Nina, masih ceria dan ramah seperti dulu, tak ada yang berubah. Lalu bagaimana yang Mr. J ceritakan padaku? Apakah dia berbohong padaku, atau…..
“Mulai malam ini, kau bisa tinggal di apartemenku, Anna.”
Aku mengangguk lalu tersenyum. Tak ada yang curiga dengan penyamaranku, semuanya terlihat masih baik-baik saja.
Bila sebelumnya aku pandai berkhayal dan pandai merayu hatiku agar tak berdarah-darah lagi, berkata padanya bahwa esok pasti kamu akan kembali. Maka, kini keahlianku bertambah kembali, Gie. Kini aku pandai bersandiwara, darimu, dari Nina, dari Ran, dan Mr. J tentunya.
Tapi, tahukah kau Gie? Sungguh, aku tak ingin berpisah denganmu. Bila saja aku menuruti egoku, mungkin aku sudah berteriak di depan wajahmu, dan mengatakan “aku Rhein-mu, Gie, aku bukan Anna!”
Semalam adalah malam terindahku setelah berbulan-bulan lamanya aku tak dapat menatap wajahmu dari dekat Gie, menikmati senyummu yang begitu ampuh menghilangkan penatku, dan suara merdumu yang tak dapat dipungkiri telah membuatku candu. Meski dengan kumis tipis, cambang panjang dan kantung kelopak mata yang agak lebam. Ada apa denganmu Gie? Entahlah aku belum bisa menanyakan hal itu kepadamu, mungkin suatu saat, mungkin aku butuh bantuan orang lain agar kau tak curiga padaku.
Sore ini, sepulang kantor, Nina mengajakku untuk pulang ke apartemennya, apartemen yang tak jauh dari apartemenku, pun tak jauh dari kantor kami.
Nina mengambil kunci apartemen dari tasnya, kemudian membuka pintu itu secara perlahan. Aroma lavender menyambut kedatangan kami, entah mengapa gadis itu begitu suka dengan aroma lavender, menenangkan menurutnya.
“Mungkin kau bisa mandi terlebih dahulu sebelum kita berbincang-bincang di balkon, Anna.”
Aku meraih handuk yang Nina berikan padaku, kemudian bergegas memasuki kamar mandi yang didominasi dengan berbagai pernak-pernik yang berbau hello kitty.
Menit ke sepuluh setelahnya, aku menuju balkon, di sana ada Nina yang sedang berdiri menatap hujan. Matanya basah, entah itu air mata, atau air hujan, aku tak bertanya.