Semarang (06/08)Â - Â Topik lingkungan menjadi isu yang tidak ada henti nya diperbincangkan, terlebih berbagai fenomena yang terjadi saat ini, menjadikan alarm tersendiri bagi makhluk hidup yang tinggal didalamnya, khususnya kita sebagai manusia yang memiliki akal dan kecerdasan.Â
Salah satu permasalahan lingkungan yang masih hangat dalam perbincangan serta mengintai keselamatan yakni pemanasan global ( Global Warming ). Seperti namanya, pemanasan global terjadi karena adanya kenaikan suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan.Â
Salah satu penyebabnya yakni menipisnya lapisan ozon yang menyebabkan sinar matahari tidak ter-filter dari radiasi sinar ultra violet.Â
Padahal lapisan ozon sendiri merupakan lapisan yang terletak di antara lapisan Statosphere dengan lapisan Troposphere dengan ketinggian 10 - 40 km diatas permukaan laut dan dipercaya sebagai lapisan pelindung sinar ultra violet agar tid`ak langsung sampai ke bumi.Â
Sinar ultra violet sendiri dikenal memiliki dampak yang berbahaya bagi manusia, lingkungan dan makhluk hidup lainnya. Penipisan lapisan ozon ini salah satunya diakibatkan oleh menumpuknya gas CFC (Chloro Fluoro Carbon) pada atmosfer bumi.Â
Pada lapisan atmosfer yang tinggi, CFC akan menghasilkan radikal-radikal bebas klorin.Â
Radikal-radikal inilah yang merusak lapisan ozon. Gas CFC ini banyak digunakan pada produksi instalasi AC (Air Conditioner), kulkas, parfume, hair spray, serta pembuatan kemasan makanan minuman yakni styrofoam.Â
Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki kerapatan rendah, bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas.Â
Hal inilah yang menjadikan styrofoam diminati para pelaku usaha untuk menggunakannya sebagai kemasan makanan, khususnya para pelaku usaha di wilayah RW 03 Kelurahan Tembalang.Â
Disamping kelebihannya sebagai insulator panas yang baik, rupanya terdapat pula berbagai ancaman bahaya dari penggunaan styrofoam.Â
Bukan hanya ancaman untuk tubuh manusia, namun juga lingkungan. Dimana zat-zat kimia berbahaya penyusun styrofoam akan bereaksi ketika bercampur makanan dengan suhu panas.Â
Selain itu, limbah yang dihasilkan dari penggunaan styrofoam akan terurai sangat lama, serta tidak dapat dimusnahkan dengan cara dibakar, karena akan melepaskan zat benzena ke udara yang akan berbahaya bagi makhluk hidup, khususnya manusia.
Besarnya potensi usaha tempat makan di wilayah RW 03 Kelurahan Tembalang, menyebabkan timbulnya permasalahan penumpukkan limbah kemasan styrofoam.Â
Melihat hal ini, Putri Ayu Nurjanah (22) selaku Mahasiswi Tim KKN II Undip mengambil langkah untuk mengurangi penumpukan yang terjadi dengan mengolah limbah styrofoam menjadi barang bernilai guna, yakni berupa lem serbaguna. Hal ini diketahui sebagai inovasi terkait masalah penumpukkan limbah styrofoam di wilayah RW 03 Kelurahan Tembalang.Â
Pasalnya, hingga saat ini masih sulit ditemukan cara untuk menanggulangi penumpukkan, ditambah pengetahuan masyarakat awam terhadap cara ini masih minim dan hampir tidak pernah dipraktekkan. Â
Putri membagikan cara mengolah limbah styrofoam ini menjadi lem serbaguna.Â
Hal yang dibutuhkan hanyalah styrofoam bekas yang masih layak, bensin, ember, sarung tangan dan wadah untuk lem. Langkahnya sendiri yang pertama mencuci bersih styrofoam yang masih layak pakai.Â
Setelah itu, styrofoam dirobek atau dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil agar lebih mudah dihancurkan. Jika sudah, masukkan potongan styrofoam tadi kedalam ember dan tuangkan cairan bensin hingga styrofoam meleleh menjadi berbentuk pasta.Â
Jika styrofoam sudah berbentuk pasta, artinya lem sudah jadi dan siap dipindahkan ke dalam wadah untuk digunakan.Â
Edukasi terhadap cara pengolahan ini disampaikan Putri melalui webinar online yang dihadiri warga setempat, serta pembuatan video tutorial agar masyarakat lebih mudah memahami prosesnya.Â
Tidak hanya menjelaskan mengenai cara pengolahan, Putri juga menjelaskan dampak bahaya penggunaan styrofoam bagi lingkungan dan tubuh manusia. Dengan harapan masyarakat mulai mengurangi penggunaan styrofoam dalam sektor usaha, maupun kebutuhan sehari-harinya.
Dengan adanya inovasi ini, diharapkan masyarakat akan lebih memahami dampak buruk styrofoam dan mengubahnya menjadi barang bernilai guna yang juga dapat membangun UMKM di wilayah tersebut, terlebih jika proses produksi nya di jalankan dengan serius.Â
Reporter : Putri Ayu Nurjanah
DPL : Zaki Ainul Fadli, S.S., M.Hum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H