"Kita lagi ngeliat kucing, pak" jawabku singkat.
"Jan bagaduah lo, beko mati nyo. Baliak lah ka kelas kalian lai!" Perintahnya.
 Aku dan Lulu kemudian bergegas pergi ke kelas masing-masing setelah berpamitan dengan Satpam tersebut. Kami membatalkan rencana berbelanja secara tiba-tiba.
 Saat diperjalanan, Lulu kembali membahas anak-anak kucing tadi. Aku ikut bersedih tatkala Lulu mengungkit kejadian saat kami pertama kali melihat isi kotak kardus tersebut.
 Aku mendapat ide cemerlang saat itu "Lu, gimana kalau kucing tadi kita bawa pulang aja?" Tawarku dengan bersemangat. Lulu terlihat berpikir sejenak, memikirkan pertanyaanku barusan.
"Mau diletakkin di Rumah siapa? Di Rumahku ga bisaa, aku takut nanti kucingnya jalan ke pinggir jalan terus kegiling mobil" ia mengeluh sendu.
 Aku berpikir cukup lama. Menimbang-nimbang hal apa saja yang akan terjadi jika kucing yang baru saja kami beri nama Pussy ini kubawa pulang. "Yaudah di rumah aku aja Lu, kayaknya bisa dehh" finalku.
 Kami bersorak kegirangan sebab akhirnya dapat menemukan cara untuk menyelamatkan satu-satunya anak kucing yang tersisa. Aku dan Lulu bersepakat untuk saling berkontribusi dalam menjaga Pussy.
 Lulu memberikan spet agar mempermudahku saat memberi Pussy susu kucing. Aku membeli susu kucing dan makanan basah untuk Pussy. Ayahku membuatkan sebuah kandang kucing yang dilengkapi dengan lampu hangat di dalamnya.
 Kondisi Pussy mulai membaik beberapa hari kemudian. Aku rutin memberikan kabar-kabar terbaru Pussy kepada Lulu. Lulu terlihat bersemangat setiap mendengar kabar terbaru tentang Pussy dariku.
 Namun, hal itu ternyata tidak berlangsung lama. Kondisi Pussy memburuk. Pussy tidak mau makan sehingga tubuhnya selalu terlihat lesu. Ia banyak tertidur dan berbaring dan tidak seaktif biasanya.