Lagipula, seperti halnya cerita menginspirasi seorang fans yang hidupnya diselamatkan sepotong kata atau lirik idolanya, Wibu juga bisa mengalami hal-hal seperti itu. Pecinta anime yang saya wawancarai mengatakan bahwa mereka merasa terbantu setelah menonton anime-anime tertentu. Mereka menjadi lebih percaya diri, lebih berani, lebih mencintai dan mau menerima diri sendiri. Karakter-karakter yang mereka kagumi menginspirasi dan membuat mereka ingin menjadi sosok yang lebih baik lagi.
Memang sih, anime cuma fiksi, tapi kata siapa itu tidak bisa menginspirasi? Yang penting adalah bagaimana kita bisa memilah dan memilih hal-hal yang kita dengar dan kita lihat dari hobi yang kita lakukan. Jika hobi Anda adalah menonton anime, maka baca baik-baik peringatan mengenai tontonan macam apa yang akan ada saksikan dan jangan diterima mentah-mentah begitu saja. Jika Anda mau memberikan kesempatan pada diri Anda untuk mulai menonton anime, Anda bisa menemukan bahwa banyak tontonan yang layak dan bagus di luar sana.
Butuh rekomendasi? Mulailah bertanya pada Wibu di sekitar Anda.
Setelah menyelam ke dunia wibu itu sendiri dan bertemu dengan berbagai macam orang, saya juga menyimpulkan bahwa wibu yang awalnya freak dan ansos pun bisa tumbuh dewasa sambil tetap tanpa melepaskan kesukaan mereka terhadap anime atau lagu Jepang. Ini seperti sebuah fase. Fase bocah atau fase remaja di mana seseorang bersikap sok cool seperti karakter anime kesukaannya, merasa paling beda sendiri, hobi menyelipkan bahasa Jepang dan potongan-potongan kalimat yang terkesan cringe, dan tergila-gila pada makhluk fiksi hingga melewati batas logika. Masa-masa pemujaan fanatik bisa terlewati menjadi kesukaan yang lebih tenang, hobi yang lebih sehat dan tidak membuat orang terganggu atau merusak diri. Memang sih, masih ada orang dewasa yang tidak sepenuhnya lepas dari sifat-sifat yang dianggap tidak wajar itu, tapi beberapa menjadi lebih seperti jalan keluar dari penatnya kehidupan. Lagi pula, seperti yang sudah saya sebutkan sebelumya, itu kembali lagi pada diri mereka masing-masing.
Memang susah melepaskan kacamata stereotip ini, terlebih stereotip-stereotip itu tidak muncul begitu saja, pasti ada data yang mendasarinya. Akan tetapi, hendaknya kita memberi kesempatan pada diri kita untuk melihat sisi lain dari sesuatu yang sebelumnya kita pandang dengan kegelapan semata.
Seperti halnya dunia Wibu ini. Mulailah membuka kedua mata dan memandang dengan lebih tidak menghakimi. Semua hal buatan manusia pasti memiliki sisi baik dan siri buruknya sendiri. Semuanya tergantung pada kemampuan kita untuk bisa membentengi diri. Terlebih di era teknologi yang super canggih ini, kita harus ekstra hati-hati terhadap apa saja bisa kita temui.
Akhir kata, terima kasih sudah membaca tulisan ini. Sampai jumpa lagi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H