CRITICAL REVIEW
Judul
ISLAM DAN MORAL EKONOMI DALAM
PEMIKIRAN SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA
Penulis
Afif Arrosyid
Publikasi
ISSN : 2775-2747 (Online)
Preview
- Fitriani
- Putri Astina Rohmiati
NIM
- FEBI.11.21.009
- FEBI.11.21.019
Menurut Sjafruddin Prawiranegara, ekonomi moral adalah ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruknya hubungan interpersonal antar anggota masyarakat, yang ditentukan oleh standar sosial, prinsip agama, dan nilai-nilai. Afif Arrosyid mengklarifikasi hal tersebut kepada pembaca dalam penelitiannya. Ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dan kelompok yang dinilai berdasarkan norma dan nilai sosial berdasarkan ajaran Islam untuk melakukan tindakan ekonomi, seperti berdagang dengan prinsip keadilan sosial, kesejahteraan, keseimbangan, dan kekeluargaan, selanjutnya disebut dengan Ekonomi Islam. Moral menurut Sjafruddin Prawiranegara.[1].
Â
Kajian Mubyarto menunjukkan bahwa moralitas dapat diartikan secara luas sebagai (ketaatan pada) aturan hidup yang cerdas, yang mengandung makna bahwa moralitas mempunyai niat baik dan dimaksudkan untuk bermanfaat bagi semua orang. Terlebih lagi, ekonomi moral tidak lebih dari sebuah (hukum) keberadaan ekonomi yang menyatakan bahwa berbagai kepentingan sosial ekonomi pada dasarnya tidak sejalan satu sama lain dan tidak memerlukan dukungan dari luar untuk berkembang. Mirip dengan kepolisian atau wasit, pemerintah adalah pihak ketiga yang kuat dan berwibawa dalam perekonomian modern yang mengawasi penerapan undang-undang yang mengendalikan perekonomian[2]. Â Aspek positif moralitas dan perekonomian Indonesia menjamin keadilan sosial dan menghentikan kesenjangan kekayaan yang semakin besar. Moralitas dan sistem ekonomi seperti itu, menjamin tidak ada penduduk desa yang kelaparan.
Â
Menurut Granovetter (dalam Zafirowski, 2003), selain tujuan instrumental seperti utilitas, keuntungan, dan kesejahteraan, insentif sosial seperti moralitas, status, dan kekuasaan juga mendorong tindakan ekonomi sebagai tindakan rasional. Hal ini diperjelas dengan penelitian Ahmat Arif Widianto. Di sini, moralitas berperan besar dalam membentuk perilaku masyarakat (Hooker, 2011). Aktivitas ekonomi memadukan ekonomi moral---kebutuhan moral untuk memperbaiki lingkungan sosial---dengan rasionalitas, atau akumulasi kekayaan dalam bentuk uang dan barang. (Evers, 1997:99) dalam Damsar. Karena ajaran moral yang tertanam dalam pola perilaku masyarakat, pemilik bisnis terpaksa mengambil keputusan sulit antara membantu pemilik bisnis lain dan memaksimalkan keuntungan mereka sendiri. Misalnya, ketika menentukan harga di lingkungan mereka sendiri, pengusaha sering kali dipengaruhi oleh standar sosial. Beroperasi di luar konteks langsungnya, pengusaha harus menghadapi tuntutan pasar terbuka dengan perubahan harga yang tidak dapat diprediksi (Granovetter, 1985, Evers, 1994: 7-8). Selain itu, keinginan untuk mengumpulkan kekayaan harus diredam dengan komitmen moral kepada masyarakat, khususnya di kalangan pemuda.[3]
Â
Sikap yang mengutamakan norma moral dalam perilaku perekonomian merupakan indikasi komitmen terhadap moralitas ekonomi, menurut Damayanti. Ketika seseorang berperilaku tidak sesuai dengan standar moral atau melanggarnya, rasa malu akan muncul. Temuan menunjukkan bahwa siswa dalam pendidikan ekonomi merasa malu jika mereka mengutamakan moralitas dibandingkan kegiatan ekonomi, seperti membeli barang ilegal atau tidak mengikuti prosedur yang benar, berdasarkan pengetahuan lokal Bugis-Makassar. Perasaan malu ini mempengaruhi perilaku ekonomi siswa; mereka diperingatkan atau diingatkan untuk tidak bertindak tidak etis dan memikirkan dampak aktivitas mereka terhadap orang lain.[4]
Â
Dalam Jurnal Penelitian, Ali Muryanti memberikan argumentasi yang menyatakan bahwa moralitas diajarkan melalui konsep baik dan jahat yang diperluas dan disesuaikan, disesuaikan dengan tahap perkembangan yang lebih maju. Itu juga sarat dengan undang-undang dan peraturan yang dipelajari anak-anak dari orang tua dan instruktur mereka. Beberapa generasi muda bahkan memasukkan ilmu agama ke dalam kode moral mereka.[5] Ketika remaja memperoleh perilaku moral yang sesuai dengan norma-norma sosial, maka akan tumbuh kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial remaja dipengaruhi oleh berbagai macam keadaan, termasuk keadaan keuangannya. Status ekonomi, yaitu sekelompok orang yang menempati suatu lapisan sosial berdasarkan unsur stratifikasi kedudukan sosial, menunjukkan kedudukan atau pangkat seseorang dalam suatu kelompok sosial.
Â
Moralitas dalam penelitian Mayasari diuraikan sebagai berikut oleh Eckensberger (dalam Wahyono, 2001): "Moralitas berkaitan dengan apa yang menganggap "wajar" atau pada dasarnya benar atau salah. Selain menyeimbangkan kepentingan individu, moralitas secara tegas menyebutkan hak dan kewajiban manusia. menjunjung standar keadilan, memajukan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, dan mencegah kerugian. Contohnya termasuk memiliki standar moral yang tinggi, mengambil tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan bersemangat membantu mereka yang membutuhkan.
Â
Uraian di atas menekankan bahwa moralitas adalah soal kepedulian terhadap orang lain dan mengandung makna bahwa moralitas bergantung pada perilaku individu dalam hubungan sosial. Misalnya, seseorang dengan sikap moral akan bersikap tanggap, simpatik, dan selalu bersemangat memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Karena konsep moralitas telah diperkenalkan dalam penjelasan ini, maka fokus esai ini adalah moralitas dalam ilmu ekonomi. Moralitas ekonomi adalah aspek perilaku ekonomi yang berkaitan dengan sikap dan perilaku ekonomi individu dalam hubungannya dengan individu atau kelompok individu. Ini menyoroti kepedulian individu terhadap keberadaan orang lain. Ketika membahas moralitas dalam tindakan ekonomi, sering kali muncul paradigma yang bertentangan. Sementara paradigma perilaku ekonomi yang diakui secara luas berdasarkan rasionalitas terutama berkaitan dengan cara mencapai keuntungan yang diharapkan, moralitas berbicara tentang kepedulian terhadap orang lain.[6]
Â
Salah satu komponen perilaku ekonomi yang dikenal dengan moralitas ekonomi menyangkut pemikiran dan tindakan ekonomi seseorang dalam interaksinya dengan orang atau kelompok orang lain. Ini menekankan betapa perhatiannya seseorang terhadap kehidupan orang lain. Paradigma yang saling bertentangan seringkali dilontarkan ketika berbicara tentang moralitas dalam perilaku ekonomi. Moralitas berbicara tentang kepedulian terhadap orang lain, sedangkan paradigma perilaku ekonomi yang diterima secara umum berdasarkan rasionalitas sebagian besar berkaitan dengan cara memperoleh keuntungan yang diprediksi.[7]
Â
Menurut penelitian Mochamad Syawie, hal tersebut diperkuat dengan temuan bahwa selain ekonomi, kesenjangan lebaran juga berdampak besar terhadap status psikologis bangsa. Meskipun demikian, "kerentanan terbesar adalah kekeringan." Hal ini juga berlaku bagi masyarakat Indonesia. Masalah utamanya adalah kesenjangan akses terhadap sumber daya keuangan. Masalah pencitraan bermula dari kesulitan keadilan yang terkait dengan permasalahan kemasyarakatan (Oman Sukmana, 2005). permasalahan yang erat kaitannya dengan permasalahan kemiskinan.[8]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H