Mohon tunggu...
Kartika Lestari
Kartika Lestari Mohon Tunggu... Wiraswasta - rkartikalestari

Saya menulis apapun yang muncul di pikiran saya. Lengkap tentang saya di www.kartikalestari.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tinggal di Mancanegara: Menuju Titik Lebih Tinggi tentang "Mengerti Perbedaan"

26 Februari 2017   16:38 Diperbarui: 27 Februari 2017   18:01 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat kita mendapat kesempatan untuk belajar di negeri orang, adalah hal biasa jika kita mendapatkan (atau bahkan seharusnya) tambahan ilmu di bidang yang kita pelajari. Dan hal yang wajar jika kita melihat bahwa negara tempat kita menuntut ilmu lebih mempunyai fasilitas pendidikan dan fasilitas umum yang lebih baik, hal yang normal jika negara tempat kita belajar lebih tampak teratur dan tertata. Karena tempat-tempat di mana kita pergi menuntut ilmu, umumnya adalah negara-negara maju, paling tidak lebih maju, agar kita dapat mempelajari hal-hal yang dapat meningkatkan ilmu kita yang mungkin masih langka atau kurang ahlinya di negara kita. Dan hal itu tidak akan saya ulas di sini.

Setelah hampir 15 tahun tinggal di mancanegara, ada satu perubahan pemikiran yang aku rasakan. Yaitu, aku merasa jauh lebih mudah untuk mengerti orang lain, termasuk perbedaan-perbedaan yang ada di dalamnya, dari mulai hal-hal kecil seperti makanan hingga cara pandang. Masih teringat saat hingga beberapa tahun lalu, aku masih mempertanyakan banyak hal. 

Mengapa orang Korea tidak pernah bosan makan kimchi setiap hari. Mengapa orang Jepang menyukai acara minum-minum usai bekerja. Mengapa orang di Singapura tidak bosan hidup dengan dikelilingi gedung-gedung tinggi tanpa ada nuansa alam. 

Mengapa makanan di negara-negara barat begitu membosankan dengan roti dan roti setiap hari. Saat ini, semua pertanyaan itu telah usai. Jika terbersit sekalipun, hal itu tidak akan diam di dalam pikiran dalam waktu yang panjang. Semua terjawab hanya dengan satu kata "pengertian", dan perbedan-perbedaan itu pun menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan, yang pada saat-saat tertentu bahkan baik untuk diterapkan. 

Pada dasarnya kita hidup berdasarkan kebiasaan dan budaya yang kita kenal sejak masa kanak-kanak. Jika  orang tua kita adalah orang Perancis dan kita dilahirkan dan dibesarkan hingga dewasa di Seoul, maka wajar jika kita akan menyukai kimchi dan bulgogi, lumrah jika kita fasih berbahasa Korea, dan secara alami kita pun terbiasa dengan budaya Korea. 

Saat kita mempertanyakan mengapa rasa dari makanan Jepang hampir sama semuanya berasa "soyu" (red: soy sauce), maka sebenarnya hal yang sama juga ditanyakan oleh orang Jepang yang menganggap rasa makanan Indonesia adalah semuanya sama, pedas atau asin. Saat kita bertanya-tanya, mengapa orang Singapura tidak bosan hanya hidup dikelilingi oleh gedung tinggi, maka itu adalah hal sama yang dipikirkan oleh orang di pelosok desa kepada orang Jakarta. 

Pada saat kita telah terbiasa akan sesuatu, kita sering mempertanyakan hal-hal lain yang berbeda dalam kebiasaan kita selama ini. Hal ini hanya akan menjadi masalah, jika kita fokus kepada perbedaan itu dan tidak membuat diri kita lebih fleksibel dalam menerimanya. 

Hidup di mancanegara, adalah kesempatan besar untuk menjadi bagian dari kelompok minoritas. Minoritas di sini tentu bisa dalam banyak hal, tetapi ada satu yang pasti, yaitu kita pasti menjadi bagian dari sekelompok kecil orang asing yang hidup di antara orang-orang warga negara yang bersangkutan. Dan hidup di mancanegara, artinya posisi kita adalah tamu, apakah itu tamu yang baru datang atau pun tamu yang telah lama menginap. 

Sebagai seorang tamu, tentu kita akan merasakan hal-hal yang berbeda dengan yang ada di negara asal rumah kita. Dan saat itu lah, kita belajar untuk menyesuaikan, beradaptasi. Penyesuaian hanya akan lebih mudah, jika kita mengerti tuan rumah kita. Mengerti artinya kita menyadari dan menghargai perbedaan yang ada, tanpa harus memaksakan hal-hal yang bersifat pribadi. Hidup di mancanegara, tanpa aku sadari telah meningkatkan rasa toleransi pada tingkat yang lebih tinggi. Ada satu hal yang selalu aku ingat untuk diriku sendiri. 

Jika aku tidak merasa nyaman tinggal di suatu tempat karena ada hal-hal mendasar yang bertabrakan dengan cara pandang dan hati kecil, maka sebaiknya aku memilih tempat yang lain. Adalah tidak sepantasnya aku mengeluh dan berharap tempat itu untuk berubah. Sebagai tamu, tentu kita berhak untuk mengetuk rumah orang lain, berhak untuk diperlakukan dengan baik sebagai seorang tamu, tapi kita tetap tidak berhak mengubah dekorasi dan tatanan dalam rumah itu. 

Sudah bukan sekali dua kali, aku selalu mendapatkan pertanyaan, "Mana yang lebih enak, hidup di A atau B ?". Pertanyaan yang lumrah dan wajar. Dan jika penanya adalah warganegara dari salah satu di antara A dan B, tentunya mengharapkan jawaban bahwa negaranya adalah lebih baik. 

Walaupun aku lebih menyukai suatu tempat melebihi daripada yang lain, aku akan selalu menjawab, "Dimana saja tidak masalah. Saat tinggal di A, maka A adalah yang terbaik untuk saat itu, saat tinggal di B maka B adalah yang terbaik untuk saat itu. Dan saat ini, tempat ini yang terbaik untuk saat ini." Alasan dari jawabanku hanya satu, walaupun mungkin aku lebih menyukai suatu tempat lebih dari yang lain (biasanya karena alasan pribadi, misal keberadaan keluarga), aku tahu bahwa kita ditempatkan di suatu tempat karena ada sebuah alasan dan karena kita perlu belajar beberapa hal kehidupan di sana. 

Jadi, pasti tempat itu adalah yang terbaik pada masanya. Aku tidak perlu membandingkan dua tempat yang berbeda, karena memang tidak ada yang bisa dibandingkan di sana. Dengan jawaban itu, aku tidak hanya mengingatkan diriku sendiri bahwa kesempatan untuk pernah ada di beberapa tempat adalah hal yang perlu aku syukuri, tetapi juga sekaligus membuat penanya merasa nyaman tanpa harus merendahkan tempat yang lain. 

Indonesia adalah salah satu negara yang dianugerahi keragaman, dan hal ini sering secara alami membuat orang-orang di sana lebih mudah menerima perbedaan, meskipun dengan level penerimaan yang berbeda untuk setiap orang. Dan saat kita berbicara dengan seseorang tanpa berpikir lagi tentang apa sukunya, apa agamanya, siapa orang tuanya, apa status sosialnya, apa warna kulitnya, apa warganegaranya, maka pada saat itulah kita sebenarnya sudah mencapai titik yang lebih tinggi tentang "pengertian" yang berujung kepada toleransi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun