Sejak pandemi Covid19 melanda negera Indonesia berbagai sektor kehidupan masyarakat termasuk Pendidikan juga mengalami dampaknya. Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan jargon Belajar dari Rumah menggaung di seluruh negeri.Â
Masyarakat latah dengan pembelajaran online atau e-learning. Hampir setiap orang tahu bahwa anak-anak mereka belajar online, tidak pergi ke sekolah. Sebulan cerita itu berlalu apakah benar negeri ini sudah siap belajar dengan online atau e-learning?
Pengalaman penulis mengajar dengan model e-learning dan diskusi dengan mahasiswa pengalaman mereka selama melakukan e-learning. Secara umum mereka menyampaikan belum siap dalam melaksanakan e-learning.
Ada beberapa hal yang dipandang sebagai kekurangan  negara ini dalam melaksanakan e-learning  masalah yang utama adalah ketersediaan sarana dan prasarana khususnya akses internet yang bagus untuk bisa mengikuti e-learning di samping permasalahan yang lainnya.Â
Menariknya permasalahan ini tidak saja dialami oleh wilayah Indonesia bagian timur atau daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) tetapi dipusat kota seperti Jakarta. Gambaran tentangnya tidak ada signal internet yang bagus, biaya pulsa yang mahal, tidak semua orangtua memiliki handphone atau komputer menjadi fenomena yang sehari-hari dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Covid19 menyebabkan negeri ini mengalami revolusi indutri 4.0 yang prematur. Bagaikan wanita hamil yang belum waktunya lahir tetapi karena ada wabah covid19 harus dilahir. Pendidikan harus dilakukan dengan memakai pendekatan teknologi khususnya internet.
Tetapi disisi lain internet belum dapat dijangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Salah seorang kolega yang mengajar mahasiswa afirmasi dari Papua menyampaikan, selama belajar dari rumah dilakukan beliau kesulitan menghubungi mahasiswanya. Jangankan bisa kuliah dengan video conference atau aplikasi zoom atau main quizziz, mereka dihubungi via Whatshapp Group saja tidak ada yang merespon.
Apakah karena mereka tidak peduli pada perkuliahannya, tentu bukan. Tetapi mereka tidak memiliki akses internet yang baik, bahkan mungkin tidak ada signal sama sekali.
Mereka di rumahnya diberbagai daerah pedalaman Papua yang benar-benar mengalami social distancing. Atau bahkan technology distancing yang secara umum disebut dengan kesenjangan teknologi (digital gap) akibat tidak meratanya pembangunan sarana dan prasarana komunikasi.
Covid19 telah membuka tabir dan menelanjangi keterbatasan bangsa ini dalam berbagai aspek khususnya telekomunikasi dan informasi. Kenyataan ini didukung dengan data Badan Statistik tahun 2016 menjelaskan bahwa Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia hanya 4,34 untuk skala 1-10.
Nilai 3,43 tersebut merupakan peringkat 111 dari 176 negara di dunia. Indeks IP-TIK tertinggi ada di Jakarta dengan nilai 7,41 sedangkan yang sangat rendah dengan nilai 3,61 dibeberapa daerah di Indonesia yaitu Aceh, Lampung, Nusa Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Sulawesi Barat, dan Papua.
IP-TIK terendah ada di Papua yaitu 2,41 ini seakan meligitimasi kasus mahasiswa Papua tadi tidak bisa ikut online selama pembelajaran dalam jaringan ini dilaksananakan.
IPK  Di kawasan Asia Tenggara kita kalah dengan Singpura dengan IP-TIK 8,05, Malaysia 6,38, Brunei Darusalam 6,75, Filipina 4,67 dan Vietnam 4,43. Kenyataan itu tentu menggambarkan betapa secara kuantitas dan kualitas kita masih tertinggal. Artinya teori masyarakat revolusi Industri 4.0 yang membutuhkan kecepatan akses internet masih  jauh panggang dari api.
Revolusi industri 4.0 yang dicirikan dengan adanya Internet of Thinks (IoT), Big Data, Argumented Reality, Ciber Security, Artificial Intelegency, Addictive Manufacturing, Integratif System, dan Coud Computer tentu tidak bisa diwujudkan jika sarana prasarana telekomunikasi tidak tersedia.Â
Melihat sebaran data di atas bisa jangan kaget jika kita menemukan fenomana masyarakat yang berada di revolusi industri 1.0 karena masih banyak yang belum mengenal teknologi mekanik, misalnya sudah mengakses air bersih atau masih berburu dan meramu. Atau ada yang masih di revolusi 2.0 yang masih berkutat dengan kebutuhan listrik, Â belum mengenal telepon, ataupun pesawat terbang.
Ada yang baru memasuki revolusi industri 3.0 yang baru belajar teknologi informasi, sehingga mereka gandrung memakai handphone sebagai barang yang sangat mewah.
Namun begitu harus diakui juga bahwa banyak yang sudah berada di revolusi industri 4.0 dengan gandrungnya pemanfaat teknologi untuk mempermudah pemenuhan kehidupan sehari-hari seperti belanja, berjualan, membagikan informasi, berinteraksi memakai teknologi melalui ruang virtual di berbagai platform digital.
Perkembangan yang tidak merata seperti di atas tentunya harus menjadi catatan penting dalam peningkatan IP-TIK Indonesia kedepannya. Pemerintah harus menjadikan salah satu program prioritas dalam pembangunan Indonesia pasca pandemi ini berlalu. Pemerintah melalui kementerian telekomunikasi harus memetakan berbagai daerah yang bermasalah dengan internet.
Pemerintah harus menggenjot pembangunan infrastruktur pendukung jaringan internet sampai kepelosok negeri. Jika ini bisa diwujudkan maka situasi prematur yang terjadi akibat dampak dari pandemi ini bisa tumbuh normal selayaknya yang harus terjadi.
Kita harus banyak belajar dari pandemi covid19 ini khususnya dalam bidang pengembangan teknologi digital. Karena siap tidak siap kita sudah berada di era milenial, yang mana generasi kita adalah generasi Z yang sangat dekat dengan teknologi. Jangan sampai karena keterbatasan itu ide-ide kreatif dan inovasi yang dikembangkan akhirnya mati layu sebelum berkembang.
Penyediaan sarana dan prasarana teknologi adalah sebuah keniscayaan untuk menghadapi persaingan global saat ini. Banyak hal bisa diselesaikan dengan ketersediaan internet yang baik, dari belajar, belanja, berkomunikasi, dan yang lainnya. Covid19 telah membuka mata kita bahwa ada yang kurang dalam teknologi informasi di negeri ini. Semoga setelah pandemi ini berlalu kita bisa menapak revolusi industri 4.0 dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H