Deg! Hatiku berdegup kencang. Fadlan? Aku seakan tak percaya, bahwa yang ada di hadapanku saat ini adalah Fadlan yang pernah mengisi hatiku lima tahun yang lalu. Aku mengulurkan tanganku setelah Fadlan mengulurkan tangannya terlebih dahulu. Tangan kami gemetar. Aku mencoba berusaha bersikap tenang. Agar suamiku tak berpikiran yang macam-macam. Ah, apa seharusnya aku bicara saja pada suamiku kejadian yang sebenarnya, bahwa Fadlan adalah….. Ah rasanya waktunya tak tepat, jangan sekarang.
Aku hanya bisa diam ketika mereka berdua terlibat dalam perbincangan yang asyik. Aku memperhatikan tawa mereka, begitu akrab memang. Aku tak menyangka Althaf yang sekarang jadi suamiku adalah kawan lama dari mantanku sendiri, Fadlan.
“Doain aja, undangannya menyusul ya, belum selesai cetak, sementara orangnya aja dulu yang aku kenalin ke kalian.” kudengar Fadlan mengucapkan sebuah kalimat.
Jadi sebentar lagi dia akan menikah? Rasa penasaranku semakin besar, wanita seperti apa sih yang kelak akan mendampingi Fadlan? Yang jelas bukan aku, karena aku kini telah menjadi Ny. Althaf, batinku sambil tersenyum.
“Nah tuh dia orangnya datang.” Fadlan menunjuk ke arah gadis cantik yang tengah berjalan anggun menuju meja kami, meja nomor 10.
“Lho, Arlita?”
“Mas Althaf?”
“Kalian sudah saling kenal?” tanya Fadlan dengan wajah bingung.
Sementara aku melihat ketiganya dengan wajah yang tak kalah bingungnya, hatiku diliputi penasaran.
“Jadi gini, sayang…” suamiku mencoba menjelaskan sambil menggenggam tanganku, kemudian ia meneruskan bicaranya “Arlita ini dulu pernah pacaran sama Mas..”
“Jadi Arlita mantannya Mas Althaf?” aku tak sabar menunggu jawaban Althaf sehingga aku tak sengaja memotong bicaranya.