Ungkapan-ungkapan tersebut dapat dianggap sebagai contoh dari pola perilaku yang disebut sebagai Toxic Positivity. Perilaku ini adalah sikap yang mengharuskan seseorang untuk menekan atau menyalahkan diri sendiri atau orang lain untuk menyembunyikan perasaan atau emosi negatif. Dampaknya bisa berupa stres yang berkelanjutan atau bahkan depresi karena merasa terpaksa untuk selalu bersikap, berpikir, dan merasa positif dalam segala situasi.Â
Oleh karena itu, Dokter Andreas menantang kepura-puraan tersebut. Cara-cara yang biasanya dianggap wajar saat berinteraksi dengan orang yang sedang berduka dipertanyakan kembali relevansinya dan diperlihatkan bahayanya. Usaha ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan perspektif kita, sehingga diharapkan kita dapat menyampaikan simpati dengan lebih jujur, rasional, dan realistis.
Selanjutnya, Dokter Andreas membagikan pengalaman tentang cara dia mengatasi duka dengan mencuci piring. Baginya, aktivitas mencuci piring memiliki prinsip dan tahapan yang mirip dengan proses pemulihan dari duka.Â
Dia mengibaratkan mencuci piring sebagai membersihkan luka-luka yang dirasakannya, menghilangkan kotoran di piring sebagaimana membersihkan kesedihan dan penderitaan. Meskipun cara ini unik, itu adalah pilihan yang dipilih Dokter Andreas. Dia menulis,
Duka itu seperti mencuci piring, tidak ada orang yang mau melakukannya, tapi pada akhirnya, seseorang harus melakukannya. - hal 36.
Semua cara untuk mengatasi dan memulihkan duka yang sedang dialami adalah valid. Tidak ada yang lebih baik dari yang lain. Setiap orang dapat memilih aktivitas yang paling cocok dan dirasa efektif untuk mereka dalam proses pemulihan.
Dalam bukunya, Dokter Andreas menceritakan tentang seorang anak yang sering menonton film pahlawan super di bioskop bersama ayahnya.
Setelah ayahnya meninggal, dia tetap membeli dua tiket setiap ada film baru dan menonton dengan kursi kosong di sebelahnya. - hal 81.
Dokter Andreas menggunakan pengetahuan ilmiah tentang kesehatan mental dan pengalaman pribadinya untuk menyajikan buku ini dengan cara yang menyeluruh dalam menjelaskan bagaimana mengelola dan pulih dari duka.Â
Dia secara detail menggambarkan psikologis dari pengalaman kehilangan seseorang. Pemahaman ini bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu membangun hubungan yang empatik dan jujur.
Jika kita familiar dengan buku-buku psikologi atau psikiatri, buku ini akan memunculkan asosiasi dengan karya legendaris Elisabeth Kubler-Ross, seorang psikiater asal Swiss, yang berjudul On Death and Dying (1969). Namun, berbeda dengan buku Kubler-Ross yang cenderung teoretis, buku ini lebih fokus pada penerapan praktis.