Begitulah negeri ku Minangkabau, nan kaya raya, Â beradat berlembaga, tak lekang di panas, Â tak lapuk di hujan. Adat begitu dijunjung tinggi, falsafah hidup pagaran budi, namun terasa begitu kejam bila tataran adat itu tak dimengerti.
Di Zaman Zainuddin dulu, kesukuan di Minangkabau masih sangat kentara, konservatif dan militan, sehingga orang adat dipandang kuat dan berkuasa di Minangkabau. Jangan sekali kali menentang adat, bisa terusir dan terbuang, seperti dialami Bapaknya Zainuddin.
Namun pemikiran itu sudahlah berubah, Minangkabau baru hadir lebih dinamis, progresif dan terbuka, selagi tak melanggar syara' ketentuan dalam adat nan sabana adat, adat basandi syara', Â syara' basandi Kitabullah, adat nan bapaneh, Â syara' nan balinduang, Â syara' mangato-adat mamakai, syara' nan Kadim-adat nan kawi, selama itu pula perkara yang baru bolehlah diajukan.
Namun pertimbangan dan musyawarah dari kaum kerabat, mambasuik dari bumi, Â bulek samo di golongkan, Â picak samo di layangkan. Dengan kesudahan Adat adalah menuju kehidupan yang harmonis berkaum, Â bersuku, Â berkorong bernagari. Melalui gubahan ini pula, sudah barang tentu tugas kita bersama adalah merawat Minangkabau.
Putra Chaniago
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H