Mohon tunggu...
Putri Belva
Putri Belva Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jember

Hoping that my blogs will make your days a bit happier!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tren Thrift Shop di Indonesia, Ini Tanggapan Pemerintah

17 Maret 2023   06:01 Diperbarui: 17 Maret 2023   06:19 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antara asli tapi mahal atau murah tapi bekas, mana yang akan kamu pilih saat hendak berbelanja? Mungkin beberapa dari kamu akan memilih opsi pertama dan berpikir pakaian bekas itu tidak bernilai. Eits, nyatanya bisnis pakaian bekas kini sedang marak di pasar produk fashion lho... Yap, belakangan ini masyarakat sedang diramaikan dengan jenis bisnis pakaian bekas atau kerap dikenal dengan sebutan Thrift Shop.

Kata Thrift sendiri berasal dari bahasa Inggris yang berarti penghematan, sedangkan Shop berarti toko atau lapak. Jadi, dapat dimaknai bahwa Thrift Shop merupakan jenis usaha yang menjual berbagai barang bekas mulai dari pakaian, sepatu, tas, hingga jam tangan. Meskipun bekas, barang-barang yang dijual umumnya masih layak untuk dipakai. Oleh karena itu, barang-barang tersebut dijual kembali agar sekaligus sebagai upaya penghematan dan menghindari adanya perilaku konsumtif.  

Barang bekas dalam industri ini memiliki makna yang luas. Bukan hanya berupa barang bekas, produk thrift juga dapat berupa produk-produk yang tidak lolos standar industri. Atau barang-barang yang tidak laku dalam jangka waktu lama setelah terbit dari proses produksi. Semua barang-barang itu lantas diimpor oleh pedagang-pedagang Thrift Shop yang kemudian dijual kembali dengan harga miring.

Tren thrift shop ini sebenarnya tidak serta merta muncul pada era saat ini. Tepatnya pada paruh abad ke 18 dimana era revolusi industri mengenalkan produksi pakaian secara massal kepada dunia. Jenis produksi yang menghasilkan jutaan pakaian dalam sekali produksi ini secara tidak langsung membentuk opini masyarakat mengenai barang sekali pakai. Kebiasaan baru di tengah masyarakat pun terbentuk, yaitu menjadi sangat konsumtif.

Seorang musisi asal Amerika, Kurt Cobain mencoba mendobrak tabiat masyarakat dengan tampilannya yang penuh akan barang-barang thrift. Sejak kepopulerannya pada 1990 an, Cobain kerap tampil dengan menggunakan kemeja flannel yang dipadukan dengan kaos bolong, tampak persis seperti Thrift Style. Gaya busananya pun banyak diikuti remaja pada era itu dimana hanya dapat ditemukan di Thrift Shop.

Di Indonesia sendiri, mode Thrift ini mulai masuk pada era 1990-an dengan bantuan globalisasi. Penyebaran mode berpakaian seluruh dunia menjadi lebih mudah dan tak terbatas akibat kemajuan teknologi informasi di dalam globalisasi. Konsep ini sama dengan "ngombreng" atau melungsur di Indonesia yang bergerak dari para pedagang kaki lima di trotoar-trotoar jalan dan pasar tradisional. Sama dengan Thrift, barang-barang ngombreng relatif dijual dengan harga murah. Ini menjadi hal yang menarik bagi masyarakat dengan keterbatasan finansial dimana ngombreng menawarjan kesempatan aktivitas konsumsi tanpa harus pusing masalah harga.

Eksistensi Thrift Shop ini semakin meningkat akibat perkembangan teknologi yang menawarkan keberadaan sosial media bagi dunia bisnis. Banyak pedagang lantas membuat toko daring (online shop) untuk menjual dan memasarkan produk Thriftnya di berbagai sosial media seperti Instagram, TikTok, Shopee dan lainnya.

Sayangnya, fenomena Thrift Shop ini sedikit bertentangan dengan peraturan Kementerian Perdagangan RI No. 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang larangan impor pakaian bekas. Pada pasal 2 secara tegas menyatakan bahwa pakaian bekas jenis apapun dilarang masuk ke dalam wilayah teritorial republik Indonesia.

Peraturan ini juga semakin diperkuat oleh Peraturan Menteri Perdagangan no. 40 tahun 2022. Sebagai perubahan dari peraturan 18 tahun 2021, peraturan ini secara ketat mengatur mengenai barang-barang yang dilarang diimpor maupun diekspor. Pada pasal 2 ayat 3 kemudian tertulis bahwa karung, kantong, dan pakaian bekas dilarang impor karena memiliki dampak buruk bagi kesehatan penggunanya.

Widodo selaku Direktur Direktorat jenderal Standarisasi dan perlindungan Konsumen Kemendag menyatakan bahwa pakaian bekas memiliki resiko tinggi dalam menularkan banyak bakteri berbahaya bagi kesehatan. Bakteri itu dapat berupa Staphylococcus Aureus hingga jamur kapang atau khamir. Keberadaan bakteri-bakteri ini akan beresiko menyebabkan para pemakai pakaiana bekas rentan mengalami masalah pencernaan, infeksi kulit hingga infeksi saluran kemih.

Widodo melanjutkan, proses pencucian pakaian bekas juga tidak sekedar menggunakan deterjen biasa. Pakaian bekas harus segera direbus selama beberapa jam sebelum dicuci menggunakan antiseptik dan disetrika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun