Pada tahun 1920 berkat kerja keras para aktivis hak pilih seperti Susan B. Anthony dan Carrie Chapman Catt , Amandemen ke-19 disahkan. Perempuan Amerika akhirnya mendapatkan hak untuk memilih dengan terjaminnya hak-hak ini para feminis memulai apa yang oleh beberapa pakar disebut sebagai "gelombang kedua" feminisme.
Selama Perang Dunia II banyak perempuan yang aktif berpartisipasi dalam militer atau mendapatkan pekerjaan di industri yang sebelumnya diperuntukkan bagi laki-laki menjadikan Rosie the Riveter sebagai ikon feminis. Setelah gerakan hak-hak sipil perempuan mencari partisipasi yang lebih besar di tempat kerja, dengan upah yang setara sebagai prioritas utama dalam upaya mereka.
Equal Pay Act tahun 1963 merupakan salah satu upaya pertama untuk mengatasi masalah yang masih relevan ini.
Ketika feminisme gelombang pertama berfokus pada hak-hak absolut seperti hak pilih feminisme gelombang kedua fokus pada masalah kesetaraan budaya lainnya seperti reproduksi, pengasuhan anak, kekerasan seksual, seksualitas perempuan, dan masalah domestisitas.
Feminisme gelombang kedua mengidentifikasi periode aktivitas feminis dari awal 1960-an hingga akhir 1980-an yang melihat ketidaksetaraan budaya dan politik sebagai hal yang saling terkait.
Feminisme gelombang kedua bertemakan "Women's Liberation" yang muncul dalam buku The Second Sex karya Simone de Beauvoir. Ungkapan tersebut pertama kali digunakan pada tahun 1966 yang dianggap sebagai gerakan kolektif yang revolusionis.
Tiga tahun sebelumnya yakni tahun 1963, seorang penulis dan aktivis feminis asal Amerika, Betty Friedan menerbitkan The Feminine Mystique menjadi suara untuk ketidakpuasan dan disorientasi yang dirasakan perempuan saat dihambat ke posisi rumah tangga setelah lulus kuliah. Dalam buku itu Friedan mengeksplorasi akar perubahan peran perempuan dari tenaga kerja penting selama Perang Dunia II kembali menjadi ibu rumah tangga pasca perang dan mengeksplorasi perubahan peran perempuan dari tenaga kerja selama Perang Dunia II kembali menjadi ibu rumah tangga pasca perang.
Feminisme gelombang kedua juga dipicu oleh ledakan ekonomi pasca-Perang Dunia II di mana kapitalisme mencapai puncaknya dan memperpetuasi budaya patriarki di dalam keluarga.
Dalam sejarahnya feminisme gelombang kedua di Amerika terbagi menjadi dua kelompok utama: kelompok kanan yang cenderung liberal dan memperjuangkan partisipasi perempuan di seluruh aspek sosial dengan kesetaraan hak dan kewajiban dengan laki-laki serta kelompok kiri yang lebih radikal.
Feminisme radikal menyoroti ketimpangan dalam feminisme liberal terkait kelas, ras, dan protes terhadap perang Vietnam. Mereka menerapkan konsep "Consciousness Raising" dan paham "The Personal is Political" mengkritik patriarki yang memaksa perempuan untuk bersikap apolitis.
Sedangkan di Inggris, kelompok kanan, didominasi wanita pekerja, mengorganisir pemogokan untuk persamaan upah, sementara kelompok kiri berbasis sosialis Marxisme.