Kali ini, aku tidak bisa berkata-kata lagi. Pikiranku melalang buana mengingat sosoknya yang selalu bersedia ada dalam setiap kekacauanku. Aku meraih ponsel dan mencari nama Mama untuk segera kuberitahu soal ini. Pada dering ketiga, Mama menerima teleponku, dan aku meluruhkan semua ceritaku. Mama tidak merespon ceritaku bahkan saat kukatakan aku telah selesai bercerita.Â
Firasatku berkata bahwa Mama sedang tersenyum disana, dan beberapa detik kemudian suara lembutnya menyapa, "Raina, Mama ingin memberitahumu sesuatu, sebenarnya dia telah memintamu dua bulan yang lalu, tepat saat kamu sedang lembur di kantor, dia mendatangi Mama dengan kedua orang tuanya. Tapi, dia meminta Mama untuk tidak memberitahumu saat itu. Karena dia masih ingin mengenalmu jauh lebih dekat dan dia tidak ingin membebani hatimu dengan perasaannya. Mama juga tahu bahwa hatimu masih mengingat Riko. Jadi, Mama tidak akan memaksamu menerimanya, karena yang menjalani adalah kamu, kamu bebas menentukan pilihanmu sendiri. Mama akan tetap mendoakan yang terbaik untuk hidupmu, apapun keputusannya. Pesan Mama hanya satu, jangan sia-siakan apa yang ada di hadapanmu saat ini."Â
Lalu, Mama memutuskan sambungan teleponnya sepihak. Kepalaku berusaha menyusun teka-teki ini, seolah kondisi saat ini harus kulengkapi terlebih dahulu untuk kemudian membuat keputusan. Aku tidak memungkiri bahwa tidak ada wanita yang ingin menolak laki-laki semapan dan tampan seperti Andrean. Aku tahu betul sifatnya dan dia juga tahu betul akan sifatku. Aku memantapkan hati untuk memikirkan sebuah keputusan final nantinya.
Beberapa hari kemudian, aku mengabari Mama dan juga Andrean bahwa aku bersedia. Namun, aku memberi pengertian pada Andrean bahwa aku tidak akan menikah dalam waktu dekat. Aku tidak ingin terbu-buru sebab aku ingin meluruhkan luka masa laluku terlebih dahulu.Â
Syukurnya, Andrean mengerti dan bersedia menungguku hingga waktu penyembuhanku selesai. Aku berterima kasih pada sosoknya yang entah keberapa kali selalu "bersedia" akan banyak hal dalam hidupku. Setia berjalan beriringan di sampingku, tanpa berniat mendahului.Â
Aku bersyukur Tuhan memberiku sosok sahabat yang akan segera menjadi pelengkap seperti dia. Meski dalam beberapa hal dia akan sangat menjengkelkan, tapi sifat usilnya sekaligus menjadi hiburan untuk kemudian aku tertawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H