Mohon tunggu...
Putri Apriani
Putri Apriani Mohon Tunggu... Freelancer - Fiksianer yang Hobi Makan

@poetri_apriani | poetriapriani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Kuliner] Terselip Kenangan Antara Jubung dan Ayas

6 Juni 2016   03:34 Diperbarui: 6 Juni 2016   11:54 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Fiksiana Community

"Iya, udah setahun aku nggak ke sini, jadi kangen sama cemilan khasnya." ucap suamiku yang sedang asyik melihat berbagai jenis makanan yang tersedia di etalase toko. "Kamu udah pernah coba ini, Za?" ia menunjukkan dua buah makanan yang tak asing lagi dalam pikiranku.

Aku menggelengkan kepalaku walau sebenarnya aku tahu apa nama makanan itu. Jenang Jubung dan Jenang Ayas. Tentu saja aku hafal betul kedua makanan itu. Ada kenangan yang terselip di kedua makanan manis tersebut. Kenangan manis sekaligus menyakitkan.

Ingatanku mengarah ke peristiwa lima tahun yang lalu, ada sebuah nama yang mengisi hatiku, nama itu adalah Fadlan. Kala itu aku dan Fadlan adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Di mana ada aku di situ ada dia. Kami bagai gula dan semut, bahkan banyak yang mengatakan bahwa kami seperti anak kembar, tak terpisahkan. Kami sempat pula mengukir impian, impian bersanding di pelaminan, impian yang nyatanya tak pernah terwujud, impian anak muda yang labil karena begitu mudahnya mengucapkan ini itu tanpa memikirkan baik buruknya.

Dulu, kegiatannya berpusat di Jakarta, sehingga beberapa bulan sekali Fadlan menyempatkan diri untuk pulang ke kotanya. Kota Gresik, yang juga dikenal sebagai kota para wali, hal ini ditandai dengan penggalian sejarah yang berkenaan dengan peranan dan keberadaan para wali yang makamnya berada di Kabupaten Gresik yaitu, Sunan Giri dan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Juga dengan berbagai kulinernya yang ngangenin. Fadlan seringkali membawakan aku oleh-oleh, "Ini cuma ada di Gresik, Za, di Jakarta nggak ada yang jual." Begitu menurutnya, mungkin itu yang menyebabkan aku selalu candu dengan kuliner dari kota asalnya.

Ada nasi krawu, otak-otak bandeng, pudak, jubung, ayas, dll. Aku paling suka jubung dan ayas. Jubung dan Ayas merupakan jenang atau dodol. Dodol ini memang berbeda dengan yang lainnya. Bila jubung berbentuk bulat dan dibungkus dengan pelepah daun pinang sedangkan Ayas memiliki warna-warna yang cerah seperti pink, kuning, hijau, dan hitam. Persamaan dari keduanya adalah taburan wijen yang sepertinya mampu menetralisir rasa manis. Sehingga kedua jenang ini tidak memiliki rasa manis yang berlebihan, tak seperti kebanyakan jenang/dodol lainnya.

Jenang Jubung (dokpri)
Jenang Jubung (dokpri)
"Sayang? Duh, aku kok dicuekin sih?” tepukan tangan Althaf pada bahuku mengusir lamunanku. “Cobain deh yang ini namanya Jubung kalo yang ini Ayas. Rasa manisnya pas kayak kamu." 

Duh mengapa pula aku harus mengingat Fadlan kembali? Mengingat kenangan yang telah aku usir keras-keras?

"Hei, kamu kenapa sih? Kok melamun terus?"

"Eh, hhmm.. Nggak apa-apa kok, kayaknya aku masih ngantuk deh."

"Ya udah nih cobain dulu. Abis ini kita langsung ke hotel, besok pagi anterin aku ketemu klien sekaligus teman lamaku ya?"

Aku tersenyum kemudian mengangguk, mencoba menutupi rasa kikukku dengan menggigit Jenang Ayas yang diberikan Althaf, lelaki yang beberapa hari ini telah menjadi suamiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun