Mohon tunggu...
Hana Rahmah Gunawan
Hana Rahmah Gunawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

Be better

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Panggung Drama Pilkada Serentak Tahun 2020

14 November 2020   16:31 Diperbarui: 14 November 2020   16:39 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai politik dan pasangan calon pun aktif berkampanye. Selain menghadirkan pasangan calon dengan kompetensi dan kemampuan yang mumpuni, para pasangan calon pun  memvisualkan diri mereka menjadi pemimpin yang ideal bagi masyarakat baik itu dalam segi personalitas maupun mental. Baliho dan poster yang memajang wajah pasangan calon pun terpampang di setiap penjuru kota. Ini sekaligus menjadi wadah publisitas karakter paslon. 

Tidak cukup dengan baliho dan poster, para pasangan calon pun terjun langsung dan berdiskusi dengan masyarakat untuk memperoleh aspirasi-aspirasi dan berbagai keluhan masyarakat. Sudah tentu hal ini memiliki makna tersirat yaitu untuk mengambil hati masyarakat untuk memilihnya. 

Dari beberapa rangkaian Pilkada yang telah terlaksana, kampanye dengan teknik diskusi langsung atau dikenal dengan istilah 'blusukan' terbukti ampuh untuk memperoleh suara dari masyarakat. Bahkan kekuatan dari personalitas yang ditampilkan para paslon mampu menggeser dominasi partai politik dalam mempengaruhi pemilihan yang dilakukan oleh masyarakat. Hal ini mempertegas bahwa visual personalitas yang dihadirkan paslon sangat mempengaruhi. 

Pandemi ini tidak menyurutkan kegiatan 'blusukan' paslon. Blusukan melalui berbagai kanal media digital menjadi sebuah gebrakan baru dalam Pilkada kali ini. Seperti yang dilakukan oleh paslon Walikota dan wakil walikota Solo nomer urut 1, Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa. Pasangan ini melakukan blusukan via online ke daerah-daerah di kota Solo. Blusukan online ini dilakukan demi mencegah penularan virus Covid-19. Propaganda penyampaian visi dan misi via media sosial pun lebih dilakukan agar cepat tersebarnya informasi paslon pada masyarakat.

Dalam perspektif sosiologi sendiri, fenomena pasangan calon yang berlomba-lomba memvisualkan diri menjadi pemimpin yang ideal termasuk ke dalam dramaturgi. Dramaturgi sendiri diperkenalkan oleh Erving Goffman. Teori dramaturgi ini merupakan pengembangan dari konsep Herbert Mead mengenai makna, bahasa, pemikiran, yang kemudian dirumuskan oleh Blumer menjadi apa yang disebut sebagai interaksionis simbolik (Griffin, 2000:54). 

Salah satu premis interaksionis simbolik adalah bahwa makna muncul dari interaksi sosial yang merupakan proses interpretif dua arah, dan fokusnya adalah efek dari interpretasi terhadap tindakannya sedang diinterpretasikan (Griffin, 2000:55). Dramaturgi diambil dari kata drama atau panggung pementasan. Seperti halnya pentas drama, dramaturgi dibagi menjadi dua konsep besar yaitu, front stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang). 

Di panggung depan (front stages), aktor menginginkan citra dari para penonton. Citra tersebut sebenarnya adalah keinginan mempresentasikan dirinya sesuai dengan apa yang dia inginkan atau yang dituju. Jika kita ingin terlihat sebagai orang yang pintar maka kita akan menampilkan sosok yang pintar dan cerdas di depan orang-orang. 

Tujuannya adalah agar orang menganggap kita sebagai orang yang pintar. Sama halnya dengan para pasangan calon yang ingin terlihat sebagai pemimpin ideal di mata masyarakat. Selain visualisasi diri,  paslon yang memiliki berbagai macam prestasi ditingkat nasional maupun daerah akan dengan mudah menarik perhatian di masyarakat. Paslon tersebut dapat memanfaatkan prestasinya untuk berkampanye. Sebaliknya hal ini akan menjadi hal yang sulit apabila paslon tersebut belum memiliki track record di kancah daerah maupun nasional.

Front Stage sendiri dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu settings dan personal front. Maksud dari settings adalah suasana fisik yang mendukung aktor untuk tampil. Personal front adalah atribut atau perlengkapan yang dipakai oleh aktor. Perlengkapan ini mencakup appreance (penampilan) dan manner (sikap). 

Apabila suatu pasangan calon sedang blusukan ke sebuah pasar dan ingin mendapatkan citra pribadi yang sederhana, maka paslon tersebut akan berpenampilan amat sederhana misal kemeja putih dan celana hitam bahkan cenderung merakyat. Tutur kata pun disesuaikan dengan sedemikian rupa agar peran dan citra pemimpin masyarakat yang sederhana terwujud. Kembali lagi, bahwa tujuan dari hal ini adalah agar rakyat bersimpati dan memilih paslon tersebut.

Sedangkan backstage adalah tempat individu melakukan beberapa hal yang tersembunyi sebelum tampil di front stage Bisa saja individu tersebut menyembunyikan tabiat aslinya di back stages. Dalam Pilkada ini tentunya siapapun ingin memiliki citra yang baik di depan masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun