Mohon tunggu...
PuteraJS
PuteraJS Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

SHARES BUY-BACK? YA DAN TIDAK (1)

29 Agustus 2015   21:56 Diperbarui: 29 Agustus 2015   21:56 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

SHARES BUY-BACK? YA DAN TIDAK (1)

 

Terjadinya penurunan harga saham di bursa memunculkan wacana pembelian kembali saham perusahaan (shares buy-back/SBB).

 

Banyak yang tidak paham, bahwa program SBB adalah bagian yang normal dari tata-kelola perusahaan yang merupakan tanggung-jawab manajemen. Tidak bisa mentang-mentang pemerintah adalah pemilik (majoritas) sejumlah perusahaan yang sahamnya sudah tercatat di Bursa, lantas program SBB tersebut bisa dijalankan melalui sebuah instruksi. Manajemen perusahaan publik bukan aparat kementrian yang bisa dikomando dengan sebuah surat perintah.

 

Tidak tepat untuk menempatkan program SBB sebagai bentuk reaktif yang bertujuan untuk mencegah kemerosotan harga saham. Karena jika tujuannya untuk mengatur harga, maka hal itu sama saja dengan upaya untuk memanipulasi pasar. Memanipulasi harga pasar tentu tidak membuat perusahaan lantas lebih bernilai dimata investors. Upaya semacam itu, jika dilakukan, hanya akan menarik speculators yang rentang investasi-nya sangat pendek.

 

Apakah program shares buy-back merupakan tindakan yang benar, atau merugikan, harus dikaji dalam ruang lingkup fungsi manajemen dalam mengelola sebuah perusahaan.

 

Capital Allocation. Manajemen memperoleh mandat dari pemegang saham untuk dapat mengelola kegiatan usaha perusahaan. Karena itu, setiap tindakan dan langkah yang dilakukannya harus mampu memberikan manfaat yang optimum bagi para pemegang saham.

 

Manfaat optimum yang diperoleh pemegang saham, akan ditentukan oleh keberhasilan manajemen dalam menjalankan dua fungsi utama-nya, yaitu : a) kemampuan dalam mengelola kegiatan operasional; dan b) kemampuan dalam melakukan capital allocation.

 

Meskipun butir a) dan b) itu saling terkait, namun program shares buy-back akan lebih menunjukan apakah manajemen bersangkutan memiliki kemampuan yang handal dalam melakukan pengalokasian sumber-dana (capital allocation) yang dimiliki perusahaannya.

 

Setiap investor, baik membeli 100% kepemilikan sebuah perusahaan, atau melakukan pembelian sejumlah saham lewat Pasar Modal, tentu mengharapkan imbal hasil atas investasi yang ditanamkannya. Imbal hasil tersebut berupa : a) pembagian keuntungan (dicerminkan lewat dividen) dan b) peningkatan nilai perusahaan (capital gain).

 

Dividen. Laba Ditahan. Atau Buy-Back?. Saat perusahaan memiliki sumber-dana yang diperoleh dari hasil keuntungan, maka terdapat 3 (tiga) pilihan yang dapat diambil manajemen untuk dapat memberi manfaat optimum kepada pemegang saham :

 

  1. Membagi Dividen. Dengan memperoleh dividen, maka pemegang saham dapat menikmati hasil investasi yang ditanamnya. Dividen ini kemudian bisa dimanfaatkan oleh pemegang saham sesuai preferensi mereka masing-masing. Ada yang menggunakannya untuk belanja. Ada yang memakainya sebagai modal untuk usaha lain. Dan ada juga yang menempatkannya sebagai tabungan untuk mendapatkan bunga.

 

  1. b. Laba Ditahan. Manajemen perusahaan yang dapat menghasilkan Return On Equity/ROE tinggi, akan lebih baik jika menahan dan memanfaatkan dana hasil keuntungan itu untuk pertumbuhan usaha daripada membagikannya sebagai dividen. Pemegang saham akan tetap happy, meski tidak mendapatkan dividen, karena peningkatan imbal hasil ini pada gilirannya akan tercermin dalam peningkatan nilai buku serta harga saham perusahaan. Jalan inilah yang dipilih Warren Buffett melalui Berkshire Hathaway-nya yang selama 50 tahun TIDAK PERNAH sekalipun melakukan pembayaran dividen kepada pemegang sahamnya. Buat apa membagikan dividen, yang setelah ditangan pemegang saham hanya menghasilkan 2-4% saja (atau malah habis dibelanjakan), padahal ketika dana yang sama itu dikelola oleh manajemen Berkshire Hathaway dapat menghasilkan 19% setiap tahunnya? Inilah yang menjadikan kenaikan harga saham Berkshire Hathaway secara konsisten selama 50 tahun.

 

  1. Melakukan Shares Buy-Back. Jika perusahaan dapat dianggap sebagai sebuah pizza, maka kepemilikan saham tak ubahnya sebagai pizza yang dibagi-bagi kepada pemiliknya dalam bentuk pizza slice. Jika shares buy-back dilakukan, maka jumlah (pemilik) saham akan berkurang, sehingga pizza yang sama akan dibagikan kepada jumlah pemegang saham yang lebih sedikit. Dengan demikian, maka setiap pemegang saham kemudian akan mendapatkan pizza slice yang lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Tentu saja tidak ada pemegang saham yang tidak bergembira karena sekarang bisa mendapatkan potongan pizza (keuntungan) yang lebih besar. Tapi apakah sesederhana itu? Ada kriteria tertentu yang harus dikaji manajemen, sehingga program shares buy-back ini memberi manfaat optimum kepada pemegang sahamnya.

 

Kita mengenal istilah Earning Per-Share/EPS, atau bagian laba per-saham, yaitu laba perusahaan dibagi dengan jumlah saham. Dengan shares buy-back, maka jumlah saham (yang merupakan pembagi) menjadi lebih sedikit. Jika laba perusahaan tetap sama, sementara pembaginya (jumlah saham) berkurang, maka EPS atau bagian laba per-saham akan semakin meningkat. Namun, pertanyaannya adalah : perubahan EPS itu terjadi at what cost?. Apakah mungkin laba perusahaan akan tetap sama jika perusahaan melakukan shares buy- back?. Harus dihitung dampaknya dengan melakukan perbandingan antara persentase penurunan jumlah saham dengan persentase penurunan laba perusahaan.

 

Dalam kerangka berpikir inilah, maka manajemen harus menghitung opportunity cost dari keputusannya untuk melakukan shares buy-back. Jelas, jumlah laba (sebagai pembilang dalam menghitung EPS) tidak akan sama lagi. Apabila pembelian kembali saham itu dilakukan dengan menggunakan dana di dalam perusahaan (yang sementara ditempatkan sebagai deposito), maka laba akan berkurang dengan hilangnya pendapatan bunga deposito.

 

Jika perusahaan harus menarik dana pinjaman untuk bisa melakukan pembelian kembali saham, maka laba perusahaan juga berubah. Laba akan berkurang, karena harus dikurangi dengan biaya bunga untuk pinjaman yang digunakan untuk program pembelian kembali saham. Tidak heran dalam lingkungan bisnis yang ditandai dengan pinjaman bersuku-bunga rendah, program shares buy-back lazim dilakukan. Sejak dimulainya Qantitative Easing/QE, yang kemudian mendorong suku bunga mendekati nol, pembelian kembali saham yang dilakukan perusahaan Amerika mencapai angka fantastis, 2.41 Trilyun Dollar. Tidak heran jika ada media bisnis yang menulis “Wall Street’s new drug is stock buy-back”.

 

Paparan lebih teknis tentang kriteria-kriteria yang harus dipenuhi untuk menentukan apakah shares buy-back itu patut dilakukan atau tidak, akan dibahas dalam Bagian-2 artikel ini.

 

Jakarta, 29 Agustus 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun