Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Diagonal Biru

25 November 2015   12:25 Diperbarui: 25 November 2015   12:46 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


    

 

DIAGONAL BIRU

 

Karya Komroden Haro ini merupakan salah satu karya yang terletak di Jl.Mangkubumi dipamerkan dalam event Jogja Street Sclupture Project, karya tersebut berjudul “Diagonal Biru” dibuat pada tahun dari bahan kayu Jati berukuran 220x14 cm. Karya “Diagonal Biru” tersebut berbentuk pensil berwarna biru yang ujungnya dibuat runcing dengan sempuna dan berdiri dengan kemiringan 45 derajat ke arah selatan. Ujung atas pensil tersebut dibentuk seperti salah satu simpul tunggal. Pada kayu jati berbentuk pensil tersebut terdapat tulisan yaitu nama dari pembuat karya dan tahun dibuatnnya karya, dan pada ujung kayu bagian atas terdapat tulisan HB. Karya tersebut diletakkan di trotoar sebelah sisi kanan jalan yang dimana di sekitarnya terdapat banyak pertokoan.

Karya patung berbentuk pensil ini berdiri dengan kemiringan 45 derajat ke arah selatan, yaitu ke arah Kraton Kasultanan Yogyakarta, dan seperti yang tertulis pada pensil, huruf “HB” bisa diartikan sebagai Hamengkubuwono yang merupakan pemimpin dan pemilik keputusan mutlak bagi wilayah Yogyakarta, dimana seluruh pemerintahan berada dibawah keputusan dari Hamengkubuwono X yang memerintah saat ini. 45 sendiri mewakili makna kemerdekaan dimana pada tahun 1945 Indonesia terbebas dari penjajah dan meraih kemerdekaannya.

Bahan yang digunakan adalah kayu jati, dimana kayu jati merupakan salah satu kayu dengan kualitas terbaik dan mahal harganya, kayu jati ini menjadi perwakilan tentang sosok Kraton Kasultanan Yogyakarta yang masih kokoh berdiri hingga sekarang disamping perkembangan Kota Yogyakarta yang semakin modern.

Kenyataannya, pensil HB merupakan pensil yang bila digunakan untuk menulis atau menggambar sangat tipis dan mudah dihapus, dengan kata lain untuk membentuk makna  karya ini adalah bahwa kekuasaan Sri Sultan saat ini tak sekuat dulu, ini berkaitan dengan kemerdekaan atau kebebasan Sultan dalam mengatur tata kota Kota Yogyakarta dan semua itu sangat bepengaruh nantinya dengan kondisi wilayah yang berada dalam pimpinannya.

Namun bisa juga diartikan sebaliknya, yaitu bahwa kekuasaan dari Hamengkubuwono X ini sudah semakin memudar seiring berkembangnya Kota Yogyakarta, dimana Sultan tidak menjadi penguasa mutlak seperti pada jaman sebelum beliau berkuasa.

Simpul bisa mengacu pada batasan atau sesuatu yang rumit,keterikatan dan tekanan dari luar, batasan kali ini bisa mengacu kepada batasan tentang peraturan-peraturan yang seharusnya ditentukan oleh Sri Sultan sendiri selaku pemimpin dari Kota Yogyakarta itu sendiri.

Tekanan-tekanan dari luar muncul dari semakin pesatnya pembangunan hotel dan mall di Kota Yogyakarta ini yang disinyalir menyebabkan berkurangnya keinstimewaan Kota Yogyakarta sendiri, unsur budaya memang masih kuat bila kita menengok Kota Yogyakarta dibanding dengan kota-kota yang lainnya, namun untuk orang yang sudah lama tinggal di Yogyakarta merasakan betul drastisnya perubahan Kota Yogyakarta yang awalnya rindang dan teduh menjadi semakin panas semenjak banyaknya hotel dan mall yang memakan banyak ruang hijau.

Bergesernya nama Yogyakarta sebagai kota pelajar ke kota wisata, dimana orang-orang dan turis asing menikmati Yogyakarta sebagai tempat wisata budaya dikarenakan banyaknya situs bersejarah yang mulai dibuka untuk menarik minat wisatawan lokal maupun wisatawan asing untuk datang ke Yogyakarta sekaligus bisa meningkatkan pendapatan daerah bagi Yogyakarta sendiri. Berbeda dengan Yogyakarta tempo dulu yang dikenal dengan kota pelajar dikarenakan banyaknya Universitas yang berada di Kota Yogyakarta.

Bila dikaitkan dengan isu sosial yang beredar saat ini, yaitu berkurangnya wilayah pedestrian atau pejalan kaki, karya ini bisa dibilang mewakili isu tersebut, dimana karya berbentuk pensil tersebut berada di trotoar pinggir jalan yang mengarah ke arah Kraton Kasultanan Yogyakarta , trotoar sendiri lebih mewaliki para pejalan kaki.

Karya ini memiliki tanda bahwa masyarakat ingin meminta Sri Sultan untuk menambah lagi wilayah pejalan kaki dan melegalkan wilayah tersebut supaya Yogyakarta menjadi lebih nyaman, keinginan masyarakat ini diwakili dengan adanya barcode  di karya tersebut dan barcode  identik dengan makna resmi atau terdaftar dan legal . Kenyamanan yang diinginkan warga Yogyakarta ini diwakili dengan warna biru pensil tersebut, dimana biru melambangkan ketentraman.

Karya dari Komroden Haro ini mewakili tentang kondisi Kota Yogyakarta sekarang yang mulai bergeser karena pengaruh dari luar, Sri Sultan tidaklah lagi murni seorang pemimpin dari Kota Yogyakarta, melainkan beliau mendapat pengaruh dari luar yaitu tuntutan dari pemerintah karena Sri Sultan sendiri menjabat sebagai Gubernur Kota Yogyakarta, tidak seperti dulu dimana Raja bebas mengatur wilayahnya sendiri sesuai dengan keinginannya tanpa ada campur tangan dari orang lain. Isu-isu yang beredar di dalam Kraton ataupun yang sampai terdengan oleh masyarakat luar

Kraton mewakili sebuah simpul yang dibuat dalam karya “Diagonal Biru” tersebut dimana simpul itu bermakna sebagai batasan dan tekanan dari luar. Tekanan dari luar itu yang memaksa untuk membentuk wilayah Yogyakarta menjadi seperti sekarang ini, yaitu bergesernya Kota Yogyakarta menjadi kota wisata yang sebelumnya menyandang gelar kota pelajar.

Dan berkurangnya wilayah pejalan kaki karena lebih mengutamakan pembangunan aset lain seperti misalnya hotel dan mall sehingga tata kota Yogyakarta saat ini dirasa kurang nyaman, dan maka dari itu karya ini bisa dikatakan sebagai tuntutan masyarakat untuk Sri Sultan kali ini untuk menambah ruang bagi pejalan kaki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun