Ketika masa revolusi industri kapitalis sedang berkembang dan semakin banyak tenaga kerja yang harus dipergunakan hingga pada masa tertentu di Inggris sudah tidak lagi tersedia laki-laki produktif untuk bisa dipekerjakan di pabrik-pabrik. Tetapi para kapitalis terus berambisi untuk menumbuhkan pabrik-pabriknya, tujuannya untuk mendapatkan mesin uang sebanyak-banyaknya.
Pada akhirnya bagaimana kapitalisme berpikir dimana pabrik terus ada dan tenaga kerja terus-menerus tersuplai maka mereka pun akhirnya mengambil tenaga kerja perempuan dan anak dengan slogan berupa:
"Kalian juga bisa kerja di luar rumah Ayo kerja"
Lalu tenaga perempuan pun dipakai di pabrik-pabrik, salah satu pabrik pemintalan kapas terbesar di Inggris pada abad ke-18 adalah Pabrik Cromford yang menggunakan tenaga air dan banyak mempekerjakan perempuan serta anak-anak.
Mereka berpikir bahwa perempuan lebih baik dipakai daripada laki-laki karena perempuan dibayar lebih murah, lebih mudah diintimidasi, lebih sabar dicacimaki, dan lebih setia pada perusahaan. Oleh karena itu, perempuan tetap bekerja sementara laki-laki dipecat untuk menambah jumlah pekerja perempuan.
Pada saat itu perempuan bekerja di perusahaan yang tidak terlalu membutuhkan tenaga besar tetapi membutuhkan kejelian dan ketelitian, sementara laki-laki tinggal di rumah untuk merawat anak-anak. Ini menimbulkan stres bagi laki-laki, anak-anak, dan ibu yang bekerja.
London dan Inggris pada waktu itu dilanda huru-hara yang luar biasa karena masyarakatnya stres yang disebabkan oleh kapitalis. Namun, dari zona stres ini perempuan muncul untuk membuktikan bahwa mereka juga bisa bekerja seperti laki-laki, mereka tidak lagi patuh pada era feodalisme. Perempuan menyatakan bahwa mereka bekerja sekarang untuk menyokong laki-laki dan anak-anak mereka.
Feminisme pada awalnya muncul sebagai respons terhadap kapitalisme yang merajalela di dunia pada saat itu, bersamaan dengan kemunculan komunisme.
Alice Clark berpendapat bahwa, ketika kapitalisme masuk ke Inggris pada abad ke-17, hal itu berdampak negatif terhadap status perempuan, yang kehilangan sebagian besar kepentingan ekonomi mereka.
Clark berpendapat bahwa di Inggris abad ke-16 perempuan terlibat dalam banyak aspek industri dan pertanian. Rumah adalah unit produksi utama, dan perempuan memainkan peran penting dalam menjalankan pertanian dan beberapa perdagangan serta perkebunan. Peran ekonomi mereka yang bermanfaat memberikan mereka semacam kesetaraan dengan suami mereka.Â
Namun, menurut Clark seiring dengan berkembangnya kapitalisme pada abad ke-17 semakin banyak terjadi pembagian kerja dimana suami mengambil pekerjaan berbayar di luar rumah, dan istri terpaksa melakukan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar. Perempuan kelas menengah terkurung dalam kehidupan rumah tangga yang menganggur, mengawasi para pembantu, perempuan kelas bawah terpaksa mengambil pekerjaan dengan gaji rendah. Oleh karena itu, kapitalisme berdampak negatif terhadap perempuan.