Mohon tunggu...
Putriana Supriatin
Putriana Supriatin Mohon Tunggu... Guru - Guru Lintas Mata Pelajaran

saya menyukai tantangan dalam dunia pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perahu Hantaran

30 Mei 2023   19:00 Diperbarui: 30 Mei 2023   19:02 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perahu Hantaran

Langit mendung di pagi itu tak menyurutkan langkah Bu Am dan anaknya Ayu untuk pergi kesekolah SDN Kota Baru. Setiap pagi Bu Am rela meninggalkan pekerjaan rumahnya, mengambil waktu sekitar setengah jam untuk mengantar anak perempuannya kesekolah. Melewati jalan setapak lalu menyeberangi jalan besar dan lorong kecil perumahan padat penduduk, lalu mereka sampai ketempat tujuan.

Ayu menyalami ibunya dan langsung mengatakan “mamak langsung balek lah, Ayu berani  masuk dewek” ibunya pun segera balik badan dan jalan kearah pulang, mereka saling berpandangan sambil melambaikan tangan, sang ibu menunggu sampai anaknya benar-benar masuk ke pekarangan sekolah.

Langit mulai meneteskan butiran-butiran kecil, Bu Am membuka payung kecil yang ia selalu bawa saat pergi mengantar atau menjemput anaknya kesekolah. Sampai di ujung lorong kecil Bu Am penasaran dengan apa yang dilihatnya. Didepan lorong sudah banyak sekali mobil yang berhenti, penumpang yang turun dari mobil-mobil itu masing-masing membawa bingkisan yang dihias cantik sekali berwarna-warni dan isinya juga di bentuk dengan rapi dan cantik sekali.

Dari semua bingkisan yang Bu Am lihat ditepi jalan itu berhenti kendaraan bak terbuka yang membawa replika perahu yang cukup besar dengan ornamen yang indah bertuliskan “Sekintang Dayo”. Bu Am mengerinyitkan keningnya, banyak pertanyaan yang memenuhi pikirannya kala itu. Rombongan yang membawa bingkisan berjalan beriringan dengan rapi dan perlahan melewati lorong. Bu Am mengamati rombongan yang lewat itu dengan segala pernak-pernik bingkisan yang mereka bawa. Sungguh momen tersebut menyilaukan mata.

Bu Am melihat seperangkat alat sholat, perhiasan, tas, sepatu, kain, songket, aneka kue yang menggugah selera namun ada rasa tak tega untuk memotongnya karena bentuknya sangat menarik, lalu rombongan yang ada di barisan akhir adalah perahu besar yang sangat indah.

Setelah semua rombongan melewati Bu Am yang berdiri mematung. Bu Am mengedip-ngedipkan mata lalu menyeberang jalan. Diseberang jalan Bu Am bertemu dengan Bicik Ros yang berjalan santai dengan membawa bungkusan berisi sayur untuk dimasak dihari itu.

Bu Am menegurnya “habis belanjo, bicik” lalu Bicik Ros menjawab “Iyo, Bu Am, ngantar anak gadis yo.” Lalu Bu Am menjawab sekaligus mengutarakan pertanyaan yang sedari tadi muncul dalam pikirannya. “Iyo, biaso lah rutinatas pagi. Oh iyo cik, itu tadi sayo nengok rombongan bawa barang-barang banyak nian kerumah yang di ujung jalan yang minggu depan mau nikahkan anaknyo. Acara adat yo itu Cik? apo namonyo? Soalnyo dikampung sayo dak kayak gitu.” Bicik Ros lalu berhenti di depan rumahnya dan mengajak Bu Am duduk di teras rumahnya. Bicik menjelaskan bahwa apa yang Bu Am lihat adalah prosesi hantaran adat yang merupakan tahap kedua dalam prosesi pernikahan orang Jambi khususnya yang berasal dari salah satu Dusun di Kabupaten Batang Hari.

Sebelum hantaran sudah ada prosesi duduk berunding yaitu menanyakan kesediaan pihak calon mempelai perempuan untuk menerima lamaran dari pihak calon mempelai laki-laki. Prosesi ini biasanya juga dibarengi dengan prosesi lamaran. Nah yang mengantar barang-barang dari mulai kebutuhan isi kamar sampai dengan kebutuhan dapur atau dalam istilah daerah sini disebut dengan selemak semanis, semua hantaran ini adalah hak calon mempelai perempuan dan sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

Isi hantaran disesuaikan dengan kemampuan calon mempelai laki-laki karena tidak ada standar atau paksaan dalam pemberian barang-barang hantaran ini semua sudah berdasarkan hasil perundingan kedua belah pihak keluarga besar.

Bu Am menyimak penjelasan dari Bicik Ros yang merupakan orang asli daerah Jambi, bicik lahir dan besar di daerahnya sendiri sedangkan Bu Am adalah pendatang yang merantau di daerah ini. Walaupun sudah lama merantau dari mulai usianya tujuh tahun . Namun, Bu Am tak banyak mengetahui mengenai adat daerah sini karena dia merupakan perantau dan suaminya juga merupakan pendatang yang merantau dari pulau Jawa.

Bu Am pamit pulang dari rumah Bicik Ros. Diperjalanan pulang pikirannya terus berkelana, Bu Am masih belum bisa berhenti mengagumi prosesi adat yang tadi dia saksikan, ditambah dengan penejelasan dari Bicik Ros yang makin membuatnya kagum dengan adat di tanah rantaunya ini. Bu Am mulai masuk kelorong kecil  yang jalannya masih tanah, saat dia memilih jalan yang tidak becek untuk dilewati dan rumahnya yang dari papan itu sudah tampak dari jauh, entah mengapa tiba-tiba dia berbicara dalam hati “andai besok menantuku adalah orang asli daerah Jambi”.

Siang hari minggu yang cerah, Bu Am dan tetangganya yang lain menghadiri undangan dari Pak Do Mas’ud yang waktu itu menggelar prosesi hantaran adat untuk anak gadisnya. Hari sebelumnya sudah ada prosesi akad nikah yang hanya dihadiri oleh keluarga inti saja baru kemudian dilanjutkan dengan resepsi adat, pesta ini terbilang cukup mewah, karena Pak Do Mas’ud adalah salah satu tokoh adat dan menjabat di kantor gubernur Jambi.

Terlebih lagi istri Pak Do adalah anak dari ketua lembaga adat kabupaten Batang Hari, rumah tua mereka ada di Dusun Duren Ijo yang masih teguh menggunakan adat istiadat nenek moyang. Maka terang saja walaupun pesta resepsi diadakan di kota, pesta ini tetap mempertahankan nuansa adat yang sarat akan makna dan filosofi pada setiap prosesinya.

Resepsi dimulai dari arak-arakan rombongan mempelai pria bersama keluarganya diringi dengan seni kompangan yang disertakan dengan alunan sholawat yang dinyanyikan langsung oleh pemain kompangan lalu dilanjutkan dengan tari persembahan dan memakan sirih yang di bawa oleh penari yang biasanya diberikan kepada tokoh yang dituakan atau pemangku adat setempat, prosesi kemudian dilanjutkan dengan  kato bejawab laman, lalu dilanjutkan dengan seni bukak lanse, kemudian tunjuk ajar tegur sapo yang merupakan prosesi dimana akan ada salah seorang pemangku adat yang dituakan memberikan nasihat pernikahan pada kedua mempelai.

Setelah selesai lalu akan ada beberapa orang yang membawa baki yang diatasnya ada nasi kuning dan ayam utuh yang dipanggang serta minuman yang disajikan dengan piring dan cangkir dari keramik yang indah. Hidangan tersebut dinamakan nasi sapat atau bisa juga disebut dengan nasi kuning panggang ayam. Bu Am dan tetangganya melihat setiap prosesi adat tersebut.

Suatu hari ketika pada saat Ayu sudah berusia dua puluh lima tahun, Bu Am mengajaknya berbicara. “Nduk, apa kamu ndak pernah mikirn tentang jodoh, kalau diperhatikan Mbak hanya sibuk bekerja.” pertanyaan ini sontak membuat Ayu menjauhkan jari jemarinya dari keyboard laptop. Ayu bingung sekali mau menjawab apa. Lalu, Ayu mendekati ibunya dan duduk disampingnya untuk mulai mengumpulkan kata-kata dan justru memberikan pertanyaan “emange ono opo, Mak..” jawab ayu dengan bahasa jawa. Ibunya mulai menceritakan panjang lebar tentang kekaguman beliau pada masyarakat Jambi yang masih menjunjung tinggi adat istiadat dan kata-kata yang sering ia dengan pada prosesi adat jambi yaitu “adat besendi syara’, syara’ besendi kitabullah.”

Setelah penjelasan panjang lebar dari ibunya lalu berkata “Mbak, kalau boleh mamak minta, menikahlah dengan laki-laki asli dari sini.” Ayu lalu terdiam dan hanya menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya yang tirus. Di dalam hatinya dia hanya dapat membatin apakah bisa, apakah jodoh bisa ditentukan sendiri.

Kesibukan Ayu semakin banyak, karena minggu ini adalah jadwal penerimaan siswa baru di sekolah tempatnya bekerja, jadwal tersebut bertepatan dengan penerimaan calon pegawai negeri di daerah itu sehingga banyak alumni yang melegalisir ijazahnya untuk keperluan pendaftaran.

Tanpa disadari oleh Ayu ada seseorang yang dari tadi memerhatikannya. Kemuadian malamnya Ayu menerima pesan singkat dari teman guru di sekolah itu. Teman tersebut meminta izin padanya agar dapat mengirimkan nomor ponselnya ke orang yang tadi datang kesekolah.

Dalam keadaan yang cukup lelah Ayu langsung meng iya kan saja permintaan temannya tersebut.

Keesokan harinya selalu ada pesan yang berisi kalimat menyemangati dan akhirnya permintaan untuk berteman.

Ya, laki-laki itu kini kian dekat dengan Ayu. Namun, mereka belum pernah bertemu untuk sekedar mengetahui satu dengan yang lain. Ayu cukup merasa nyaman dengan yang sekarang berjalan.

Tak lama berselang lelaki itu akhirnya meminta izin untuk bertemu. Ayu menceritakan bahwa dirinya bukanlah berasal dari daerah itu. Ayu menantang laki-laki itu untuk langsung datang ke rumah orang tuanya di Kota. Jika memang serius pasti dia akan datang, bisik Ayu dalam hati.

Malam hari itu Ayu hanya berkata pada ibunya bahwa besok pagi akan ada yang datang kerumah untuk menyatakan keseriusan untuk meminang Ayu. Ayah dan Ibu Ayu hanya tersenyum dan sudah siap untuk menyambut calon menantu. Keesokan harinya tak pernah disangka bahwa ternyata laki-laki yang ayu kenal melalui temannya itu benar-benar datang dengan membawa hantaran lengkap dengan perahu hias, persis seperti yang dilihat oleh Bu Am waktu itu.

Penantian Bu Am selama ini akhirnya datang, perahu hias dengan ornamen yang sarat akan makna telah berlabuh dirumah Bu Am untuk meminang anak gadisnya.

Ayu melihat wajah ibunya yang merona bahagia dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Rangkaian prosesi adat pu digelar satu per satu. Gadis kecil Bu Am benar-benar dipinang oleh laki-laki dari daerah yang adatnya sangat dikagumi oleh Bu Am karena sangat mengharigai kaum perempuan. Keluarga orang asli daerah setempat dan keluarga pendatang dari rantau kini bersatu dalam kesakralan adat bumi serentak bak regam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun