Baru-baru ini, Donald Trump mengalami kekalahan di Mahkamah Agung.Â
Dia berusaha menghentikan kasus di New York terkait uang tutup mulut, tetapi usahanya gagal.Â
Mahkamah Agung memutuskan dengan suara 5 lawan 4 untuk menolak permintaannya.
Yang menarik, salah satu hakim yang menolak adalah Amy Coney Barrett, orang yang justru diangkat oleh Trump sendiri.Â
Ketua Mahkamah Agung, John Roberts, juga ikut menolak permintaan Trump.Â
Keputusan ini menunjukkan bahwa hakim tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan pihak yang mengangkat mereka.
John Roberts pernah mengatakan bahwa tidak ada istilah Hakim Obama atau Hakim Trump.Â
Menurutnya, hakim harus mengambil keputusan berdasarkan hukum bukan tekanan politik.
Akibat keputusan ini, Donald Trump menjadi presiden pertama dalam sejarah Amerika Serikat yang menjabat sambil berstatus sebagai narapidana.
Roberts sering membela Mahkamah Agung dari kritik politik.Â
Dia pernah mengkritik politisi, seperti Chuck Schumer, yang pernah mengancam dua hakim setelah mereka membatalkan keputusan penting tentang aborsi.Â
John Roberts juga pernah menyindir Donald Trump, dengan mengatakan bahwa menuduh hakim bias tanpa bukti adalah hal yang berbahaya.
Belakangan, ancaman terhadap hakim semakin sering terjadi.Â
Ada hakim yang diserang di rumahnya oleh orang-orang yang tidak puas dengan keputusan mereka.Â
Hal ini tentu membuat hakim tertekan dan khawatir saat mengambil keputusan yang sulit.
Namun, Mahkamah Agung Amerika Serikat juga tidak luput dari kontroversi.Â
Misalnya, mereka pernah membuat keputusan yang melonggarkan aturan pendanaan politik, yang dianggap membuka peluang korupsi.
Selain itu, mereka juga memutuskan bahwa Trump masih bisa mencalonkan diri meskipun ada aturan yang melarang orang yang terlibat pemberontakan untuk maju.
Di sisi lain, Mahkamah Agung Amerika Serikat juga membuat banyak keputusan yang baik, seperti melindungi hak pekerja, mendukung pembatasan senjata api, dan mencegah terdakwa dihukum dua kali untuk kasus yang sama.
Kadang-kadang, keputusan Mahkamah Agung condong ke kanan, sehingga pihak kiri kecewa.Â
Di waktu lain, keputusan mereka condong ke kiri, yang membuat pihak kanan kecewa.
Namun, perbedaan pandangan ini bukan alasan untuk menuduh Mahkamah Agung korup atau memicu kebencian terhadap hakim.Â
Kita boleh saja tidak setuju dengan keputusan mereka, tetapi menyerang atau mengancam hakim bukanlah hal yang benar.
Namun, Mahkamah Agung juga membuat keputusan yang kontroversial.
Misalnya, mereka pernah melonggarkan aturan tentang pendanaan politik, yang dianggap membuka peluang korupsi.Â
Mereka juga memutuskan bahwa Donald Trump boleh tetap mencalonkan diri, meskipun ada aturan dalam konstitusi yang melarang orang yang terlibat pemberontakan untuk mencalonkan diri.
Di sisi lain, Mahkamah Agung juga membuat keputusan yang baik.Â
Mereka melindungi hak pekerja, mendukung pembatasan senjata api, dan melindungi terdakwa dari hukuman ganda.
Kadang-kadang, Mahkamah Agung condong ke kanan, sehingga pihak kiri kecewa.
Sebaliknya, ketika pengadilan condong ke kiri, pihak kanan yang kecewa.Â
Tetapi, hal ini bukan alasan untuk menuduh pengadilan korup.Â
Karena itu, kita boleh tidak setuju dengan keputusan mereka, tetapi menyerang atau memicu kebencian terhadap hakim bukanlah hal yang benar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI