Mohon tunggu...
Putri Anggun
Putri Anggun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta Prodi Hukum Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review "Kesenjangan Akad Dalam Asuransi Syariah Dan Konvensional Di Indonesia"

2 Juni 2024   08:37 Diperbarui: 2 Juni 2024   08:46 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ASURANSI KONVENSIONAL

Definisi asuransi yang substansinya adalah kontrak beberapa peserta selaku tertanggung kepada perusahaan asuransi sebagai penanggung yang berkeinginan untuk beri ganti rugi ketika mengalami suatu musibah, dengan terjadinya pertanggungan oleh perusahaan asuransi kepada tertanggung, maka tertanggung diwajibkan untuk membebayar premi berupa uang kepada perusahaan asuransi. Dalam asuransi konvensional selama ini d ikenal dengan konsep pemindahan resiko (transfer of risk) dari peserta kepada peserta lain. Resiko dalam asuransi. konvensional di bagi menjadi tiga yaitu resiko murni, spekulatif dan individu. Dengan kata lain bahwa besaran premi yang harus dibayar oleh seorang pemegang asuransi di lihat dari besar kecilnya resiko yang di tanggung oleh perusahaan.

PEMBERLAKUAN AKAD TABBARU ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA

Menurut fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006, tabarru' adalah semua bentuk akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersil. Setiap peserta dalam asuransi syariah sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan lainnya, sesuai keputusan fatwa ketiga No. 53/DSN-MUI/III/ 2006. Upaya tersebut dikoordinir oleh pengelola, dalam hal ini PT asuransi, dengan menyisihkan dan memisahkan dananya sebagai iuran kebijakan yang disebut (premi) tabarru'. Dengan demikian sistem ini tidak menggunakan metode pengalihan risiko di mana tertanggung harus membayar premi sebagaimana terdapat dalam sistem asuransi konvensional. Sistem yang berlaku dalam asuransi syariah adalah lebih tepat disebut sebagai pembagian risiko di mana peserta saling menanggung (takaful).

Implikasi pemahaman Fatwa No. 53 di atas menunjukkan bahwa dana tabarru' dalam asuransi syariah merupakan dana untuk saling menolong antara sesama nasabah, sehinggaa tidak boleh menjadi dana tijarah. Ketentuan ini sejalan dengan kaidah dasar yang berlaku pada akad-akad tabarru' adalah larangan untuk mengubah kebaikan menjadi berorientasi tijarah; yaitu mencari keuntungan atau profit. Dengan kata lain, akad yang telah disepakati sebagai tabarru' tidak boleh dirubah atau berganti menjadi akad tijarah.

PEMBERLAKUAN AKAD TIJARAH DALAM ASURANSI SYARIAH

Selain tabarru', produk-produk asuransi syariah kontemporer di Indonesia juga menggunakan model akad tijarah. Model perjanjian yang kedua ini sesungguhnya merupakan upaya yang bersifat komersil untuk mendapatkan profit. Model perjanjian kedua yang diperkenalkan oleh industri asuransi syariah di Indonesia ini tentu juga harus berpijak kepada spririt syariah sebagai sesuatu yang tidak boleh ditawar-tawar lagi. Dalam hal ini fatwa kedua No. 21 DSN-MUI membatasi jenis akad tijarah dalam takaful adalah mudharabah. Ketentuan tersebut kemudian diperinci dalam fatwa NO:51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad mudarabah musyaraka pada asuransi syariah. Berdasarkan kajian muamalah, penggunaan akad tijarah (tujuan keuntungan) untuk transaksi yang bersifat tabaddul memiliki konsekuensi sebagai berikut: 

(1) harus ditentukan tentang pembayaran, salah satunya yaitu alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat; dan 

(2) obyek yang diakadkan harus ditentukan barangnya (misalnya dalam jual beli, barang yang diperjualbelikan harus jelas). Transaksi yang menyalahi salah satu dari unsur tersebut akan mengakibatkan akad menjadi batil. Oleh karena itu, akad dinilai batal secara hukum karena akad tabaddul mensyaratkan adanya "kepastian" dan kerelaan bagi semua pihak. Dengan demikian, tidak ada satu pihak yang dirugikan, dan sebaliknya, tidak ada pihak lain yang mengambil keuntungan secara batil atau zalim. Realitas transaksi yang berlangsung antar lembaga asuransi syariah di Indonesia dengan para nasabahnya telah menempatkan kedudukan asuransi syariah sebagai subjek hukum untuk bertindak sebagai pihak yang memiliki kecakapan bertindak.

KESIMPULAN

Pemberlakuan akad dalam asuransi syariah di Indonesia didalamnya terdapat dua akad yaitu tabarru' dan tijarah. Akad tabarru' digunakan dengan tujuan untuk kebajikan (tolong-menolong). Sedangkan akad tijarah digunakan dengan tujuan komersial (mendapatkan keuntungan). Dalam akad tijarah terdapat akad mudharabah. Transaksi mudharabah yang berlangsung di beberapa lembaga asuransi syariah adalah status ganda yang pada satu sisi menempatkan dirinya sebagai pelaku usaha (mudarib) dan pada sisi lain sebagai pemilik modal (sahibul-mal). Padahal secara riil sejatinya asuransi syariah tidak memiliki modal, sebab modal yang diklaim sebagai milik modal itu sesungguhnya milik nasabah yang disimpan. Inilah yang menjadi pertentangan dalam asuransi syariah di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun