Kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita, memang akan selamanya menjadi luka yang tidak ada obat penawarnya.
Jika teman-teman pernah mendengar potongan kalimat yang serupa seperti, "kalau dunia kehilangan satu orang, itu hanya berkurang satu angka jiwa di dunia, tapi bagi seseorang yang sangat menyayanginya, itu bisa berarti dia kehilangan dunianya".
Dan itulah yang terjadi. Ketika saya kehilangan seseorang yang sangat berarti dan saya sayangi dalam hidup saya, rasanya seperti saya hidup dalam kematian. Sangat menyakitkan.
Sedikit cerita, di bulan November 2022 saya kehilangan ibu tercinta, lalu di April 2023 kakak laki-laki saya ikut dijemput yang Maha Kuasa. Ini semua terjadi setelah perjalanan mereka melawan penyakitnya.
Sangat hancur jika menengok ke belakang, melihat memori-memori perjalanan perjuangan tersebut hingga bermuara pada kehilangan.
Marah, kecewa, sedih, tidak percaya, putus asa dan semua perasaan yang menyakitkan bertumpuk menjadi satu hingga saya tidak tahu lagi disebut apa perasaan kala itu.
Namun ternyata pada teorinya, perasaan tersebut sangat normal terjadi. Menurut Psikiater Elisabeth Kubler-Ross, ada lima tahap kesedihan atau stages of grief (kini menjadi tujuh) ketika seseorang sedang berduka.
Bagaimana tahapannya? Saya akan bercerita berdasarkan yang saya rasakan. Yuk kita bahas sama-sama di sini.
Seperti apa rasanya duka?
Bagi saya, rasa duka yang dirasakan karena kehilangan orang tersayang untuk selamanya, sangat abstrak. Karena tidak ada jenis rasa yang mutlak untuk mendefinisikannya.
Ini tidak seperti rasa cabai yang pedas, garam yang asin, bukan juga kopi pahit. Benar-benar sulit untuk dijelaskan.