Korban atau pelaku kekerasan seksual anak adalah laki-laki dan perempuan. Menurut Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas KedokteranUniversitas Udayana, Denpasar Bali sebagaimana dimuat dalam Harian Kompas mengatakan manusia tidak peduli laki-laki dan perempuan, sejatinya adalah makhluk seksual. Mereka sama-sama memiliki dorongan seksual, membutuhkan hubungan seksual dan juga menginginkan kepuasan seksual. Nilai-nilai sosial yang berlaku membuat eksperesi seksual laki-laki dan perempuan berbeda. Perbedaan ekspresi seksual laki-laki dan perempuan tidaklah dipengaruhi oleh struktur otak manusia. Secara fisiologis, otak laki-laki dan perempuan memang berbeda. Namun tidak berkaitan dengan ekspresi seksualnya.
Kebanyakan anak yang mengalami kekerasan seksual merasakan psychological disorder yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), dengan gejala-gejala berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi, dan emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis. Seperti yang dikatakan oleh Beitch-man et.al (Tower, 2002), anak yang mengalami kekerasan seksual membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Adapun factor penyebab kekerasan seksual pada anak yaitu faktor kejiwaan, faktor biologis, faktor moral, faktor balas dendam dan trauma masa lalu, faktor budaya, faktor ekonomi, faktor minimnya kesadaran kolektif terhadap perlindungan anak di lingkungan pendidikan, faktor peredaran pornografi anak dan pornografi dewasa yang mengorbankan anak, faktor lemahnya penegakan hukum dan ancaman hukuman yang relatif ringan, faktor disharmoni antar perundang-undangan terkait masalah anak, faktor anak dalam situasi bencana dan gawat darurat.
Dari kasus diatas, langkah yang paling sederhana untuk melindungi anak dari kekerasan seksual bisa dilakukan oleh individu itu sendiri dan keluarga. Orangtua memegang peranan yang penting dalam menjaga anak-anak dari ancaman kekerasan seksual. Oleh karena itu, yang pertama harus dilakukan oleh orang tua adalah memberikan rasa aman kepada anak untuk bercerita. Biasanya orang tua yang memiliki hubungan yang dekat dengan anak akan lebih mudah untuk melakukannya. Menurut beberapa penelitian yang dilansir oleh Protective Service for Children and Young People Department of Health and Community Service (1993) keberadaan dan peranan keluarga sangat penting dalam membantu anak untuk memulihkan diri pasca pengalaman kekerasan seksual mereka. Orang tua sangat membantu dalam proses penyesuaian dan pemulihan pada diri anak pasca peristiwa kekerasan seksual tersebut. Pasca peristiwa kekerasan seksual yang telah terjadi, orang tua membutuhkan kesempatan untuk mengatasi perasaannya tentang apa yang terjadi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi. Orang tua juga harus membangun komunikasi yang baik dengan anak dan memahami proses penanganan kekerasan seksual yang dialami anaknya baik itu penanganan secara hukum maupun penanganan pemulihan secara psikologi.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
KESIMPULAN