Bivitri juga menjelaskan bahwa MK menyatakan ayat (3) dari Pasal 40 tidak lagi sesuai dengan konstitusi.Â
Sebelumnya, hanya partai yang memiliki kursi di DPRD yang bisa mengajukan calon gubernur, wakil gubernur, wali kota, atau bupati berdasarkan akumulasi suara sah.
Namun, dengan dihapusnya ayat ini, sekarang akumulasi suara sah tersebut bisa dihitung bersama dengan partai yang tidak mendapatkan kursi di DPRD.
Sayangnya, meskipun putusan MK sudah jelas dan progresif, DPR RI menolaknya.Â
Dalam tangkapan layar rapat Baleg kemarin, Pasal 40 yang disetujui Panja Baleg tetap menetapkan ambang batas untuk partai dengan kursi di DPRD pada 20 persen dan 25 persen.
Menanggapi keputusan Baleg DPR RI, Bivitri mengatakan dalam wawancara dengan Sindonews bahwa MK adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menafsirkan konstitusi dan menguji undang-undang terhadap UUD 1945 di Indonesia.Â
Oleh karena itu, pemerintah, DPR, dan seluruh elemen bangsa harus menghormati dan mengikuti putusan MK.
Putusan MK tidak bisa dibenturkan dengan putusan MA. Putusan MK adalah pengujian konstitusionalitas norma UU terhadap UU Dasar. Sehingga, Putusan MK harus dipedomani oleh semua pihak, tidak terkecuali DPR, pemerintah, dan Mahkamah Agung, jelasnya pada Sindonews.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H