f. Bukti Fisik (Physical Evidence), berupa kepuasan dan kenyaman yang diberikan oleh lembaga zakat dalam melayani para muzakki untuk menyalurkan zakatnya.
g. Proses, yaitu bagaimana suatu lembaga mengelola zakat dengan sebaik mungkin sehingga zakat sampai pada pihak mustahik secara tepat.
Seperti halnya sebuah perusahaan, lembaga pengelola Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) pun memiliki strategi pemasaran dalam merebut perhatian dari pasar muzakki (donatur). Intensi (sebagai usaha yang disadari untuk mencapai tujuan) muzakki dalam melakukan pembayaran zakat dipengaruhi oleh sikap mereka terhadap atribur-atribut yang melekat pada pembayaran zakat tersebut, mempertimbangkan pengaruh dari orang-orang dari lingkungan terdekatnya, dan dipengaruhi juga oleh persepsi terhadap kendali perilaku berupa faktor pendukung atau penghambat.
Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Lembaga amil zakat menerima tanggung jawab atas titipan zakat, infak, dan sedekah para muzakki dan dermawan untuk didistribusikan secara benar dan adil. Lembaga zakat dituntut untuk menciptakan lembaga amil yang berdaya, sustainable, dan mampu memberdayakan “mustahiq menjadi muzakki”, dan mengembangkan kehidupan masyarakat luas.
Lembaga zakat seharusnya dapat menopang perubahan nilai “kepercayaan” (trust) dari dan kepada Allah SWT dan “kepercayaan” dari dan kepada sesama manusia. Amanah juga terinternalisasi sebagai budaya kerja dan orientasi para pengelolaanya. Mereka profesional dalam pengumpulan, produksi, konsumsi, dan distribusi harta/kekayaan zakat, infak, dan sedekah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H