Mohon tunggu...
Putri Dwi Amanda
Putri Dwi Amanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Sriwijaya

Try everything

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kolaborasi Populasi Manusia dan Industrialisasi: Penyebab Utama Kerusakan Alam

24 Februari 2023   22:06 Diperbarui: 25 Februari 2023   20:44 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

"60 tahun lalu kami percaya bahwa batu bara adalah sumber tenaga terbaik. Kami mengira lautan begitu besar sehingga tidak ada yang bisa merusaknya dan hutan hujan tropis akan selalu ada. Saat itu kami mengira konservasi sebagian besar hanya tentang melindungi hewan yang bermasalah, kami tidak tahu bahwa pada akhirnya kami harus melindungi seluruh alam," (World Wide Fund for Nature ).

Setelah menonton satu video dari kanal YouTube WWF tersebut, satu pertanyaan yang muncul di benak saya adalah seberapa hijau bumi ini sebelum saya menyadari sedikit demi sedikit dunia bergerak ke arah kerusakan yang fatal?

Dulu saya juga berpikir jika bumi tidak akan pernah berubah.

Selama 19 tahun hidup, saya ingat keluarga saya pernah jadi bagian dari orang-orang yang harus membuat penjernih air sendiri karena kekeringan akibat tidak turun hujan selama berbulan-bulan. Sekolah membagikan masker kepada seluruh anak muridnya sebab kebakaran yang sering terjadi meninggalkan kabut asap yang tebal. 

Situasi itu berlangsung lumayan lama, hanya butuh beberapa minggu untuk pihak sekolah memutuskan meliburkan siswa-siswanya. Dalam keadaan seperti itu saya hanya peduli  untuk masuk kedalam euphoria teman-teman lain yang tidak perlu bangun pagi untuk berangkat ke sekolah dan mewanti-wanti jika hujan turun maka semua kesenangan itu akan berakhir.

Kenangan tersebut saya bawa kembali ketika mengetik tulisan ini, umur saya yang sudah bertambah membuat suasananya terasa sedikit berbeda. Alih-alih senang, kekhawatiran malah sedikit menyenggol diri saya saat menyadari bahwa mungkin saja hujan tidak akan penah turun lagi ke bumi lalu bukan hanya masalah kekeringan saja yang akan menutup sekolah secara bertahap tetapi seluruh aktivitas kita akan terhenti dalam jangka panjang.

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah mempercepat proses penuaan bumi, begitu juga bertambahnya populasi manusia. Pada 8 Februari 2023 lalu, World Population Review menampilkan data real time populasi dunia yang sudah menyentuh angka lebih dari 8 miliar jiwa. 

Dengan memperhitungkan beberapa aspek, fakta tersebut tentu menjadi tantangan bagi dunia sekaligus ancaman baru terutama dalam aktivitas pemenuhan manusia dan korelasinya dengan keberlangsungan lingkungan alam.

Meningkatnya populasi manusia berarti meningkatnya permintaan atas tanah, air, makanan, dan produk.

Ada lebih dari 8 miliar manusia di dunia ini dan semuanya punya kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu dari segi pemenuhan kebutuhan primer, sekunder sampai tersier. 

Dalam proses pemenuhannya kita mungkin tidak sadar jika alam sudah kita rusak secara bertahap. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, hutan-hutan hijau dibuka untuk lahan pertanian, kebutuhan akan bahan bakar fosil dan listrik membuat batu bara seolah-olah jadi primadona.

Lalu pernahkah kalian berpikir jika perilaku konsumtif yang kalian lakukan itu turut memperburuk kerentanan alam?

Disinilah peran industrialisasi bermain, disaat mereka dengan sangat-sangat sukarela meladeni segunung permintaan konsumennya akan produk-produk tersebut. Padahal setiap beroperasi, ribuan ton emisi karbon dilepaskan ke udara. Dari sekian banyak industri negara-negara maju, kita ambil satu contoh negara industri Amerika Serikat.  

Menurut laporan Carbon Brief 2021, negara penghasil emisi karbon terbesar nomor satu adalah Amerika Serikat dengan jumlah kumulatif emisi karbon yang dikeluarkan sejak 1850 sampai akhir 2021 adalah sebesar 509 Giga ton CO2 (GtCO2). Sebagai negara yang dikenal dengan liberalisasi ekonominya, AS tentu punya banyak perusahaan besar yang mendunia contohnya perusahaan Coca Cola. Perusahaan minuman bersoda ini juga memiliki merk minuman seperti Sprite, Fanta, Minute Maid, Nestea, dan masih banyak lagi.

