Mohon tunggu...
Puteri Intan Rizqi
Puteri Intan Rizqi Mohon Tunggu... Penulis - ENFP-A

Penulis Mager

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Renjana

30 Januari 2021   18:59 Diperbarui: 31 Januari 2021   15:55 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kemudian, aku kembali fokus menyelesaikan naskah-naskah berserakan yang ada pada layar komputerku. Beberapa jam pun berlalu, dan memasuki waktu makan siang. 

Aku terkejut dengan kehadiran sosok tak diundang yang telah menyandarkan kepala di kubikelku. Iya, dia sahabat anehku yang hilang tiba-tiba dan juga datang secara tiba-tiba, Andrean. "Makan, yuk? Dimana, ya, enaknya?"

Aku mengabaikan pertanyaan bodohnya karena aku tahu pasti bahwa makan siang kita akan tetap berakhir di kafe dekat kantor. Aku membereskan meja kerjaku dan mematikan komputerku sejenak, lalu beranjak beriringan bersana Andrean menuju kafe biasanya. 

Sepanjang jalan, Andrean mengoceh tidak jelas tentang apa saja, tapi aku enggan menanggapi karena terlalu sibuk memainkan gawai di genggamanku. Tolong jangan dicontoh kebiasaan buruk ini, biasanya aku tidak seperti ini, hanya saja hari ini moodku sedang tidak baik-baik saja entah kenapa.

Sesampainya di kafe, Andrean tidak lagi mengoceh banyak hal. Sepertinya ia menyadari bahwa moodku tidak dalam keadaan baik. Ya, dia satu-satunya manusia yang bisa kusebut sahabat, entah karena apa. 

Dia memesankan makanan untukku yang sudah pasti akan seperti biasanya. Dia tidak menanyaiku kenapa dan ada apa karena dia paham betul sifatku yang tidak akan menjawab apapun kecuali saat moodku sudah kembali baik.

Aku mengernyit bingung saat ada aneka biskuit beraneka macam memenuhi meja kami. "Biasa aja kali mukanya, ini sengaja gue pesen biar mood-lo lebih baik, buruan makan, entar keburu habis jam makan siangnya," kubalas omelannya dengan senyum sumringah bak anak kecil yang sedang sedih lalu diberi balon. Aku melahap makan siang dengan perasaan yang membaik.

Sepulang kafe, kami menuju meja kerja masing-masing yang tentu berbeda. Untuk kesekian kalinya dalam hari ini, aku kebingungan lagi. Pasalnya ada sebuah amplop berwarna abu-abu senada dengan setelan yang aku kenakan ada di mejaku. Aku menimbang-nimbang surat itu, kira-kira siapa pengirimnya. Aku membuang rasa penasaranku dan membaca surat itu dengan saksama.

Waktu demi waktu telah pernah kita jalani beriringan. Aku, juga kamu yang tidak pernah terpisah. Takdir pernah membuat kita tertawa, menangis, dan juga berbahagia. Pernahkah kamu bertanya pada arus takdir kemana muara perjalanan hidup kita? Aku selalu bertanya, namun belum terjawab sedikitpun. Rupanya takdir menginginkan kita bekerja sama untuk menentukan muara apa yang akan ada pada cerita kita. Entah muara sedih atau muara bahagia. Aku berharap kamu mau diajak bekerja sama dengan mewujudkan muara bahagia bersamaku.

Meski aku tahu, hatimu belum benar-benar sembuh akan luka masa lalu, maka dari itu aku ingin mengajukan diri sebagai obat penawar lukamu, aku akan menerimamu dengan segala ketidak utuhanmu, dan melengkapinya dengan "aku".

Halo, Raina! Gadis yang tidak pernah suka hujan tapi namamu adalah hujan. Aku menginginkan kamu untuk menjadi hujan kebahagiaan dalam hidupku. Mungkin ini akan mengejutkanmu tapi aku tidak akan peduli karena aku adalah sosok penuh kejutan yang akan selalu hadir di hidupmu untuk hari ini, esok, dan juga seterusnya. Semoga dirimu bersedia menerima "aku" untuk menjadi pelengkap hidupmu.
-Andrean

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun