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada masyarakat yang terdampak oleh pandemi COVID-19. BLT diberikan kepada keluarga yang memenuhi syarat dan telah terdaftar sebagai penerima bantuan sosial. Menjaga daya beli masyarakat di era Corona menjadi tujuan dari rencana penawaran program bantuan ini. Semua bantuan ini pada akhirnya akan disalurkan ke seluruh Indonesia, dengan fokus pada masyarakat yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung. 

Namun, terdapat beberapa keluarga yang masih belum menerima BLT meskipun telah terdaftar sebagai penerima bantuan sosial. Salah satu penyebab BLT belum tepat sasaran adalah kurangnya transparansi dalam proses pendaftaran penerima bantuan sosial. 

Beberapa keluarga mungkin tidak mengetahui cara mendaftar atau tidak memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendaftar. Akibatnya, banyak keluarga yang layak menerima bantuan tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial. Selain itu, ada juga kemungkinan adanya kecurangan dalam proses pendaftaran. Beberapa individu mungkin menyalahgunakan program ini dengan cara mendaftarkan diri sebagai penerima bantuan sosial padahal sebenarnya tidak memenuhi syarat. Hal ini dapat menyebabkan BLT tidak tepat sasaran dan hanya diterima oleh segelintir individu yang tidak membutuhkannya.

"Berdasarkan penelusuran yang kami lalukan, masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan untuk penyaluran BLT dan Bansos. Di antaranya yaitu proses penyaluran masih terlambat, minimnya informasi terhadap penerima bantuan, penerima bantuan tidak tepat sasaran, timbulnya potensi konflik di desa, dan lain sebagainya," ungkap Taqwaddin (Ilyas Isti, 2020).

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu memperbaiki transparansi dalam proses pendaftaran penerima bantuan sosial. Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap kecurangan dalam proses pendaftaran. Dengan demikian, BLT dapat tepat sasaran dan diterima oleh keluarga yang sebenarnya membutuhkannya.

Selain itu, banyak masyarakat yang merasa bahwa jumlah bantuan yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka selama pandemi. Meskipun pemerintah telah menambah jumlah bantuan yang diberikan, banyak orang yang merasa bahwa jumlah tersebut masih kurang dan tidak mampu menutupi biaya hidup yang semakin meningkat akibat pandemi.

"Setengah  dari  jumlah  uang  SLT digunakan responden untuk belanja pangan. Selain      untuk belanja pangan, responden   juga   menggunakan   uang   SLT    untuk    keperluan    perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, bayar hutang,  membeli  rokok  untuk  suami,  modal, memberi ke saudara dan anak, zakat,  menabung,  transportasi, listrik dan lain-lain.    Diantara keperluan-keperluan tersebut, maka penggunaan uang SLT untuk keperluan bayar hutang,  membeli  pakaian,  keperluan  kesehatan  dan  pendidikan  relatif  lebih  tinggi  dibandingkan  keperluan  lainnya. Uang SLT yang digunakan untuk keperluan tersebut sekitar 6.6 -9.8% (Herien Puspitawati, Tin Herawati dan Ma'mun Sarma, 2008).

Dari keterangan diatas dapat dilihat banyak dari keluarga kurang mampu yang mengandalkan sebagian dari pengeluaran mereka dengan menggunaka dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) terebut. Untuk membangun akuntabilitas masyarakat atas penggunaan BLT Dana Desa, pengambil kebijakan dapat mempertimbangkan perlu tidaknya membuat laporan pertanggungjawaban masyarakat atas penggunaan BLT Dana Desa di masa mendatang. Hal yang dimaksud adalah agar masyarakat ke depan juga harus diberikan tanggungjawab penggunaan BLT Dana Desa, agar penggunaannya dapat digunakan tepat sasaran sesuai apa yang diinginkan oleh pemerintah, yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. BLT Dana Desa agar tidak disalahgunakan untuk pembelian di lur dari kebutuhan pokok apalagi untuk foya-foya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun