Hallo penikmat kata dan cerita, kembali berjumpa, namun dengan topik yang berbeda dari biasanya, dengan topik kearifan lokal. Sedikit berbincang tentang kelokalan aku berasal dari daerah dengan slogan 'Gayeng' dengan bapak gubernur yang sangat ramah dan berjiwa muda, ada yang bisa menebak? Yapp aku berasal dari Jawa Tengah. Tepatnya dari kota getuk yaitu Magelang, alamat? nomor telepon? Ahh itu urusan belakang layar hehe. Kali ini aku mau sedikit cerita nih, taukah teman - teman kalo di Jawa Tengah ini terdapat beberapa paku bumi? Paku bumi adalah sebutan lain dari gunung, di Jawa Tengah berdiri rentetan gunung besar diantaranya Gunung Sumbing, Sindoro, Slamet, Lawu, Merbabu, dan Merapi. Wahh banyak banget ya ternyata. Karena itu, tanah daerah ini sangat cocok untuk bidang pertanian.
Sebelum kita melebar kemana - mana, mari kita kembali ke topik. Karena daerah ini memiliki banyak gunung, maka praktik pertanian lokal diadaptasikan dengan kondisi lingkungannya. Salah satu kearifan lokal di daerah pegunungan adalah nyabuk gunung.
Nyabuk gunung berasal dari kata "sabuk" (Bahasa Jawa) yang berarti ikat (nyabuk berarti mengikat) sehingga nyabuk gunung berarti mengikat gunung. Eits mengikat gunung disini bukan definisi mengikat secara harafiah yaa hehe. Nyabuk bertujuan untuk menahan sesuatu agar tidak "mlorot" atau jatuh. Hal inilah yang dilakukan oleh masyarakat lereng gunung, utamanya Gunung Sumbing dan Sindoro untuk menjaga tanah atau lahan mereka. Siapa sangka, saat ini tradisi lokal nyabuk gunung merupakan salah satu upaya konservasi loh. Mari kita simak ulasannya
Nyabuk gunung adalah upaya untuk membuat lahan pertanian berundak- undak salah satu alasannya untuk mencegah terjadinya longsor. Oleh karena itu, dibuatlah pertanian dengan blok - blok pada lereng gunung, sehingga panjang lereng berkurang, kecepatan dan jumlah aliran air permukaan dapat berkurang, dan air hujan yang turun tertahan pada petak - petak pertanian sehingga meningkatkan penyerapan air di tanah.
Nyabuk gunung terdiri dari beberapa istilah di dalamnya yaitu banjaran, larikan, kotakan, ledokkan, nggalengi, dan bedengan. Banjaran adalah membuat gundukan tanah berbentuk vertikal atau tegak lurus dengan kontur lereng, larikan adalah membuat gundukan tanah berbentuk teras horizontal atau searah dengan kontur lereng, kotakan adalah membuat petak - petak pada lereng lahan pertanian, ledokkan adalah membuat kolam air untuk membantu pengairan pada lahan, nggalengi berasal dari kata galengan yang berarti pematang, dan terakhir ada istilah bedengan yang berarti membentuk gundukan - gundukan tanah.
Dari praktik yang dilakukan, sebenarnya ada praktik modern yang memiliki gambaran serupa yaitu terasering. Gambaran nyabuk gunung adalah lahan terasering, hanya saja istilah nyabuk gunung adalah istilah lawas yang hanya digunakan dibeberapa tempat tertentu.
Selain nyabuk gunung, aku juga ingin mengenalkan pertanian berkelanjutan kepada teman - teman. Pertanian berkelanjutan adalah praktik pertanian yang mempertimbangkan beberapa aspek seperti sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan. Profit merupakan suatu yang sangat penting dalam usaha pertanian, namun apabila tidak diimbangi dengan pelestarian lingkungan maka akan menjadi kesia - siaan dimasa mendatang. Taukah teman - teman bahwa tidak hanya hubungan saja yang bisa jenuh hehe. Tapi tanah juga bisa jenuh loh, sehingga pemberian atau peningkatan pupuk, pestisida, atau bahan - bahan lainnya sudah tidak mampu meningkatkan produktivitas. Selain itu, apakah teman - teman juga mengenal istilah toksisitas hara atau keracunan hara? Keracunan unsur hara berdampak tidak baik bagi fisiologis tanaman melebihi dampak kekurangan hara. Oleh karena itu, perlu kita sadari bahwa pertanian berkelanjutan sudah semestinya mulai diterapkan.
Mengkaji kearifan lokal nyabuk gunung berdasarkan pertanian berkelanjutan
Aspek lingkungan
Ternyata praktik nyabuk gunung yang sudah sejak dulu dilakukan oleh leluhur sangat baik untuk membantu konservasi tanah dan air. Lapisan tanah subur berada pada lapisan topsoil (bagian tanah atas), apabila terjadi erosi maka lapisan topsoil ini akan terbawa sehingga terjadi dua dampak yang kurang menguntungkan. Dampak untuk lahan yang tererosi adalah kehilangan bagian topsoil, sedangkan dampak lain adalah pengendapan daerah hilir, apabila erosi terbawa hingga ke sumber -- sumber air maka akan terjadi pengendapan. Hal ini menyebabkan potensi banjir menjadi meningkat karena bagian sumber air yang seharusnya dapat menyimpan air menjadi berkurang akibat pengendapan ini. Selain itu, nyabuk gunung meningkatkan upaya konservasi air karena air tidak langsung terbawa melewati lereng, namun ada kesempatan untuk air ini dapat mengendap pada lahan pertanian untuk dapat memenuhi kebutuhan air tanaman. Selain itu, air ini dapat tersimpan pada ledokkan sebagai simpanan air.