Pada zaman dahulu kala di Pulau Lantare hiduplah sepasang suami istri yang baru saja menikah bernama Lore dan Botan. Keduanya adalah pelarian dari Tanah Kedang.
 Lore merupakan lelaki dari kalangan rakyat jelata sedangkan Botan adalah seorang putri dari penguasa  Kerajaan Tuaklelak, sebuah kerajaan di Tanah Kedang yang sudah lama punah. Penguasa itu bernama Raja Alabehi, yang naik tahta menggantikan ayahandanya bernama Raja Alabila yang tenggelam di laut Sawu ketika hendak menginvasi Benua Australia.
Alkisah, Raja Alabehi sangatlah murka pada putrinya, Botan lantaran menikahi Lore yang beda level kasta. Suatu hari sang Raja yang lalim dan durjana  itu mengadakan sayembara kepada rakyat di Kerajaan Tuaklelak untuk menangkap Lore dan Botan. Isi sayembara itu adalah tangkap dan bawa Lore dan Botan ke istana baik dalam keadaan hidup atau pun mati.Â
Barang siapa bisa melakukan itu maka kerajaan akan mempersembahkan bukit Puakoyong yang isi di dalamnya emas berlian! Sayembara yang sangat fantastis itu akhirnya terendus juga oleh Lore dan Botan yang saat itu bersembunyi di Liang Laru. Dan yang membocorkan rancangan sayembara jahat Raja Alabehi adalah seekor kucing yang sehari-hari hidup di lingkaran istana, kucing kesayangan peliharaan Botan.
Berkat informasi sang kucing, Lore dan Botan segera bergegas dari persembunyiannya menuju pantai. Di saat malam tiba, keduanya mengayuh batang pohon pisang meninggalkan Pulau Lamale'an. Si kucing pun dibawa serta.Â
Malam berikutnya mereka terdampar di sebuah pulau kosong tak berpenghuni, Pulau Lantare namanya. Keduanya merasa sangat lega dan senang karena nyawa mereka luput dari ancaman raja dan rakyat Kerajaan Tuaklelak.
Tiada terasa sudah setahun berlalu Lore, Botan dan si kucing hidup di Pulau Lantare. Mereka tinggal di sebuah gubuk sederhana yang terbuat dari kayu bakau beratapkan daun ilalang dan berdinding daun lontar. Walau tinggal dalam kesederhanaan namun mereka hidup sangat tenteram dan makmur. Persediaan makanan di kebun mereka sangat cukup untuk makan mereka dalam setahun.
 Pekerjaan Lore sehari-hari adalah berburu di belantara pulau Lantare, sementara Botan ditemani si kucing menanti di gubuk. Botan sering diteror oleh makhluk-makhluk halus dan binatang buas. Namun berkat ketangkasan dan kesetiaan si kucing pada tuannya, makhluk halus dan binatang buas berhasil diusir dan ditaklukkan.
Adalah sangat gembira hati si Lore manakala pada suatu ketika ia pulang dari berburu mengetahui kalau Botan istrinya tengah hamil. Setiap hari Lore membelai-belai perut istrinya, menimang-nimangnya dalam pelukan dan dekapan mesranya penuh kasih sayang.
 Ia kerap kali menyanyikan kidung-kidung urisele dalam bahasa Kedang. Kidung-kidung indah buat si jabang bayi. Kidung pelipur lara dan juga lagu e'ing botan. Serta tembang-tembang rindu buat segenap sahabat dan karib kerabat yang ditinggal pergi di tanah asal, Tanah Kedang Pulau Lamale'ang.
Suatu hari saat usia kehamilannya menginjak bulan ke delapan tua, Botan mengidam ingin sekali memakan buah bidara, sementara tiada satu pun pokok bidara yang nongol di seantero Pulau Lantare. Hendak kemana mau dicari, sementara sang istri ngidamnya cuma bidara. Lagi pula tinggal menghitung minggu saja lagi ia akan melahirkan anak sulungnya.