Mohon tunggu...
Perdana Putra Gultom
Perdana Putra Gultom Mohon Tunggu... Freelancer - Student at Undergraduate Programme of Anthropology, Universitas Indonesia

Manusia yang sedang mengambil kuliah mempelajari manusia dan kebudayaannya. Seorang penggemar olahraga yang tertarik pada isu sosial-politik, kebudayaan, teknologi, ekonomi, dan popular culture.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebangkitan Religiusitas, Industri Halal, dan Kapitalisme (Studi Kasus Kosmetik Halal di Indonesia dan Malaysia)

11 Januari 2020   21:05 Diperbarui: 11 Januari 2020   21:13 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dilihat melalui perspektif produsen, fenomena label sertifikasi halal menunjukkan bahwa ekonomi dan bisnis tidak dapat dipisahkan dari nilai moral. Dalam segmentasi pasar yang didominasi oleh konsumen beragama Islam, memproduksi kosmetik yang sesuai dengan kaidah halal adalah sebuah tanggung jawab moral bagi produsen.

Terlepas dari keutamaan konsep halal yang ditujukan sebagai pemenuhan kebutuhan konsumen kosmetik Indonesia dan Malaysia yang mayoritas beragama Islam, kedua produk ini tetaplah sebuah bisnis yang berorientasi pada keuntungan, Wardah dan Safi saling melakukan ekspansi wilayah pemasaran, Wardah masuk ke Malaysia dan Safi memperluas pangsa pasarnya ke Indonesia. Kebutuhan akan produk halal yang juga dianggap sebagai pemenuhan kebutuhan iman pemeluk agama Islam seolah dikomodifikasi oleh koorporasi kosmetik halal untuk tujuan mendapat profit.

Kebangkitan religiusitas atau keagamaan sering kali dipahami sebagai sebuah gerakan atau fenomena yang bersifat makro, dalam menghadapi tantangan rasionalisasi dan modernisasi dalam globalisasi yang menyebabkan pergeseran konstruksi agama menjadi lebih privasi, secara tanpa disengaja menjadikan agama masuk ke aspek-aspek kehidupan pribadi manusia. 

Ajaran Islam berusaha untuk semakin dikuatkan dalam aspek-aspek kehidupan privasi pemeluknya, kosmetik halal dan berbagai ajaran yang diimplementasikan di dalamnya menguatkan posisi agama di dalamnya.

 Terlepas dari sisi sacred ajaran yang diimplememtasikan pada produk kosmetik halal, Wardah, Safi, dan berbagai brand kosmetik halal lainnya tetaplah sebuah kosmetik yang merupakan benda profane yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan keuntungan bagi produsen.

REFERENSI

Reid, A. (2011). Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680. Tanah Di Bawah Angin.

Hefner, R. W. (2010). Religious resurgence in contemporary Asia: Southeast Asian perspectives on capitalism, the state, and the New Piety. Journal of Asian Studies, 69(4), 1031--1047. 

Koning, J., & Njoto-feillard, G. (2017). New Religiosities, Modern Capitalism, and Moral Complexities in Southeast Asia. New Religiosities, Modern Capitalism, and Moral Complexities in Southeast Asia, 1--15. 

Evers, A. H., Siddique, S., Evers, H., & Siddique, S. (2019). Religious Revivalism in Southeast Asia: An Introduction Source: Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia , Vol . 8 , No . 1 , Religious Stable An Introduction Religious Revivalism in Southeast Asia. 8(1), 1--10.

Ali, S., Halim, F., & Ahmad, N. (2016). The state of halal cosmetic research on consumer behavior: A systematic review of the literature and future research directions. Journal of Marketing Management and Consumer Behavior, 1(4), 40--51.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun