Mohon tunggu...
Putri Dwi Amanda
Putri Dwi Amanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Sriwijaya

Try everything

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kolaborasi Populasi Manusia dan Industrialisasi: Penyebab Utama Kerusakan Alam

24 Februari 2023   22:06 Diperbarui: 25 Februari 2023   20:44 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Disinilah peran industrialisasi bermain, disaat mereka dengan sangat-sangat sukarela meladeni segunung permintaan konsumennya akan produk-produk tersebut. Padahal setiap beroperasi, ribuan ton emisi karbon dilepaskan ke udara. Dari sekian banyak industri negara-negara maju, kita ambil satu contoh negara industri Amerika Serikat.  

Menurut laporan Carbon Brief 2021, negara penghasil emisi karbon terbesar nomor satu adalah Amerika Serikat dengan jumlah kumulatif emisi karbon yang dikeluarkan sejak 1850 sampai akhir 2021 adalah sebesar 509 Giga ton CO2 (GtCO2). Sebagai negara yang dikenal dengan liberalisasi ekonominya, AS tentu punya banyak perusahaan besar yang mendunia contohnya perusahaan Coca Cola. Perusahaan minuman bersoda ini juga memiliki merk minuman seperti Sprite, Fanta, Minute Maid, Nestea, dan masih banyak lagi.

Dewasa ini dengan semakin berkembangnya isu-isu internasional, konsep keamanan turut bergeser dari yang awalnya hanya berfokus pada bidang militerisasi saja menjadi keamanan yang bersifat non-militerisasi, konsep ini disebut sebagai human security. Dari tujuh fokus keamanan manusia, lingkungan termasuk ke dalam salah satu kajiannya.

Faktanya, Coca cola juga berada di posisi pertama sebagai penyumbang terbesar limbah botol plastik  sekali pakai menurut laporan Break Free From Platic. Sejujurnya fakta ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan bagi saya mengingat hampir seluruh agenda kumpul-kumpul keluarga selalu menyertakan coca cola di tengah-tengah meja. Akan tetapi koar-koar pihak coca cola yang mengatakan sudah meluncurkan kemasan baru dari hasil kerja mereka mengembangkan botol plastik daur ulang tidak terlalu membantu.

Entah yang salah siapa, konsumen yang tidak terlalu peduli soal lingkungan atau lagi-lagi pihak coca cola yang kurang memberikan sosialisasi tentang program recyle mereka, nyatanya hanya sedikit dari botol-botol itu yang berhasil dikumpulkan dan didaur ulang, sisanya berakhir berenang bersama ikan-ikan.

Tidak sampai disitu saja, coca cola cabang Brazil juga sempat dikecam karena melakukan privatisasi air pada Maret 2018 yang menyebabkan kelangkaan air pada daerah-daerah sekitar pabrik.

Saya menemukan kasus dimana pada 2004 coca cola membuang limbahnya ke Sungai Gangga yang mana sungai tersebut adalah sungai yang disakralkan oleh masyarakat India. Protes yang dilakukan masyarakat India kepada coca cola saat itu bahkan tidak bisa dikatakan damai setelah sebelumnya coca cola juga melakukan eksploitasi air secara berlebihan dan menyebabkan air sumur terkontaminasi sehingga banyak dari warga India mengalami sakit perut dan penyakit kulit.

Proses industrialisasi semacam ini tidak hanya merusak alam saja tetapi juga mengorbankan kepentingan manusia yang lain sehingga status sumber daya alam yang penting seringkali diperebutkan.

Lantas bagaimana solusinya?

Pengambilan air hendaknya dilakukan dengan metode sustainable agar hak-hak manusia yang lain tidak diambil sembarangan. Selanjutnya, segera transisi. Transisi yang saya maksud mencakup dua hal yaitu transisi energi fosil ke energi terbarukan dan transisi kemasan-kemasan produk jenis apapun ke kemasan yang lebih ramah lingkungan guna mencegah limbah sampah itu berakhir di selokan-selokan dan sungai-sungai.  

Memang beberapa implementasi sudah dilakukan seperti coca cola yang meluncurkan program recyle me, tetapi nampaknya implementasi itu tidak terlihat konsisten dengan masih diproduksinya kemasan-kemasan sekali pakai.

Karena alam ini adalah milik kita bersama maka usaha kolektif dari semua pihak wajib dilakukan. Kerusakan lingkungan pada level sekarang sudah masuk ketahap yang tidak bisa ditolerir lagi dan pada tahap tertentu akan mengancam keamanan manusia di seluruh dunia. Maka dari itu para pemimpin negara harus benar-benar berkomitmen untuk menjalankan semua capaian nol emisinya termasuk memberi kompensasi dana serta transfer teknologi oleh negara-negara maju ke negara berkembang dan bukan sekedar berpidato soal ancaman pemanasan global di konferensi tingkat tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun