Produk Domestik Bruto atau yang lebih dikenal dengan PDB digunakan untuk melihat dan membandingkan laju pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh dari tahun ke tahun. Adapun salah satu kategori yang berperan penting terhadap PDB adalah kategori pertanian. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020 kontribusi kategori pertanian terhadap PDB menunjukkan kenaikan sebesar 0,99% dibanding tahun 2019. Adapun sub kategori pertanian yang menonjol yaitu tanaman perkebunan yang menyumbang 3,63% dari 13,70% kontribusi kategori pertanian. Apabila membahas mengenai perkebunan, maka salah satu komoditas terkenal masa kini dari tanaman perkebunan adalah kopi.
Mengkonsumsi kopi saat ini menjadi tren di kalangan anak muda di Indonesia. Hal ini ditandai dengan meningkatnya konsumsi kopi di Indonesia sebesar 4,04% atau tepatnya 5 juta kantong berukuran 60 kg untuk periode 2020/2021. Namun, tahukah Anda daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia ialah Sumatera Selatan? Sumatera Selatan atau provinsi yang akrab dikenal dengan julukan Bumi Sriwijaya ini memiliki luas areal perkebunan kopi sebesar 250.305 ha pada 2020. Dengan areal yang sangat luas tersebut menyebabkan Sumatera Selatan menjadi daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia yaitu sebesar 198.945 ton. Hal inilah yang menyebabkan Sumatera Selatan menyumbang lebih dari seperempat produksi kopi nasional, yaitu 762.380 ton.
Daerah Sumatera Selatan Penghasil KopiÂ
Secara administratif provinsi Sumatera Selatan memiliki 12 kabupaten dan 4 kota, tetapi hanya terdapat tujuh daerah dengan 6 kabupaten dan 1 kota yang berpotensial dalam produksi kopi. Tujuh daerah tersebut adalah Empat Lawang, Lahat, Muara Enim, Musi Rawas, Pagaralam, OKU, serta OKU Selatan. Akan tetapi, di antara ketujuh daerah tersebut, ada tiga daerah yang mendapatkan Sertifikasi Indikasi Geografis (SIG). Apa itu SIG? SIG merupakan sertifikasi yang memberi perlindungan hukum untuk nama geografis asal produk, peningkatan penerimaan konsumen, serta jaminan keaslian asal suatu produk. Ketiga daerah tersebut yaitu Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Muara Enim, dan Kota Pagaralam.
Jenis Kopi Sumatera Selatan
Jenis kopi yang mayoritas diproduksi di Sumatera Selatan ialah 90% kopi Robusta dan 10% kopi Arabika. Kedua jenis kopi tersebut berbeda baik dari segi ukuran, maupun rasa. Sebagai fun facts, kopi Arabika memiliki kadar kafein yang lebih rendah dibandingkan dengan kopi Robusta, bahkan dua kali lebih rendah. Selain itu, pada kopi Arabika terdapat kadar gula dua kali lebih tinggi daripada kopi Robusta. Hal inilah yang menyebabkan kopi Arabika cenderung lebih manis, sehingga lebih banyak diminati. Akan tetapi, kopi Arabika harganya mahal dikarenakan sulitnya merawat tanaman kopi Arabika apabila dibandingkan dengan kopi Robusta.
Produktivitas dan Harga Kopi Belum OptimalÂ
Walaupun Sumatera Selatan menjadi provinsi yang memproduksi kopi terbesar di Indonesia, produktivitas kopi di Sumatera Selatan masih di bawah Riau, Sumatera Utara, dan Jambi yang baik luas areal perkebunan kopi maupun produksi kopinya jauh di bawah Sumatera Selatan. Di mana produktivitasnya hanya sebesar 940 kilogram per hektar per tahun 2020. Hal ini bermakna bahwa kopi Sumatera Selatan belum dimanfaatkan dan diatur dengan baik sehingga belum mencapai hasil optimal. Mengapa demikian? Kopi Sumatera Selatan dinilai belum memiliki identitas asli dikarenakan banyaknya produksi kopi yang dijual dengan tengkulak Lampung yang pada akhirnya . Dikarenakan hal ini pula Sumatera Selatan tidak mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menjual ke tengkulak juga mengakibatkan harga kopi yang diajukan rendah, sehingga petani setempat beralih untuk menanam cabai, karet, sayuran, dan lainnya.
Selain itu, diketahui perkebunan kopi di Sumatera Selatan tergolong banyak yang sudah tua. Tanaman kopi produktif apabila berusia 5 hingga 20 tahun. Apabila sudah melewati usia 20 tahun, produktivitas tanaman kopi dinilai sudah berkurang. Namun pada kenyataannya perkebunan kopi di Indonesia banyak yang telah berusia 30 tahun, tak terkecuali Sumatera Selatan. Apabila permasalahan-permasalah ini tidak diatasi, Sumatera Selatan akan kehilangan "gelar" sebagai provinsi produsen kopi terbesar di Indonesia. Apabila demikian, penghasilan  para petani akan berkurang dan devisa daerah juga ikut berkurang.