Mohon tunggu...
Putri Astanti
Putri Astanti Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Klikmadiun.com

Alam semesta adalah rangkaian kata-kata yang pantas kita tulis dalam bentuk cerita maupun berita.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Musim Kampanye, Banyak Pihak Mengaku Peduli Anti Korupsi di Desa, PGI: "Korupsi itu Watak"

14 Januari 2024   18:06 Diperbarui: 14 Januari 2024   18:06 4170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Madiun  -  Musim kampanye Calon Anggota legislatif (Caleg) Pemilu Tahun 2024 sedang berlangsung. Masing-masing Caleg mempunyai program yang selalu digaungkan saat kampanye.

Ada yang menumpang program Pemerintah untuk meningkatkan elektabilitasnya, ada yang bicara pengentasan kemiskinan, ada juga yang gencar menggerakkan UMKM hingga manuver mengangkat isu korupsi.

Aktifis Herukun, selaku Koordinator Pentas Gugat Indonesia (PGI) menanggapi fenomena janji-janji Caleg di masa kampanye ini.

Menurut Herukun, dari banyaknya baliho, spanduk, poster, pamflet, sticker, leaflet yang tersebar di jalan-jalan dirinya belum melihat konsep cemerlang para Caleg dalam mensosialisasikan programnya ke publik.

"Saya kurang tahu ya, banyak media promo yang tersaji di pinggir-pinggir jalan tapi saya belum menemukan karakter poster anti korupsi," ungkapnya, Minggu (14/1).

Menanggapi munculnya pemikiran terkait korupsi di Pemerintah Desa (Pemdes) disebabkan rendahnya honor Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sehingga melemahkan fungsi pengawasan BPD terhadap Pemdes, Herukun menjelaskan bahwa besar honor lembaga pengawasan bukanlah persoalan utama dalam pemecahan isu korupsi di Pemdes.

"Di lembaga manapun, besar honor bukan langkah utama pencegahan korupsi, sebab korupsi adalah persoalan mental. Sedangkan besar honor adalah konteks kesejahteraan. Korupsi itu watak," tandas Heru.

Herukun menegaskan, meningkatkan honor pegawai adalah ide positif dalam konteks memperbaiki kesejahteraan. Tetapi upaya peningkatan upah bukanlah solusi massal dalam menekan angka korupsi.

"Lihat para Hakim, APH kita yang terbukti korup, Kepala Daerah yang terbukti korup, berapa gajinya? Apakah korupsi yang dilakukan mereka dipicu gaji atau honor mereka yang rendah?," tanyanya.

Dirinya menambahkan bahwa korupsi sampai kapanpun akan tetap ada dan tidak mungkin akan nihil alias Zero Corruption. Yang dapat dilakukan adalah menekan seminim mungkin terjadinya potensi tindak pidana korupsi, terutama di Pemdes. Dibutuhkan kerjasama dari berbagai elemen melalui penguatan karakter anti korupsi pada stakeholder. Menggelorakan budaya malu untuk mengambil uang yang bukan haknya.

Di akhir, Herukun mengatakan bahwa isu korupsi di Pemdes adalah pekerjaan rumah yang integral dan tersusun mulai dari mental masyarakat Desa, BPD, Kades, Perangkat Desa, Camat, DPMD, Inspektorat, Sekda, Bupati termasuk Aparat Penegak Hukum.

"Waspada, maling teriak maling, perhatikan rekam jejak orang-orang yang mengaku peduli anti korupsi tapi justru jadi konsultan maling dan jangan mau diajak nyolong," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun