Mohon tunggu...
Puspa Agustin
Puspa Agustin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis - Sastra Indonesia

Seseorang yang memiliki ketertarikan pada bidang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Wabah, Manusia Ajak-Ajak

11 September 2023   21:11 Diperbarui: 11 September 2023   21:14 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pertunjukan sintren di malam seren taun. (Sumber gambar: pinterest/@mutualart)

"Ya, virus nipah. Sebuah penyakit zoonosis. Tidur dengan binatang 'kah kau, Dewi Laksmi?"

Dua hari setelah diketahuinya penyakit yang menyerang tubuh Dewi Laksmi, tabib Zhang Ji meninggal sebab selama dua minggu penuh berinteraksi dan mengobati Dewi Laksmi yang tidak kunjung membaik, diperkirakan pula bahwa sang tabib meninggal karena tertular penyakit mematikan yang diidap Dewi Laksmi yang hingga saat ini belum ditemukan obat penawarnya. Pada saat penyakit tersebut diketahui namanya, Dewi Laksmi bercerita ke tabib Zhang Ji bahwa ia diperkosa oleh Panglima Kekaisaran Jepang yang baru saja kembali dari bergerilya di hutan. 

Dan ketika Dewi Laksmi dibawa kembali pulang ke rumahnya setelah kematian tabib itu, barulah terdengar ke telinga Dewi Laksmi bahwa panglima mesum yang menidurinya merupakan pemerkosa ajak-ajak buruan selama di hutan. Ramai sudah terdengar nama penyakit itu ke telinga-telinga penduduk kota Tahribat, bahkan seminggu sebelum kepulangan Dewi Laksmi ada beberapa keluarga yang mengalami penyakit kulit serupa dengannya, diduga karena ada anggota keluarganya yang berinteraksi bahkan sempat meniduri Dewi Laksmi di rumah pelacuran di hari setelah Dewi Laksmi tidur dengan panglima mesum.

Lambat laun, penyakit itu merebak dan menelan korban sebab mudahnya penularan virus dan belum ditemukannya ramuan obat penawar membuat kota tersebut seraya menjadi kota wabah. Anak cucu keluarga petani, gelandangan, bahkan saudagar dan pejabat pun kehilangan satu persatu anggota keluarganya. Korban terus berjatuhan, sedangkan Dewi Laksmi masih bertahan di ranjang rumahnya tergeletak lumpuh. Semua penduduk mengutuk pelacur tersohor itu.

Berbagai asumsi dimasak matang di tengah perbincangan penduduk kota Tahribat, di antaranya menyebutkan bahwa virus mematikan itu datang dari para bidadari yang mengutuk Dewi Laksmi sebab kerap kali mempermainkan tarian sintren dengan tidak semestinya, dilain bibir juga mengatakan bahwa itu hukuman Tuhan sebab ia sering menerima dan melayani tamu laki-laki yang sudah memiliki istri, dan yang lainnya mengatakan bahwa hal itu karena ia ditiduri gerilyawan penggila ajak-ajak, sang panglima mesum. 

Setengah tahun berlalu dengan wabah dan kegundahan seisi kota, kini Tahribat menjadi kota mati yang begitu sepi, bahkan dapat dihitung dengan jari jumlah penduduknya yang masih bertahan hidup dan belum terdampak penyakit zoonosis. Selama setengah tahun itu, tempat pelacuran, lapangan sabung ayam, terminal, perairan, dan hampir semua tempat di kota tersebut menjadi sepi pengunjung. Sedangkan para pemuka agama mengencangkan mantra-mantra doa di rumah ibadahnya memohon keajaiban.

Satu bulan kemudian setelah setengah tahun banyak penduduk yang mati karena penyakit itu, kembali terdengar kabar mengenai panglima Kekaisaran Jepang si pemerkosa ajak-ajak, usut punya usut panglima itu mati disantap ajak-ajak ketika ia hendak membuang air kecil di bawah pohon rimbun, kemaluannya yang hitam legam dijadikan camilan pesta para ajak-ajak hutan, lalu tubuhnya dijadikan hidangan makan malam sekelompok ajak-ajak sebagai makanan beratnya hingga tak tersisa selembar kulit pun laki-laki biadab itu.

Di bulan ke sembilan dari merebaknya penyakit zoonosis di kota Tahribat, tepatnya di malam gerhana bulan, terjadi sebuah peristiwa yang tak disangka-sangka, Dewi Laksmi meninggal setelah dibantu Dasimah melahirkan seorang bayi manusia berkepala hewan ajak-ajak, padahal selama sembilan bulan belakangan perutnya tidak terlihat membesar layaknya wanita hamil. 

Hal tersebut menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan dan tak terkecuali di kalangan pemuka agama. Berdasarkan musyawarah dari berbagai pemuka agama setempat, seluruh penduduk kota Tahribat menyetujui untuk membakar mayat Dewi Laksmi bersamaan dengan bayinya yang masih hidup. Upacara pembakaran akan dilaksanakan pada malam itu juga, di bawah langit yang sedang mengeluarkan cahaya merah darah.

"Semoga jauh jarak antara hari kebangkitan dengan hari kematianmu," ucap seorang pria tua bersorban putih. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun