“Ma—maafkan Mila, Bun!”
***
Malam makin larut tetapi hujan tak juga berhenti. Petir memang tak lagi menggelegar tetapi tetesan air dari langit sepertinya masih betah membasahi bumi. Udara dingin pun terasa menusuk kulit membuat siapapun akan makin terlelap ke alam mimpi. Pun dengan Mila, ia semakin rapat menarik selimutnya. Apalagi hari ini dirinya sangat lelah pasca menyemangati Kamal yang tengah bertanding dengan tim basket sekolah dalam kejuaraan antar sekolah.
Namun tiba-tiba kenyamanan Mila terusik. Ia merasa ada tangan yang menggerayangi bagian bawah tubuhnya. Tangan besar itu berulang kali mengusap-usap paha miliknya. Sontak Mila terbangun dan ia terbelalak mendapati siapa yang berada di atas ranjangnya.
Refleks Mila berteriak, namun tangan besar itu menutup mulutnya dengan cepat. Ia meronta, berteriak kencang, melawan namun semua berakhir sia-sia. Yang ada justru tangannya diikat, mulutnya disumpal dengan kain. Dan detik selanjutnya Mila hanya bisa pasrah ketika tubuh besar itu melakukan hal yang tak semestinya dilakukan. Mila hanya bisa meratap akan kesialan hidup yang dialaminya. Akhirnya kehormatan dan harga dirinya sebagai perempuan terhempas sudah.
Ah, kenapa dia tega melakukannya?
Logika Mila tak bisa menerima hal ini. Lelaki yang seharusnya menjaga dan melindunginya justru tega melakukan padanya.
Ya Tuhan, seperti inikah laki- laki yang kupanggil ayah?
*
SELESAI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H