Di Indonesia terutama di daerah kota-kota besar sering sekali kita menemukan atau menjumpai orang tua yang tega mengajak putri dan putranya untuk mengamen bahkan untuk mengemis, yang lebih mirisnya lagi anak tersebut di suruh untuk ikut menari,bernyanyi dan bahkan meminta-minta, dengan maksud menjadikan anak tersebut sebagai alat atau perantara. Tujuannya agar menarik suatu simpati masyarakat sehingga masyarakat dapat bersimpati dan mau mengasihani anak tersebut.
Tidak sedikit orang tua yang bahkan merelakan memberhentikan tingkat pendidikan seorang anak dan memilih untuk megikut sertakan mereka dalam pekerjaan pengamen dan pengemis.
fenomena ini sangatlah marak dan banyak sekali kita jumpai baik di perkotaan ataupun perdesaan yang biasanya dilakukan di persimpangan jalan atau bahkan tempat-tempat umum seperti halnya pasar-pasar atau tempat makan restoran.
kondisi tersebut biasanya diakibatkan karena kurangnya faktor ekonomi dari keluarga tersebut, kurangnya kepedulian dari seseorang terhadap hak perlindungan anak, kemudian juga kurangnya lapangan pekerjaan yang ada serta tidak memilikinya pekerjaan bagi orang tua tersebut.
Salah satu contoh dari fenomena ini yang telah dijumpai adalah orang tua yang memiliki inisial "p" di daerah Yogyakarta yang mengajak anaknya yang berusia 8 tahun untuk mengemis di daerah pasar pagi sunmore.
si "p" tersebut  mengajak anaknya dengan alasan karena faktor ekonomi keluarga agar memenuhi kebutuhan hidup.
Mbak "p" mengajak anaknya untuk mengemis dari jam 06.30 mulai dari pasar yang paling ujung sampai yang paling belakang, sebenarnya tidak ada keinginan melibatkan anaknya untuk mengemis, tetapi mbak "p" tersebut mengaku merasa terpaksa kemudian juga dengan adanya seorang anak akan lebih menekankan maasyarakat agar lebih bersimpati sehingga masyarakat lebih mudah memberikan sedikit rejekinya.
Penulis berharap kepada pemerintah dapat lebih memandang kasus seperti ini dan agar juga memberikan suatu solusi atau langkah, seperti contohnya memberikan kursus gratis bagi pengamen dan pengemis serta sejenisnya sehingga kasus seperti mbak "p" tersebut terminimalisir
Dalam hakikat hukum yang berlaku di negara ini sangatlah tidak menganjurkan hal tersebut untuk dipraktekan karena fenomena tersebut sangatlah melenceng dari hakikat perlindungan anak. Sementara kita tahu banyak sekali kasus-kasus yang sudah terdengar yang masih berkaitan dengan hal ini.
Seperti yang baru-baru ini adalah kasus dimana 3 orang tua tega memaksa anaknya untuk mengament di daerah malang batu, kemudian fitri si anak yang diberhentikan sekolahnya untuk mencari uang dengan mengament dan masih banyak lagi kasus-kasus yang mirip tersebut.
menanggapi kondisi tersebut ketua umum komisi nasional perlindungan anak (KOMNAS PA) mengecam ekploitasi anak yang dilakukan orang tua atau sindikat untuk mencari keuntungan semata, ia mengatakan tentang pelaku ekploitasi tersebut dapat dikenai sanksi pidana.
"Sanksinya karena itu sindikat dan ekploitasi ekonomi, biasa dipidana. Pasalnya Undang-undang ketenaga kerjaan atau undang-undang perlindungan anak", ujarnya kepada kompas.com. Undang-undang ketenagakerjaan yang dimaksud adalah Undang-undaang ketenaga kerjaan nomor 23 Tahun 2002.
Sementara untuk perlindungan anak yaitu adalah nomor 23 tahun 2002. Keduanya mengatur tentang ekploitasi anak dibawah umur.
Berdasarkan data yang ada, terdapat sebanyak kurang lebih 3.000 orang sampai 7.00 orang yang melakukan ekploitasi tersebut di Indonesia ini baik di hari biasa maupun dihari besar dan liburan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H