Mohon tunggu...
Putri AlyumiAmin
Putri AlyumiAmin Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Hi, My name is Umi, I am a student majoring in Islamic Early Childhood Education at the Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University of North Sumatra. I am a writer for several communities such as Hellocation.id, Local Youths Indonesia, Gorontalo Baik, Girl Boss Indonesia, and I am also an SDGs Ambassador at the ASEAN Youth Organization (AYO). Nice to meet you!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Perkembangan Sosial-Emosional Menurut Erik Erikson

11 Mei 2024   15:55 Diperbarui: 3 Juni 2024   07:46 1353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Erik Erikson (1902-1994) adalah seorang ahli psikoanalisis dan psikolog perkembangan yang terkenal dengan teori perkembangan psikososialnya. Dia lahir di Frankfurt, Jerman, dan dibesarkan oleh ibu tunggal. Erikson mempelajari psikoanalisis dari Anna Freud, putri Sigmund Freud, dan mengembangkan teorinya sendiri tentang tahapan perkembangan manusia sepanjang hidup.

Biografi Singkat Erik Erikson:

  • Lahir pada 15 Juni 1902 di Frankfurt, Jerman.
  • Dibesarkan oleh ibu tunggal karena ayahnya meninggalkan keluarga.
  • Belajar psikoanalisis dari Anna Freud dan mengembangkan teori perkembangan psikososial.
  • Bekerja sebagai psikiater dan profesor di berbagai universitas terkenal, seperti Harvard, Yale, dan Berkeley.
  • Meninggal pada 12 Mei 1994 di Hartland, Massachusetts, Amerika Serikat.

Teori Perkembangan Psikososial Erikson

rumahinspirasi.com
rumahinspirasi.com

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sepanjang hidup melalui delapan tahapan psikososial. Setiap tahapan melibatkan konflik atau krisis yang harus diselesaikan untuk mencapai perkembangan yang sehat. Berikut adalah tahapan-tahapan tersebut:

1. Trust vs Mistrust (Percaya Vs Tidak Percaya) Usia 0-1,5 tahun

Pada tahap ini, bayi mengembangkan rasa kepercayaan atau ketidakpercayaan terhadap lingkungannya, terutama melalui interaksi dengan pengasuh utama, biasanya ibu. Jika kebutuhan dasar bayi, seperti makan, kehangatan, dan kenyamanan, dipenuhi dengan konsisten dan penuh kasih sayang, maka bayi akan mengembangkan rasa percaya bahwa dunia adalah tempat yang aman dan dapat diandalkan. Sebaliknya, jika kebutuhan bayi tidak terpenuhi atau pengasuh tidak responsif, maka bayi dapat mengembangkan rasa tidak percaya dan kecemasan. Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam perkembangan sosial-emosional di masa depan, seperti kesulitan dalam membentuk hubungan yang dekat dan aman dengan orang lain.

2. Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Malu atau Ragu-ragu) antara usia 2-3 tahun

Pada tahap ini, anak-anak mulai belajar untuk mandiri dan mengembangkan kontrol diri. Mereka ingin melakukan banyak hal sendiri, seperti makan, berpakaian, dan bermain. Jika orang tua dan lingkungan mendukung kemandirian anak dan memberikan kesempatan untuk bereksperimen dan belajar, maka anak akan mengembangkan rasa otonomi yang sehat. Namun, jika orang tua terlalu melindungi atau mengkritik usaha anak, anak dapat mengembangkan rasa malu dan ragu terhadap kemampuannya sendiri. Hal ini dapat menghambat perkembangan kemandirian dan harga diri anak di masa depan.

3. Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Rasa Bersalah antara 4-5 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai mengeksplorasi lingkungan mereka dan mengembangkan inisiatif dalam bermain dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka juga mulai memahami konsep benar dan salah, serta mengembangkan hati nurani. Jika orang tua dan lingkungan mendorong anak untuk bereksplorasi dan mencoba hal-hal baru, serta memberikan panduan yang positif, maka anak akan mengembangkan rasa inisiatif yang sehat. Namun, jika orang tua terlalu membatasi atau sering menghukum anak, anak dapat mengembangkan rasa bersalah yang berlebihan dan kehilangan rasa inisiatif.

4.   Industry vs Inferiority (industri vs inferior usia 6-11 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai belajar keterampilan baru di sekolah dan aktivitas lainnya. Mereka ingin merasa kompeten dan produktif. Jika lingkungan memberikan dukungan dan penghargaan atas usaha anak, maka anak akan mengembangkan rasa kerajinan dan percaya diri dalam kemampuannya. Sebaliknya, jika anak sering dikritik atau dibandingkan dengan anak lain yang lebih terampil, anak dapat mengembangkan perasaan inferioritas atau rendah diri. Hal ini dapat menyebabkan anak kehilangan motivasi dan menghindari tantangan di masa depan.

5. Ego-Identity vs Role Confusion (Identitas Diri vs Kekacauan Peran) Usia 12-18 atau 20 tahun

Remaja mengembangkan identitas diri yang kuat atau mengalami kebingungan identitas. Mereka mencari jawaban atas pertanyaan "Siapa saya?" dan berusaha mengintegrasikan berbagai peran dan identitas yang dimiliki. Jika remaja berhasil membentuk identitas diri yang koheren, maka mereka akan merasa nyaman dengan diri sendiri dan siap untuk menjalin hubungan yang lebih intim dengan orang lain. Jika remaja berhasil membentuk identitas diri yang koheren, maka mereka akan merasa nyaman dengan diri sendiri dan siap untuk menjalin hubungan yang lebih intim dengan orang lain. Namun, jika remaja gagal dalam tugas ini, mereka dapat mengalami kebingungan identitas dan merasa bingung tentang peran dan tujuan hidup mereka.

6. Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Pengasingan) usia 18/19-30 tahun

Orang dewasa muda mengembangkan hubungan intim atau merasa terisolasi dari orang lain. Mereka harus belajar untuk berbagi, mempercayai, dan bergantung pada pasangan atau teman dekat. Jika mereka berhasil dalam tugas ini, mereka akan mengembangkan keintiman dan kemampuan untuk menjalin hubungan yang memuaskan. Namun, jika mereka gagal, mereka dapat merasa terisolasi dan kesulitan untuk membuka diri kepada orang lain.

7. Generativity vs Stagnation (Perluasan vs Stagnasi) antara usia 20-50 tahun

 Pada tahap ini, orang dewasa menghadapi tantangan untuk memberikan kontribusi kepada generasi berikutnya, baik melalui pekerjaan, pengasuhan anak, atau aktivitas lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat. Jika mereka berhasil dalam tugas ini, mereka akan merasa puas dan produktif secara kreatif. Namun, jika mereka gagal, mereka dapat merasa stagnan dan tidak puas dengan kehidupan mereka.

8. Integrity vs Despair (Integritas dan Kekecewaan) usia 60 tahun

Pada tahap terakhir ini, orang tua menghadapi tantangan untuk menerima hidup mereka seperti adanya dan menemukan makna dalam pengalaman hidup mereka. Jika mereka berhasil dalam tugas ini, mereka akan mengembangkan rasa integritas dan penerimaan diri. Namun, jika mereka gagal, mereka dapat merasa putus asa dan menyesali hidup mereka.

Untuk lebih jelasnya, silahkan lihat video berikut ini:


Ciri-ciri Perkembangan Sosial-Emosional Menurut Erikson:

  • Perkembangan manusia terjadi sepanjang hidup dan dibagi menjadi delapan tahapan.
  • Setiap tahapan melibatkan konflik atau krisis yang harus diselesaikan untuk mencapai perkembangan yan
  • g sehat.
  • Penyelesaian krisis di satu tahapan mempengaruhi tahapan selanjutnya.
  • Perkembangan sosial dan emosional saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.
  • Lingkungan sosial dan budaya memainkan peran penting dalam perkembangan individu.

Pandangan Erikson terhadap Perkembangan Sosial-Emosional Anak Usia Dini:

Erikson menekankan pentingnya pengalaman awal dalam membentuk kepercayaan, otonomi, dan inisiatif anak-anak. Tahapan perkembangan awal, seperti tahap kepercayaan vs ketidakpercayaan, otonomi vs rasa malu dan ragu, serta inisiatif vs rasa bersalah, sangat penting untuk perkembangan sosial-emosional anak usia dini.

Erikson berpendapat bahwa anak-anak membutuhkan lingkungan yang aman, penuh kasih sayang, dan mendorong kemandirian untuk mengembangkan kepercayaan, otonomi, dan inisiatif yang sehat. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, anak-anak dapat mengembangkan ketidakpercayaan, rasa malu, dan rasa bersalah yang dapat menghambat perkembangan sosial-emosional mereka di masa depan.

Sumber: Erikson, E. H. (1963). Childhood and Society. New York: W. W. Norton & Company.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun