Stratifikasi sosial berasal dari istilah social stratification yang berarti sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Kata stratification berasal dari kata stratum (jamaknya: strata) yang berarti lapisan. Stratifikasi sosial merupakan pengelompokan individu atau kelompok dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial yang hierarkis, yang masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang berbeda. Fenomena ini muncul akibat adanya sesuatu yang dianggap bernilai dalam masyarakat. Sistem stratifikasi menggambarkan perbedaan status sosial yang diwujudkan dalam kelas tinggi, menengah, dan rendah, atau dapat pula diartikan sebagai pembedaan posisi individu atau kelompok dalam struktur vertikal masyarakat. Biasanya, stratifikasi ini didasarkan pada pencapaian individu yang diperoleh melalui usaha tertentu.
Stratifikasi sosial adalah konsep yang mencerminkan pengelompokan bertingkat dalam suatu komunitas. Misalnya, dalam suatu komunitas terdapat strata tinggi, menengah, dan rendah. Pengelompokan ini biasanya didasarkan pada simbol-simbol yang dianggap memiliki nilai atau makna penting, baik dari segi sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, maupun aspek lainnya. Simbol-simbol tersebut meliputi kekayaan, tingkat pendidikan, jabatan, religiositas, dan jenis pekerjaan.
Dengan adanya stratifikasi sosial di kalangan masyarakat terdapat dampak yang ditimbulkan meliputi dampak positif dan negatif, Positif: Mendorong kompetisi sehat dan inovasi dalam masyarakat. Juga dapat menciptakan stabilitas sosial dengan memberikan struktur yang jelas. Negatif: Berpotensi menyebabkan ketimpangan sosial, diskriminasi, dan konflik antar kelompok.
Adapun pengertian stratifikasi sosial menurut para ahli berbeda antara satu dengan yang lainnya, sebagaimana berikut:"
Pitirim A. Sorokin, stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk/ masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hierarkis).
Robert M.Z. Lawang, stratifikasi adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.
P.J. Bouman, stratifikasi sosial adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi kemasyarakatan.
Soerjono Soekamto, stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.Â
Dasar-dasar pembentukan stratifikasi sosial meliputi ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan dan wewenaang, dan ukuran kehormatan. Ukuran kekayaan adalah kepemilikan harta benda seseorang dilihat dari jumlah materiil saja. Kekayaan menjadi ukuran dalam penempatan masyarakat dalam stratifikasi sosial, barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak maka dia berada dalam lapisan sosial teratas, begitu pula sebaliknya, yang tidak memiliki kekayaan berada dalam lapisan rendah. Ukuran kekuasaan dan wewenang adalah kepemilikan kekuatan atau power seseorang dalam mengatur dan menguasai sumber produksi atau pemerintahan. Seseorang dengan kekuasaan paling besar akan berada pada lapisan atas. Uuran kekuasaan tidak lepas dari kekayaan, sebab orang-orang kaya biasanya dapat menguasai orang yang berada dibawahnya. Ukuran kehormatan dapat diukur dari gelar kebangsawanan atau dapat pula diukur dari sisi kekayaan materi. Individu yang dihormati dan disegani dalam masyarakat cenderung menempati lapisan atas dalam sistem pelapisan sosial. Pada masyarakat tradisional, penghormatan ini sangat menonjol, terutama kepada mereka yang telah memberikan banyak kontribusi kepada komunitas, para orang tua, atau individu yang memiliki perilaku mulia dan berbudi pekerti luhur.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Penelitian ini menghasilkan data dalam bentuk deskriptif berupa kata-kata dalam bentuk lisan dan tertulis dari orang-orang dan perilaku mereka yang diamati. Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini karena permasalahan belum jelas, holistik, komplek, dinamis, dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan warga asli, pendatang, dan tokoh masyarakat setempat. Selain itu, observasi langsung di pasar tradisional, lahan pertanian, dan lokasi usaha pendatang dilakukan untuk memahami kondisi sosial ekonomi.Â
Studi ini juga menggunakan data dari Badan pusat statistik (BPS) Kabupaten Sidoarjo dan laporan-laporan pemerintah terkait perkembangan ekonomi di daerah Kecamatan Tarik
Kecamatan Tarik, merupakan daerah yang berada di kawasan Sidoarjo, Jawa Timur. Kecamatan ini terletak di daerah barat kabupaten sidoarjo, dengan kode pos: 61265 dan kode wilayah administrasi: 35. 15.01. Terdapat 20 desa atau kelurahan di Kecamatan Tarik dengan pusat kantor Kecamatan berada di Desa Mergosari. Dahulu kawasan ini merupakan kawasan sisi timur Hutan Trik yang membentang dari barat mojokerto sampai barat sidoarjo, hutan ini nantinya menjadi sebuah cikal bakal daerah yang masuk dalam teritory kerajaan majapahit. Rata-rata penduduknya bekerja pada sektor pertanian dan menjadi buruh pabrik, tidak sedikit pula yang bekerja pada sektor kuliner. Pendidikan menjadi sektor paling memprihatinkan, sebab hanya terdapat dua sekolah setingkat menengah atas yang berada di daerah ini, akibatnya kebanyakan anak bersekolah di luar daerah Kecamatan Tarik dengan jarak perjalanan sekolah yang lumayan jauh. Kecamatan Tarik terletak di bagian selatan barat Kabupaten Sidoarjo. Di sebelah barat, kecamatan ini berbatasan dengan Kota Mojokerto, dengan aliran Sungai Brantas sebagai pemisahnya. Di sisi timur, kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Prambon dan Krian, sementara di utara berbatasan dengan sebagian wilayah Kecamatan Jetis dan Balongbendo. Sedangkan di bagian selatan, Kecamatan Tarik berbatasan dengan beberapa kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Mojokerto. Secara demografis, Kecamatan Tarik memiliki 16.425 kepala keluarga dengan total penduduk mencapai 32.003 jiwa. Mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian, namun salah satu industri besar yang ada di kecamatan ini adalah PT Tjiwi Kimia, yang dikenal sebagai produsen kertas terbesar di dunia.Â
Kecamatan Tarik merupakan daerah pedesaan atau kawasan yang terletak di luar kota atau pusat urban, yang umumnya memiliki karakteristik kehidupan yang lebih sederhana dan bergantung pada sektor pertanian atau kegiatan ekonomi berbasis alam lainnya. Secara umum, pedesaan seringkali diidentikan dengan kehidupan yang lebih tenang, tidak begitu padat penduduknya, serta minimnya fasilitas dan infrastruktur modern yang ditemukan. Namun, meskipun memiliki berbagai perbedaan signifikan dibandingkan dengan kehidupan kota, pedesaan memiliki keunikan dan nilai-nilai sosial yang sangat penting bagi keberlanjutan kehidupan masyarakat di dalamnya.
Kehidupan masyarakat pedesaan pada dasarnya sangat bergantung pada sumber daya alam, seperti lahan pertanian, perikanan, dan peternakan, yang menjadi mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk. Kegiatan pertanian menjadi pilar utama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, baik untuk konsumsi pribadi maupun sebagai komoditas untuk dipasarkan. Selain itu, masyarakat pedesaan sering kali memiliki ikatan sosial yang sangat kuat, dengan hubungan antarindividu yang lebih erat dibandingkan dengan kehidupan perkotaan. Di pedesaan, keluarga memainkan peran penting dalam segala aspek kehidupan, mulai dari pengambilan keputusan hingga pelaksanaan kegiatan ekonomi sehari-hari.
Masyarakat pedesaan juga memiliki nilai-nilai budaya yang kaya dan tradisional, yang sering kali diwariskan turun-temurun. Nilai-nilai ini mencakup kebiasaan gotong-royong, solidaritas sosial, serta kearifan lokal yang terjaga hingga saat ini. Dalam banyak kasus, meskipun teknologi dan kemajuan modern mulai masuk ke pedesaan, kehidupan sosial dan budaya yang dijalani masih mempertahankan banyak tradisi yang telah ada sejak lama. Dari segi geografi, pedesaan sering kali dikelilingi oleh alam terbuka, seperti ladang, hutan, sungai, atau perbukitan. Keadaan alam ini sangat berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat, yang sering kali bergantung pada musim atau kondisi alam untuk menjalankan aktivitas pertanian. Keterikatan emosional yang kuat antara penduduk pedesaan dengan tanah kelahirannya menjadi salah satu ciri khas, di mana tanah dan alam dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas dan kehidupan mereka. Namun, meskipun pedesaan memiliki banyak keunggulan, seperti kualitas udara yang lebih baik, ketenangan, dan hubungan sosial yang lebih erat, pedesaan juga menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah keterbatasan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang lebih baik. Selain itu, ketergantungan yang tinggi pada sektor pertanian membuat penduduk pedesaan rentan terhadap perubahan iklim dan fluktuasi pasar.
Secara keseluruhan, pedesaan menggambarkan sebuah wilayah dengan kehidupan yang sangat bergantung pada alam dan tradisi, namun tetap menghadapi tantangan yang tidak kalah besar untuk mencapai kemajuan sosial dan ekonomi yang setara dengan wilayah perkotaan.
Kehidupan masyarakat di daerah pedesaan memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dengan kehidupan di perkotaan. Masyarakat desa cenderung homogen dalam hal mata pencaharian, nilai budaya, serta sikap dan perilaku mereka. Kehidupan di desa lebih mengutamakan peran serta seluruh anggota keluarga dalam aktivitas pertanian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, di mana keluarga juga berperan penting dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Faktor geografis turut mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, dengan adanya ikatan emosional yang kuat antara anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya. Selain itu, hubungan antar anggota keluarga lebih erat, dan jumlah anak dalam keluarga inti cenderung lebih banyak, menciptakan kehidupan yang lebih harmonis dan saling bergantung satu sama lain.
Kecamatan Tarik adalah salah satu wilayah di Kabupaten Sidoarjo yang memiliki karakteristik sosial dan ekonomi yang beragam. Terletak di area semi-perkotaan, kecamatan ini dikenal sebagai daerah dengan potensi agraris yang tinggi sekaligus mengalami dampak urbanisasi yang signifikan. Dalam beberapa tahun terakhir, arus pendatang ke Kecamatan Tarik semakin meningkat, terutama karena lokasinya yang strategis dan berkembangnya sektor industri di wilayah sekitarnya.
Namun, masuknya pendatang dengan latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan yang beragam telah menciptakan fenomena stratifikasi sosial yang menonjol. Stratifikasi sosial adalah pembagian masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial berdasarkan kriteria tertentu, seperti status ekonomi, pendidikan, dan jenis pekerjaan. Di Kecamatan Tarik, stratifikasi ini terlihat jelas melalui perbedaan antara warga asli yang umumnya bergelut di sektor agraris dan pendatang yang banyak mendominasi sektor perdagangan serta pekerjaan di bidang industri.
Perbedaan ini tidak hanya menciptakan kesenjangan ekonomi, tetapi juga memengaruhi hubungan sosial antar kelompok masyarakat. Warga asli sering kali menghadapi keterbatasan dalam akses pendidikan, modal usaha, dan pelatihan keterampilan. Sementara itu, pendatang cenderung memiliki lebih banyak peluang untuk mengembangkan diri dan mencapai stabilitas ekonomi yang lebih baik. Ketimpangan ini berpotensi menciptakan konflik sosial jika tidak dikelola dengan baik.
Dalam novel pasar karya kuntowijoyo stratifikasi sosial masyarakat di jawa dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut :Â
Golongan priyayi (birokrat)
Golongan priyayi, merupakan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki jiwa kepemimpinan dan menjadi suri tauladan bagi masyarakat, Sehingga disegani di kalangan masyarakat. Biasanya golongan ini identik dengan lurah desa, petinggi-petinggi desa, maupun para pemuka agama.Â
Golongan pedagang
Golongan pedagang merupakan golongan baru dalam sistem stratifikasi sosial masyarakat jawa, peneliti sebelumnya yaitu Geertz dan kuntowijoyo tidak menyebut pedagang dalam sistem stratifikasi sosial masyarakat jawa, namun koentcoroningrat menambahkan pedagang dalam sistem stratifikasi sosial masyarakat jawa. Golongan pedagang termasuk golongan yang disegani sebab mempunyai usaha yang cukup baik dan tentunya memiliki harta. Disini golongan pedangang dibedakan menjadi dua, pedagang kecil dan pedagang besar. Pedagang besar memiliki harta yang banyak, bahkan kekayaannya dapat menyertai para pegawai pemerintahan, biasanya para pedagang besar menjual barang dalam jumlah yang banyak dan memiliki jangkauan penjualan yang luas bahkan sampai luar pulau. Sedangkan pedagang kecil adalah golongan orang yang berjualan harian di daerah pasar.
Golongan rakyat biasa (wong cilik)
Golongan ini merupakan golongan paling rendah. Kebanyakan mereka besar dan tinggal di desa-desa dan berprofesi sebagai petani atau nelayan. Golongan ini tidak hanya terdapat di desa namun ada juga yang bekerja di daerah kota, biasanya mereka berprofesi sebagai pembantu di rumah saudagar kaya dan mengabdikan hidup kepada majikannya, selain itu ada juga yang bekerja sebagai kuli atau sebagainya.
Karakteristik warga asli dan pendatang, Warga asli kecamatan Tarik merupakan penduduk yang telah menetap secara turun temurun. Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah Bahasa Jawa arekan dan beberapa juga menggunakan Bahasa Indonesia. Mayoritas warga bekerja pada sektor pertanian, kuliner, toko kelontong, dan pencari ikan di area sugai brantas. Komoditas para petani kebanyakan menanam padi dan jagung namun beberapa petani juga ada yang menanam tebu maupun sayuran. Namun seiring berkembangnya zaman para warga sedikit demi sedikit mulai bekerja pada sektor industry pabrik sebab pembangunan pabrik maupun ruko yang semakin lama semakin banyak dan mengakibatkan berkurangnya lahan untuk pertanian. Sedangkan pendatang berasal dari luar Kecamatan Tarik seperti daerah Madura, Surabaya, Nganjuk atau wilayah Jawa Timur lainnya. Sebagian datang karena pernikahan, pekerjaan, atau relokasi usaha. Kebanyakan bekerja pada sektor toko kelontong atau yang biasa dikenal dengan toko Madura dan bekerja pada sektor industry pabrik sebab upah gaji pabrik atau biasa dikenal UMR daerah sidoarjo merupakan salah satu yang terbesar di daerah Jawa Timur. Pendatang cenderung membawa budaya asal mereka, tetapi banyak yang berusaha menyesuaikan diri dengan budaya lokal. Meskipun demikian Bahasa Indonesia lebih sering digunakan untuk mempermudah dalam berkomunikasi. Pendatang biasanya lebih berfokus pada komunitas kecil, seperti lingkungan RT atau kelompok pekerjaan.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya Stratifikasi sosial di Kecamatan Tarik antara lain adalah perbedaan pekerjaan, akses terhadap pendidikan, modal ekonomi, status kepemilikan lahan, dan faktor administratif. Mayoritas warga asli bekerja di sektor pertanian atau sebagai buruh tani, dengan pendapatan yang sangat bergantung pada musim dan sering mengalami fluktuasi akibat gagal panen dan mahalnya harga pupuk. Sebaliknya, pendatang yang bekerja di sektor industri atau perdagangan memiliki pendapatan yang lebih stabil. Selain itu, warga asli yang tinggal di pedesaan sering kali memiliki akses terbatas terhadap fasilitas pendidikan berkualitas, yang berdampak pada rendahnya keterampilan mereka dibandingkan dengan pendatang yang umumnya memiliki pendidikan lebih tinggi. Dalam hal modal ekonomi, banyak pendatang yang memiliki modal awal untuk membuka usaha, sementara warga asli kesulitan mengakses modal usaha karena keterbatasan jaringan dan informasi. Dari sisi status kepemilikan lahan, warga asli umumnya memiliki lahan sebagai aset utama, sementara pendatang cenderung tidak memiliki tanah dan lebih bergantung pada pekerjaan non-agraris atau menyewa lahan. Faktor administratif juga berperan, di mana pendatang yang belum memiliki KTP lokal atau status kependudukan resmi sering kali menghadapi hambatan dalam mengakses layanan pemerintah atau hak politik lokal.
Dampak kesenjangan sosial di Kecamatan Tarik dapat dilihat dari sisi negatif dan positif. Secara negatif, perbedaan akses terhadap pekerjaan dan modal menciptakan kesenjangan pendapatan yang signifikan, di mana warga asli cenderung tetap berada pada lapisan ekonomi rendah, sementara pendatang menguasai sektor usaha yang lebih menguntungkan. Konflik sosial kecil juga sering terjadi, terutama di pasar tradisional, di mana warga asli merasa terpinggirkan oleh pendatang yang memiliki daya beli lebih besar. Selain itu, stereotip negatif yang berkembang antara kedua kelompok dapat memperburuk hubungan sosial dan memperdalam perbedaan. Perbedaan status sosial dan ekonomi juga dapat melemahkan kebersamaan, memecah masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang terpisah berdasarkan latar belakang. Selain itu, pendatang sering kali menghadapi hambatan dalam mengakses layanan publik yang tersedia. Di sisi lain, dampak positif dari kesenjangan sosial ini adalah terciptanya keberagaman budaya yang memperkaya kehidupan sosial di desa. Kehadiran pendatang juga dapat meningkatkan kompetisi ekonomi, yang mendorong warga asli untuk lebih inovatif dan kompetitif dalam bidang ekonomi. Peluang kolaborasi antara warga asli dan pendatang pun dapat terjadi jika kesenjangan dikelola dengan baik, yang memungkinkan mereka bekerja sama dalam bidang ekonomi maupun sosial. Selain itu, pendatang dengan latar belakang pendidikan atau keterampilan yang lebih tinggi dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan warga asli, yang dapat mendorong proses modernisasi di desa. Hasil analisis menunjukkan bahwa stratifikasi sosial di Kecamatan Tarik sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan pendidikan. Pendatang cenderung mendominasi sektor ekonomi modern serta para pendatang rata-rata memiliki modal yang lebih besar dalam membangun usaha sedangkan warga asli tetap bergantung pada sektor tradisional. Data statistik menunjukkan bahwa kebanyakan para pendatang memiliki usaha kecil-menengah, sementara mayoritas warga asli bekerja di sektor pertanian.
Untuk mengatasi kesenjangan sosial yang terjadi di Kecamatan Tarik, beberapa rekomendasi solusi dapat diterapkan. Pertama, memberikan pelatihan keterampilan kerja bagi warga asli agar mereka dapat meningkatkan daya saing dan memiliki keterampilan yang relevan dengan perkembangan zaman. Kedua, membuka akses modal usaha melalui program pinjaman mikro dengan bunga rendah, khususnya untuk petani dan pengusaha kecil lokal, sehingga mereka dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatan. Selanjutnya, mengadakan kegiatan sosial seperti pasar rakyat atau program gotong royong dapat membantu mempererat hubungan antara warga asli dan pendatang, menciptakan rasa kebersamaan yang lebih kuat. Dukungan dari pemerintah daerah juga diperlukan untuk menyediakan program pemberdayaan masyarakat yang dapat membantu warga asli dan pendatang dalam meningkatkan kualitas hidup. Festival budaya dapat dijadikan sarana untuk mempromosikan persatuan dan identitas bersama, sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya lokal kepada masyarakat yang lebih luas. Selain itu, meningkatkan dialog antar kelompok untuk mengurangi stereotip negatif dan membangun pemahaman yang lebih baik antara warga asli dan pendatang juga sangat penting. Pemerintah desa perlu merancang kebijakan yang adil, seperti akses terhadap bantuan sosial dan peningkatan peluang usaha, untuk menciptakan kesetaraan di antara kedua kelompok. Terakhir, meningkatkan fasilitas pendidikan bagi masyarakat lokal akan memperluas peluang kerja di luar sektor agraris dan industri pabrik, memberi kesempatan bagi warga asli untuk beradaptasi dengan perkembangan ekonomi yang lebih modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H