Kebanyakan kasus-kasus intoleransi itu pada kasus intoleransi beragama. Sering kali kita mendengar berita-berita di media sosial tentang penghinaan agama yang satu dengan agama lainnya, menjelekkan tempat peribadatan, yang paling berbahaya adalah terorisme beragama.
Indeks Toleransi Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Indonesia dari tiga indikator masih rendah. Diambil data dari Puslitbang Kemenag, skor nasional indeks KUB yang diambil dari 34 provinsi dan 13600 responden tahun 2021 sebesar 72,39% meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2020 sebesar 67,46%.
Meskipun indeks nasional meningkat, indikator toleransi bernilai rendah sebesar 68,72% dari kedua indikator lainnya yaitu indikator kerjasama sebesar 73,41% dan indikator kesetaraan sebesar 75,03%.
Tidak hanya toleransi, bahkan banyak diskriminasi agama yang juga dominan terjadi di Indonesia. Menurut Indonesia Indicator dalam kurun waktu 1 Januari – 10 Agustus 2020, tercatat sebesar 5,117 berita dari 940 portal media online lokal dan nasional yang memberitakan tentang diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan kelompok rentan di Indonesia.
Terdapat data bahwa jenis diskriminasi agama dominan terjadi di Indonesia sebesar 59%, diskriminasi difabel sebesar 30%, dan diskriminasi gender sebesar 11%. Data tersebut terjadi di 10 provinsi dan total mencapai 17 kasus.
Terdapat 1 kasus pada wilayah Aceh, Sumatera Utara, Kep.Riau, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Utara. Terdapat 2 kasus pada wilayah DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Terdapat 3 kasus pada Sumatera Barat dan terakhir 4 kasus di Jawa Barat.
Menurut hasil riset Setara Institute tahun 2020, menunjukkan jenis pelanggaran atas kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) yang paling banyak terjadi di Indonesia yakni tindakan intoleransi. Tindakan tersebut banyak dilakukan oleh aktor non-negara, seperti individu, warga, ormas keagamaan, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Tindakan pelanggaran KBB oleh faktor non-negara adalah intoleransi dengan 62 kasus,” ujar Halili, dalam konferensu pers, Selasa (6/4/2021).
Halili mengatakan bahwa intoleransi pada kebebasan beragama dan kepercayaan itu adalah tindakan-tindakan yang tidak dipidanakan. Kasus yang dicatat oleh Setara Institute yakni 32 kasus terkait pelaporan penodaan agama, 17 kasus penolakan pendirian tempat ibadah, dan 8 kasus pelarangan aktivitas ibadah.