Dewasa ini dengan semakin berkembangnya isu-isu internasional, konsep keamanan turut bergeser dari yang awalnya hanya berfokus pada bidang militerisasi saja menjadi keamanan yang bersifat non-militerisasi, konsep ini disebut sebagai human security. Dari tujuh fokus keamanan manusia, lingkungan termasuk ke dalam salah satu kajiannya.

Faktanya, Coca cola juga berada di posisi pertama sebagai penyumbang terbesar limbah botol plastik  sekali pakai menurut laporan Break Free From Platic. Sejujurnya fakta ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan bagi saya mengingat hampir seluruh agenda kumpul-kumpul keluarga selalu menyertakan coca cola di tengah-tengah meja. Akan tetapi koar-koar pihak coca cola yang mengatakan sudah meluncurkan kemasan baru dari hasil kerja mereka mengembangkan botol plastik daur ulang tidak terlalu membantu.

Entah yang salah siapa, konsumen yang tidak terlalu peduli soal lingkungan atau lagi-lagi pihak coca cola yang kurang memberikan sosialisasi tentang program recyle mereka, nyatanya hanya sedikit dari botol-botol itu yang berhasil dikumpulkan dan didaur ulang, sisanya berakhir berenang bersama ikan-ikan.

Tidak sampai disitu saja, coca cola cabang Brazil juga sempat dikecam karena melakukan privatisasi air pada Maret 2018 yang menyebabkan kelangkaan air pada daerah-daerah sekitar pabrik.

Saya menemukan kasus dimana pada 2004 coca cola membuang limbahnya ke Sungai Gangga yang mana sungai tersebut adalah sungai yang disakralkan oleh masyarakat India. Protes yang dilakukan masyarakat India kepada coca cola saat itu bahkan tidak bisa dikatakan damai setelah sebelumnya coca cola juga melakukan eksploitasi air secara berlebihan dan menyebabkan air sumur terkontaminasi sehingga banyak dari warga India mengalami sakit perut dan penyakit kulit.

Proses industrialisasi semacam ini tidak hanya merusak alam saja tetapi juga mengorbankan kepentingan manusia yang lain sehingga status sumber daya alam yang penting seringkali diperebutkan.

Lantas bagaimana solusinya?

Pengambilan air hendaknya dilakukan dengan metode sustainable agar hak-hak manusia yang lain tidak diambil sembarangan. Selanjutnya, segera transisi. Transisi yang saya maksud mencakup dua hal yaitu transisi energi fosil ke energi terbarukan dan transisi kemasan-kemasan produk jenis apapun ke kemasan yang lebih ramah lingkungan guna mencegah limbah sampah itu berakhir di selokan-selokan dan sungai-sungai.  

Memang beberapa implementasi sudah dilakukan seperti coca cola yang meluncurkan program recyle me, tetapi nampaknya implementasi itu tidak terlihat konsisten dengan masih diproduksinya kemasan-kemasan sekali pakai.

Karena alam ini adalah milik kita bersama maka usaha kolektif dari semua pihak wajib dilakukan. Kerusakan lingkungan pada level sekarang sudah masuk ketahap yang tidak bisa ditolerir lagi dan pada tahap tertentu akan mengancam keamanan manusia di seluruh dunia. Maka dari itu para pemimpin negara harus benar-benar berkomitmen untuk menjalankan semua capaian nol emisinya termasuk memberi kompensasi dana serta transfer teknologi oleh negara-negara maju ke negara berkembang dan bukan sekedar berpidato soal ancaman pemanasan global di konferensi tingkat tinggi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan manusia akan terus bertambah seiring dengan semakin meningkatnya penduduk dunia. Tetapi dengan kita berusaha keras menjaga keberlangsungan alam, diharapkan bumi ini bisa bernapas lebih leluasa dan bisa bertahan sampai generasi selanjutnya.

Nama: Putri Dwi Amanda. M

NIM   : 07041182126015

Referensi:

Barry Buzan, O. w. (1998). Security A New Framework For Analysis. United States: Lynne Rienner Publishers.

Biggest Plastic Polluter Named Sponsor for COP27-Greenpeace Reaction. (2022, September 30). Retrieved from Greenpeace: https://www.greenpeace.org/international/press-release/55960/coca-cola-biggest-plastic-polluter-sponsor-cop27-greenpeace-reaction/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun