Mohon tunggu...
Puspa Agustin
Puspa Agustin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis - Sastra Indonesia

Seseorang yang memiliki ketertarikan pada bidang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Wabah, Manusia Ajak-Ajak

11 September 2023   21:11 Diperbarui: 11 September 2023   21:14 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pertunjukan sintren di malam seren taun. (Sumber gambar: pinterest/@mutualart)

Merasa dilecehkan dengan lidah perempuan itu, Sang Panglima mendorong Dewi Laksmi ke tembok dan membentengi tubuh Dewi Laksmi dengan kedua tangannya yang begitu kekar. Dengan tatapan tajam dan penuh, Sang Panglima menatap mata, hidung, bibir dan bentuk tubuh Dewi Laksmi yang begitu indah dan mempesona. Dengan segenap nafsu birahinya, ia membuka paksa kancing-kancing gaun berwarna merah muda yang dikenakan oleh Dewi Laksmi. 

"Kau akan memperkosaku?"

"Aku membayarmu, nikmati saja."

Helaian demi helaian bajunya dibuka oleh Sang Panglima dengan sedikit perlawanan dari sang pemilik tubuh indah itu, semakin dibuka semakin terlihat buah dada yang terpasang indah bagaikan memang diciptakan untuk menjadi santapan nafsunya setelah keluar bergerilya dari hutan. 

Setelah Dewi Laksmi telah telanjang bulat dibuatnya, ia mendorongnya lagi ke tengah ranjang yang dengan cepat pula ia menjatuhkan tubuhnya tepat di atas tubuh Dewi Laksmi. Dengan penuh nafsu ia menciumi setiap sisi wajah Dewi Laksmi, lalu turun ke tubuhnya dan sampai di antara buah dada yang begitu sekal dan matang membuat Sang Panglima benar-benar terpesona dan menjadi makin tak tertahankan untuk melepas birahinya.

Setelah memainkan buah dada yang manis itu, ia langsung membuka pakaian miliknya sendiri dengan tergopoh-gopoh seraya tak mau kehilangan momentum untuk menembak kepala tentara lawan semasa bergerilya di hutan. Satu kali dua kali Dewi Laksmi melakukan perlawanan yang cukup keras, namun memang tak dapat disangkal bahwa tubuhnya tak sekuat tubuh Sang Panglima mesum itu. 

Hingga akhirnya ia kewalahan dan membiarkan tubuhnya menjadi sajian hangat untuk gerilyawan yang sedang lapar. Dewi Laksmi mencoba untuk tidak mengacuhkan semua perlakuan Sang Panglima dengan menutup matanya hingga ia ketiduran dan membuka mata dengan tubuh telanjang di tengah ranjang seorang diri di pagi hari.

Itu kejadian dua hari yang lalu, sebelum pertunjukan sintren di malam seren taun, sebuah upacara adat dalam perayaan panen padi masyarakat kota Tahribat yang dilakukan setiap tahun. Tubuh Dewi Laksmi yang menari dengan gerak gemulai yang kemudian tiba-tiba jatuh di tengah lapangan pertunjukan merupakan hal biasa yang terjadi, tetapi dengan keadaan tubuhnya yang tiba-tiba mengeluarkan bintik-bintik merah kebiruan, membuat masyarakat kota Tahribat yang melihat berasumsi bahwa itu merupakan kutukan dari para bidadari yang dipercaya pada setiap pertunjukan sintren memasukkan rohnya ke tubuh seorang pelacur 42 tahun itu. 

Akan tetapi belakangan setelah pertunjukan yang berakhir dengan memilukan itu, Dewi Laksmi dibawa oleh Dasimah ke tempat pengobatan tradisional yang paling terkenal di kota tersebut, yang konon katanya tabibnya dapat mengetahui sekaligus menyembuhkan berbagai penyakit-penyakit kutukan nan berbahaya. Selama empat belas hari Dewi Laksmi melakukan pengobatan di rumah tabib Zhang Ji, di hari ke empat belas barulah diketahui penyakitnya.

"Kau terkena virus, Dewi Laksmi."

"Virus?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun