Dalam kacamata Islam sebenarnya Islam sendiri tidak memperkenalkan poligami tapi Al-Qur'an yang mengatur poligami. Jadi al-Quran tidak mengenalkan lembaga poligami karena lembaga poligami sudah ada ribuan tahun sebelum Islam sehingga ketika islam datang adalah untuk mengatur. (Affandi, dikutip dari Hamim, 2021).
Al-Qur'an yang dimaksud adalah Surat An-Nisa ayat ke-3 yang mengatur jumlah bagi seorang muslim untuk memiliki istri. Dalam ayat tersebut tertulis syarat poligami berkaitan dengan keadilan untuk para istri dan anak yatim.
Latar belakang turunnya ayat itu adalah munculnya problem sosial setelah 70 sahabat Nabi wafat sebagai syuhada di Perang Uhud.
Meninggalnya para sahabat menyebabkan para istri dan anak-anak yang ditinggalkan tidak jelas menjadi tanggungjawab siapa karena belum ada hukum Allah yang mengatur. Sementara itu pada masa Jahiliyah tanggungjawab lazimnya dilimpahkan pada suku dari pihak yang gugur.
satu pahlawan yang gugur minimal memiliki satu istri dan tiga orang anak, maka aka ada 70 janda baru dengan 210 anak yatim. Nyatanya, para pahlawan tidak hanya memiliki satu istri dan tiga orang anak sehingga problem sosial lebih besar dari itu.
Maka dari itu Islam bertindak tetapi tidak mengubah haluan sejarah mereka kembali ke masa purba, tetapi berusaha memperbaiki keadaan secara matang demi kemashlahatan sosial. Ketika terjadi krisis sosial akibat banyaknya orang yang gugur di medan perang, Nabi tidak berperan sebagai kepala suku yang menyantuni janda dan anak-anak yatim yang mereka tinggalkan, tetapi sebagai kepala negara yang harus menjamin kesejahteraan warganya. Karena kas negara terbatas atau bahkan tidak ada, maka warganya yang memiliki kemampuan secara mental dan material dihimbau untuk menanggulangi krisis itu dengan melakukan poligami sebagai katup pengaman sosial.
Dalam hadis Rasulullah SAW dikisahkan, bahwa seorang sahabat bernama Gailan as-Saqafi masuk Islam dan punya istri 10 orang, maka Nabi SAW menyuruhnya untuk memilih empat orang saja sebagai istri, sementara yang lainnya diceraikan (HR. Ahmad bin Hanbal, Ibnu Majah, dan Tirmizi dari Ibnu Umar).
Pada hadis lain Qayis bin Haris setelah masuk Islam bercerita, bahwa sebelum masuk Islam ia punya delapan orang istri. Setelah masuk Islam, Nabi SAW menyuruh memilih empat orang saja sebagai istri dan yang lainnya ceraikan secara baik-baik (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari dali-dalil di atas sebenarnya poligami menjadi pintu darurat ketika dihadapi masalah sosial yang bisa dibilang cukup besar, adapun kedua hadisnya bukan perintah untuk menambah istri tetapi pengurangan jumlah istri yang dimiliki hingga mencapai batas yang ditentukan (empat) dengan syarat adil.
Dengan demikian poligami itu tidak dilarang oleh Islam, tapi diatur dan dibatasi dengan ketat, syaratnya hanya "Adil".Â
Namun, pada surat An-Nisa ayat 129 dijelaskan bahwa kamu tidak akan berlaku adil di antara istri-istri kamu. Di ayat 3 diperbolehkan dengan syarat ehhh,, di ayat 129 diberi penegasan bahwa kita tidak akan bisa memenuhi syarat.