Mentari pagi mulai muncul, menyinari kamar seorang anak remaja putri yang masih terlelap di dunia mimpinya itu. Anak itu pun perlahan-lahan terusik dengan cahaya yang terang itu. Dia adalah Santi.
"Nak, bangun! kamu tidak pergi Sekolah? ini sudah pukul 6.30!."Â
"Sebentar Bu, Santi lagi siap-siap."
Santi berangkat Sekolah lebih memilih untuk berjalan kaki. Santi berpikir karena jalan kaki lebih sehat dari pada naik kendaraan.Â
Santi sebenarnya sangat malas untuk pergi ke Sekolah, dikarenakan di Sekolah Santi selalu direndahkan dengan teman-temannya. Karena Santi ketika Sekolah selalu membawa kue buatan Ibunya untuk dijual keliling Sekolah.
"Eh, Santi lagi, Santi lagi. Kamu ga capek apa jualan gitu terus, kalo aku sih capek. Kamu kuat banget" Ucap Wawa, salah satu teman SantiÂ
"Mau gimana lagi, Wa. Ini emang sudah takdirku, kalau aku sekolah tidak disamping dengan dagang, aku ga bisa ambil ijazah."
"Tapi kamu kan dapat beasiswa dari Sekolah, kenapa harus ngumpulin uang dulu."
"panjang ceritanya Wa, Lain kali aku cerita. Udah ya, aku mau lanjut keliling lagi."
Ya, benar. Santi memang mempunyai teman yang berbeda kelas dengannya, yaitu Wawa. Kehadiran Wawa membuat Santi merasa dihargai dan diterima di lingkungan Sekolah. Santi memiliki tanggungan sebelum lulus, yaitu membayar uang sekolah.
"Eh, Santi. Mau sampai kapan kamu Sekolah di sini sih?, aku dan teman-teman sudah muak dengan kamu!." Ucap si ketua geng pembully.