Mohon tunggu...
Putri Aulia
Putri Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - ---

---

Selanjutnya

Tutup

Money

Green Political Economy Sebagai Solusi untuk Pembangunan Berkelanjutan

18 Desember 2021   09:30 Diperbarui: 18 Desember 2021   09:39 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ekonomi Alternatif: Optimis atau Utopis? 

Harus dapat diakui bahwa perjalanan menuju ekonomi alternatif memerlukan kolaborasi kolektif dari setiap individu untuk mencapai tujuan utama yaitu penanganan krisis iklim yang serius oleh berbagai pihak. Ekonomi politik hijau merupakan sebuah usaha sistemik untuk melancarkan tujuan utama tersebut. Meskipun demikian, banyak individu yang beranggapan bahwa tidak mungkin kita bisa melepaskan diri dari kapitalisme yang eksploitatif dan menerapkan sistem ekonomi alternatif yang mampu untuk menggantikan sistem yang ada saat ini. Benarkah demikian?

Barry dan Doran dalam tulisannya Refining Green Political Economy berargumen bahwa pada realita nya, kebanyakan orang tidak akan beralih dan menyetujui terhadap jenis lingkungan dan ekonomi yang sangat berbeda dalam rangka waktu yang singkat. Kedua tokoh tersebut menambahkan bahwa, karakter realistis para individu, terlebih yang tinggal diperkotaan yang menerapkan gaya hidup materialistis tidak bisa ditinggalkan dalam sekejap.  Tak ada bantahan terhadap pernyataan tersebut, sangat masuk akal dan realistis. Namun, rasa nya perlu diluruskan bahwa mengimplementasikan ekonomi politik hijau sebagai alternatif sistem yang ada pada saat ini tidak menyerukan penolakan secara total mengenai gaya hidup realistis, dengan embel - embel kembali ke alam dan melakukan hal - hal tradisional. Hal tersebut merupakan miskonsepsi yang cukup umum dalam membincangkan ekonomi politik hijau.

Konsep politik hijau menekankan adanya penilaian ulang (reassessment) secara kolektif dari gaya hidup tersebut dan mendorong adanya upaya pedagogis tentang kehidupan yang baik. Orang dapat memilih untuk menjalani berbagai gaya hidup dalam ekonomi hijau, beberapa di antaranya lebih berkelanjutan daripada yang lain, selama mereka tidak 'menyakiti' orang lain, membahayakan keberlanjutan ekologis jangka panjang, atau menghasilkan tingkat ketidakadilan sosial-ekonomi yang tidak adil. . Akibatnya, realisme dalam pengertian ini mengacu pada adopsi sikap hijau 'liberal' atau 'pasca-liberal'.

Pada era kontemporer saat ini dimana bidang teknologi sangat mendominasi berbagai aspek kehidupan menjadi salah satu bentuk upaya dalam penanganan krisis iklim dalam sistem green political economy. Ecomodernist, sebagai 'ekonomi politik' yang diinginkan yang menopang negara kontemporer dan bentuk pasar pembangunan berkelanjutan, dan menerima perlunya politik hijau untuk secara aktif berpartisipasi dalam diskusi dan kebijakan modernisasi ekologis dari sudut pandang strategis dan juga moral (Barry & Doran, 2006).

Namun, perlu diluruskan kembali bahwa negara yang mampu untuk menerapkan sistem ekomodernis ini masih didominasi oleh negara maju yang gaya hidupnya sudah biasa beriringan dengan teknologi. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa penerapan sistem ekonomi politik hijau dengan perspektif ekomodernis ini mampu untuk mendominasi negara berkembang karena kita ketahui bahwa teknologi ini pertumbuhannya sangat berkembang pesat. Konsepsi ekomodernis ini masih berupa a work in progress yang mana menjadi salah satu upaya alternatif untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan.

Mengatasi Krisis Iklim dengan Bantuan Teknologi 

Pasar memiliki peran dalam inovasi dan tata kelola pembangunan berkelanjutan yang mana eko-efisiensi dan modernisasi ekologis ekonomi terkait pada tuntutan non-ekologis politik hijau dan pembangunan berkelanjutan seperti keadilan sosial dan global, egalitarianisme, regulasi pasar yang demokratis, dan perluasan 'ekonomi' konseptual serta kebijakan nya  yang mencakup kegiatan ekonomi sosial, informal, dan non tunai, serta peran progresif negara.

Pada dasarnya, efisiensi sumber daya serta minimalisasi polusi dan limbah dalam konteks ekonomi politik hijau tidak dipermasalahkan sama sekali oleh berbagai pihak. Meskipun demikian, ada beberapa aspek yang kurang diperhatikan oleh sektor pemerintahan dan swasta dalam menelaah lebih lanjut mengenai konsepsi ekonomi politik hijau ini yang mana social bottom line dan pentingnya seperangkat prinsip dan tujuan kebijakan non-lingkungan ini dalam pengembangan ekonomi politik hijau. Kasus untuk mengurangi ketidaksetaraan sosial-ekonomi, serta strategi redistributif untuk mencapainya, belum mendapat banyak perhatian sebagaimana mestinya dalam model ekonomi politik hijau dan pembangunan berkelanjutan. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, disitulah persimpangan antara ekonomi politik hijau bertemu dengan pendekatan ekonomi marxisme.

Ketika negara, sektor swasta, dan partai politik berkumpul pada agenda modernisasi ekologis untuk mendamaikan bottom line lingkungan dan ekonomi melalui fokus yang hampir eksklusif pada garis dasar lingkungan, ekonomi politik akan menjadi semakin bergantung pada pengembangan agenda politik seputar masalah non-lingkungan maupun bidang kebijakan non-sumber daya.

Pertumbuhan yang kian meningkat tiap tahun nya berdampak pada kerusakan lingkungan yang juga bisa mempengaruhi tingkat kerentanan isu - isu kesenjangan yang terjadi. Para ekomodernis menelaah kasus tersebut dengan kacamata teknologi sebagai solusi. Argumen pertama yang selalu disanggah yaitu bagaimana teknologi menjadi solusi di era kontemporer seperti ini ketika teknologi malah menjadi masalah utama? Pada dasarnya, populasi manusia purba memiliki footprints  individu yang jauh lebih besar daripada masyarakat saat ini, meskipun memiliki teknologi yang jauh lebih kompleks. Teknologi modern memberikan prospek nyata untuk meminimalkan dampak total manusia terhadap biosfer dengan memanfaatkan proses dan jasa ekosistem alami secara lebih efektif. Dimungkinkan untuk mengidentifikasi jalur menuju Antroposen yang lebih baik dengan merangkul teknologi ini (Asafu-Adjaye et al., 2015). Penolakan terhadap kemajuan teknologi merupakan kerugian yang sangat besar bagi suatu negara, manusia tidak bisa terus menerus bergantung pada alam tanpa melihat alternatif lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun