Perspektif atau sudut pandang adalah aspek penting yang sudah lama menjadi bagian dari metodologi, terutama dalam historiografi atau penulisan sejarah Indonesia.Â
Ini adalah alat utama yang digunakan oleh para sejarawan untuk memahami dan menginterpretasikan realitas atau masalah tertentu, serta untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Mohammad Ali adalah sejarawan Indonesia pertama yang berusaha menciptakan perspektif yang menurutnya "Khas Indonesia" dalam penulisan sejarah negara ini.Â
Ia berpendapat bahwa sudut pandang ini tidak hanya akan mencerminkan perasaan, tetapi juga kepentingan Indonesia dalam memahami dan menceritakan kembali pengalaman masa lalunya.
Dalam bukunya Pengantar Ilmu Sedjarah Indonesia (1963), Mohammad Ali dengan tegas menolak penulisan sejarah Indonesia yang dibuat dari sudut pandang Belanda.
Ia menolak historiografi Indonesia yang didasarkan pada perspektif dan kepentingan kolonial (Nerlandosentris), dan sebagai gantinya, ia menawarkan pendekatan yang lebih fokus pada kepentingan dan pandangan Indonesia, yang dikenal sebagai perspektif Indonesiasentris.
Mohammad Ali menekankan pentingnya mengembangkan metodologi yang berfokus pada perspektif Indonesia (Indonesiasentris).
Menurutnya, hanya dengan pendekatan ini sejarah Indonesia bisa ditempatkan sebagai yang utama, bukan lagi di pinggiran.Â
Usulan Ali ini mendapat dukungan dari universitas-universitas terkemuka di Indonesia, seperti Universitas Indonesia di bawah kepemimpinan R. Mohammad Ali dan Universitas Gadjah Mada di bawah Sartono Kartodirdjo.
Pada akhirnya, antara tahun 1970 hingga akhir 1990-an, historiografi dengan perspektif Indonesiasentris mengalami masa kejayaan.
Karya-karya sejarah di perguruan tinggi hingga buku pelajaran sejarah di sekolah menengah pun mulai didominasi oleh pendekatan Indonesiasentris ini.
Dari Indonesia ke Nasional
Pandangan esensialis Mohammad Ali dan Sartono Kartodirdjo tentang realitas "Indonesia" menjadi ciri khas historiografi Indonesia selama dua dekade tersebut.
Namun, seiring waktu, muncul masalah tak terduga. Sejarah Indonesia mulai terlihat sangat politis, tunggal, dan berpusat pada kelompok elit.
Hal ini terjadi ketika perspektif Indonesiasentris diambil dan disesuaikan dengan kepentingan rezim Orde Baru di bawah Soeharto.Â
Politisasi sejarah melalui wacana nasionalisme tidak hanya menjadi ciri utama dalam penulisan sejarah, tetapi juga menjadi aturan yang mengarahkan siapa saja yang ingin menyusun dan menceritakan kembali sejarah Indonesia.
Penulisan ulang peristiwa masa lalu oleh sejarawan atau peneliti, meskipun bernilai intelektual dan historis, tetap harus mengikuti bahasa dan interpretasi yang ditetapkan oleh Orde Baru.Â
Akibatnya, kajian sejarah Indonesia menjadi sangat terbatas dan sempit.
Dari Nasional ke Pasca-Nasional
Buku ini membahas bagaimana sejarawan berusaha melihat dan menjelaskan revolusi Indonesia di tengah dominasi pandangan politik militer.Â
Fokusnya adalah pada kekuatan yang percaya bahwa sejarah revolusi harus menonjolkan semangat perjuangan, solidaritas, dan peran penting tentara.
Dalam pandangan politik militer, revolusi dianggap sebagai cara utama untuk mendapatkan dan menjaga kemerdekaan politik Indonesia 1945.Â
Sejarahnya digambarkan sebagai perang antara tentara Indonesia melawan tentara penjajah, dengan penekanan pada keunggulan perjuangan dan peran penting tentara republik.
Buku ini, hasil kerja sama antara Departemen Sejarah UGM dan KITLV Belanda, memilih untuk fokus pada perspektif dan dinamika lokal.Â
Dengan pendekatan ini, buku ini menyoroti tiga hal penting dalam memahami dan menjelaskan lima tahun revolusi Indonesia, yang menjadi kekuatan utama dari karya ini.
Pertama, buku ini memberikan kesempatan untuk memahami lebih banyak tentang aspek-aspek selain perang.Â
Ia tidak hanya membahas konflik dan peperangan, tetapi juga situasi di kota-kota di Jawa dan luar Jawa selama revolusi.Â
Selain itu, buku ini mengangkat berbagai sosok dan peran, tidak hanya tentara, tetapi juga pedagang, seniman, jurnalis, pemuda, dan perempuan.
Kedua, buku ini menantang pandangan politik militer yang menyederhanakan revolusi hanya sebagai perang antara tentara Indonesia dan penjajah.Â
Pendekatan ini sering mengabaikan kenyataan kompleks selama revolusi dan hubungan antara revolusi dan masyarakat.
Ketiga, buku ini memberi kesempatan bagi peneliti Belanda untuk menyelidiki dan memahami sikap leluhur mereka terhadap Indonesia.Â
Pemahaman ini nantinya akan membantu mereka dalam menulis ulang sejarah pra-kemerdekaan Indonesia dari perspektif yang lebih empatik dan simpatik.
Data Identitas BukuÂ
Judul buku: Dunia Revolusi: Perspektif dan Dinamika Lokal pada Masa Perang Kemerdekaan Indonesia, 1945--1949
Editor: Abdul Wahid dkk
Penerbit: Obor, Jakarta
Tahun: Cetakan I, September 2023
Jumlah halaman: 558 + indeks
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H