Mohon tunggu...
Puspa Agustin
Puspa Agustin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis - Sastra Indonesia

Seseorang yang memiliki ketertarikan pada bidang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dira

3 Juli 2023   19:30 Diperbarui: 3 Juli 2023   19:53 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Plakkkk!!....

Itu kriminal, bego!, dengan mata melebar, begitulah respon Dira ketika mendengar ide sinting dari teman seperjuangannya, Galih, untuk memotret secara diam-diam setiap mahasiswi yang mereka jumpai di kampus, mengeditnya dengan deepfake yang menggunakan teknologi Artificial Intelegence (AI) untuk melucuti pakaian yang dikenakannya, dan kemudian menjual foto-foto tersebut.

Setelah menampar dan puas memaki, Dira segera pergi dari lorong rubanah kampus meninggalkan Galih bersama dengan ide sintingnya. Dira dan Galih memang sedang terlilit beberapa masalah, terutama Dira, ada banyak hal yang harus ia selesaikan dengan uang, namun baginya mendapatkan uang dengan cara tersebut hanya akan menambahkan masalah baru untuk hidupnya yang sedang ruwet. 

***

Ketika Dira melangkahkan kaki menjauh dari Galih, kedua bola mata Galih mengarah pada satu sudut di balik dinding yang berada dekat pada jalur utama untuk menaiki anak tangga. Ia langsung tersadar bahwa sedari tadi ada seseorang yang mendengarkan pembicaraannya dengan Dira.

Galih berjalan perlahan ke arah bayangan tersebut. Ternyata seorang perempuan dengan penampakan usia kisaran sembilan belas tahun, jelas itu berarti dia merupakan mahasiswi baru di kampus itu. Tidak banyak pertanyaan yang dilontarkan Galih. Sambil mengerutkan kening, ia hanya menanyakan apa yang sedang perempuan itu lakukan dan apa yang sudah ia dengar. Namun perempuan yang akhirnya diketahui bernama Nina, hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan mata yang berkeliling. Ia memucat.

Sejurus kemudian Galih mencium bibir Nina dan merekamnya dengan gadget yang ia genggam. Nih, gue pegang aib lo! Kalo lo bocor, gue pastiin satu kampus liat ini semua, ancam Galih yang kemudian langsung pergi menaiki anak tangga dan meninggalkan Nina yang mematung.

***

Dira sudah sekuat tenaga mengeluarkan suaranya, berusaha teriak sekeras mungkin namun entah kenapa pada saat itu pita suaranya seperti raib seketika. Dengan tubuh gemetar, Dira menyeka keringat dan air mata yang sudah terbaur jadi satu di pipinya. Namun pada kenyataannya dua pria bajingan itu sangat kuat memegangi tangannya, seolah-olah akan melahap tubuh Dira secara habis-habisan sore itu juga. Mencumbui tubuh Dira dengan sangat ganas seperti monster. Semua bagian dirabanya tanpa terlewatkan satu lipatan pun. Sedang segala perlawanan coba dilakukan Dira, namun tetap nihil. Ia sadar tenaganya tak cukup kuat untuk melawan dua iblis yang selalu menggunakan kekuasaan dalam organisasi untuk memenuhi libido mereka yang tinggi. 

Tiba-tiba Dira terbangun. Pagi sudah benar-benar lewat, bahkan jauh matahari sudah sungsang di atas ubun-ubun. Matanya dikejap-kejapkan, tampak betul dari wajahnya sedang berusaha keras mengusir rasa kantuk, terlebih ia baru saja bisa tertidur lima belas menit yang lalu dan malah kembali terbangun karena mimpi itu.

Dira penasaran dengan maksud dari mimpinya. Bersama nyawanya yang belum cukup terkumpul penuh, ia meraba-raba meja di samping ranjang hendak mengambil gadget miliknya. Membuka mesin pencarian google dengan keyword 'arti mimpi teriak tapi tidak bisa mengeluarkan suara'. Selain berasal dari dorongan rasa penasaran, Dira juga meyakini bahwa mimpi cenderung memiliki makna yang metafor dan simbolis sebagimana yang dikatakan oleh seorang ahli mimpi, Leslie Ellis, yang ia baca dari media cetak yang ditemukan di atas container besi tempat pembuangan sampah di halaman belakang kampusnya pada beberapa pekan lalu saat menunggu Galih melakukan transaksi es teh. 

Belum sampai satu menit mesin pencarian google bekerja, tiba-tiba terdapat notifikasi telepon masuk dengan tertulis nama Sasa, itu adalah salah satu teman perempuan Dira di semester ini. Sasa merupakan tipe teman yang menghubungi apabila memiliki keperluan tertentu. 

"Dira, aku minta file Pak Umar yang disuruh bikin review itu ya, file yang di aku kehapus," ujar Sasa melalui sambungan telepon.

"Oh, iya Sa, nanti diteks ya."

"Sekarang ya, Ra. Makasih, Dira."

Belum sampai Dira mengatakan sama-sama, telepon sudah ditutup terlebih dahulu oleh Sasa. Hal ini sering terjadi, dan kerap kali membuat Dira hanya bisa menggelengkan kepala sambil berdecak kesal. 

Dira langsung mencari dan mengirimkan file yang diminta Sasa, namun ternyata terdapat miskomunikasi di antara mereka yang sehingga membuat Sasa dengan terpaksa menghubungi Dira lagi, tetapi kali ini melalui teks pesan.

"DIRA, FILE PAK UMAR YA, BUKAN PAK AMAR! AKU GAK AMBIL KELAS PAK AMAR"

"Sorry Sa, kayaknya aku salah kirim file, aku kirim ulang ya."

"Oke, makasih."

"Iya Sa, aku kayaknya kurang fokus nih gara-gara belum tidur semaleman." Tulis Dira yang ternyata menjadi penutup pesan teks tersebut karena Sasa tidak menggubrisnya. Sekali lagi, yang seharusnya benar-benar digarisbawahi oleh Dira, Sasa merupakan tipe teman yang menghubungi apabila memiliki keperluan tertentu, sekaligus tidak bisa dijadikan tempat untuk bercerita.

***

Dira menghela napas panjang. Dengan sedikit remang-remang, tangan kanannya menyambar handuk yang tersangkutkan di gagang pintu, kemudian berjalan menuju kamar mandi dengan langkah lunglai. 

Sudah hampir tiga bulan, Dira menjadi sangat akrab dengan kamar mandi, padahal dahulu ia seperti bermusuhan dengan air kerap kali harus mandi. Kini ia seperti punya ritual tersendiri ketika sedang mandi, yaitu Dira akan mengalirkan air dari selang ke arah vaginanya dengan tekanan tinggi. Ini dilakukan bukan karena ia spesies manusia yang hiperseks. Dia hanya kosong dan sepi. Ia ingin menangis, namun tidak tahu kenapa, air mata tidak pernah bisa ia keluarkan. Dira tidak pernah punya tempat untuk cerita, hal itu membuat dia bingung untuk mengekspresikan emosinya. Ditambah dengan peristiwa itu, di malam keakraban dari entah komunitas atau perkumpulan apa namanya, ia hanya di ajak Galih, katanya, please, temenin gue, temen-temen gue pada bawa partner masa gue enggak, Dir... 

Dan di malam itu, Galih merenggut virgin-nya dengan penuh pemaksaan yang Dira sendiri sebenarnya tidak terlalu ingat, dia agak mabok di malam keakraban. Itu pun dicekoki oleh Galih. Tiga gelas wine malam itu berhasil merenggut dunianya. Dira ingin sekali melaporkan tindakan yang tergolong pelecehan seksual itu, namun seperti kebanyakan kasus pelecehan seksual lainnya, dia tidak punya cukup bukti. Malah Galih memegang kartu as-nya. Ia memiliki video mereka saat sedang melakukan hubungan intim tersebut, dengan itu Galih mengancamnya.

Terserah sih kalo lo mau lapor, tapi ini 'kan bukan aib gue doang ya, di sini ada muka lo, dan ini juga bakal jadi aib lo. Kalo misal ini sampai kesebar, lo kayaknya harus udah siapin penjelasannya sih ke orang tua lo, ke prodi, ke dekan, ke... begitu kata Galih yang cukup memuakkan untuk didengar terlalu lama sehingga langsung dipotong oleh Dira dengan satu kata, "Brengsek!"

Akibat peristiwa itu, Dira seperti terikat dengan Galih, tak banyak yang bisa ia lakukan selain ada di sisinya. Namun bukan dengan status kekasih atau semacamnya. Dira terus membuntuti Galih hanya untuk sebagai antisipasi, jikalau sampai video tersebut tersebar, kemungkinan besar ia akan dikucilkan oleh keluarganya. Sebab pada saat ini pun keluarga bukan tempat teraman baginya dan hanya Galih yang mungkin ia punya di kemudian hari.

***

"Mantap, gokil gokil!!!" Tutur Galih yang sedang melihat hasil potretnya di DSLR Canon 450D.

"Mau dijual di mana?"

"Ada 'lah. Banyak platform. Onlyfans, myystar,... Ya ada pokoknya, gampang itu biar jadi urusan gue. Lo... Cukup jadi model alibi gue aja, oke?!"

Dira mengabaikan perkataan Galih, sebenarnya dari awal Dira memang tidak benar-benar perduli dengan apa yang dilakukan Galih dan begitu juga dengan apa yang diucapkannya.

"Eh, gue main ke kostan lo ya."

"Hah?"

"Tapi cari makan dulu, laper gue."

"Terserah deh. Bungkus ya, gue tunggu parkiran."

***

Sesampainya mereka di indekos tempat Galih tinggal, tidak banyak percakapan di antaranya. Keduanya saling sibuk terpaku dengan urusan masing-masing. Galih segera membuka laptop dan memindahkan semua foto-foto mahasiswi yang ia dapatkan di kampus untuk segera diedit. Sedangkan Dira sibuk menyiapkan makanannya.

"Langsung ngedit? Makan dulu ya... Nih gue beliin mie ayam Pak Yono, kesukaan lo 'kan." Tanya Dira sambil memindahkan makanan ke wadah.

"Boleh deh sini, sambil gue ngerjain aja."

Dira menyodorkan semangkuk mie ayam ke Galih. Dan tanpa pikir panjang, Galih segera melahapnya dengan penuh selera. Di pertengahan, Galih teringat sesuatu. Ada yang ingin ia tunjukkan ke Dira.

"Ngomong-ngomong, pas kita di basement kemarenan itu ada yang nguping, tapi aman, udah gue urus. Nih lo liat." Ucapnya sambil menyodorkan gadget miliknya yang sedang memutar sebuah video.

"Sakit lo ya? Ngapain monyong-monyong sendiri gitu."

"Hah?" Galih tersentak. Itu adalah video yang ia rekam ketika mencium bibir Nina, namun entah bagaimana video tersebut menjadi misterius. Hanya ada Galih seorang diri di dalam video itu.

Galih bergidik. Suasana dalam kos seketika menjadi agak hening, tetapi masih ada sedikit suara-suara bising kendaraan dari luar yang menyelinap masuk. Tubuh Dira gemetar, wajahnya menjadi pucat pasi. Ia berkali-kali menelan ludah sambil mengupas kulit apel.

"Hmm, lo makan apel doang? Katanya laper."

"Hah? Oh, iyaa... Ini dulu 'lah. Nanti baru dilanjut makan beratnya."

Galih mengangguk, dan kembali ke makanan dan pekerjaannya.

Dira menghirup udara dalam-dalam. Mundur sedikit dari posisi duduknya. Badannya mulai berkeringat dingin. Ia mempersiapkan posisi nyamannya, dan kembali menarik napas panjang. Dengan satu tarikan napas itu, Dira pun menikam Galih dari belakang, tepat pada leher sisi samping yang terdapat percabangan pembuluh darah atau carotyd sinus. Setelah itu ia juga menusuk bagian perut Galih hingga tiga kali, dan Galih tersungkur kaku dengan berlumuran darah.

Dira bergidik. Jantungnya berdetak kencang. Ia langsung bergegas pergi, pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, ia masuk ke kamar mandi. Tepat azan berkumandang sebagai pertanda memasuki waktu asar. Dira mencoba menenangkan dirinya, sejurus kemudian ia mengambil wudhu dan pergi ke kamarnya menunaikan sholat asar.

Di sujud rakaat terakhir, Dira menangis cukup lama, untuk kali ini ia bisa mengeluarkan air mata. Akan tetapi tiba-tiba tangan kirinya merogoh bagian bawah sajadah, yang ternyata ia menyimpan pisau di bawahnya. Tanpa bangun dari sujud, Dira menusukkan pisau tersebut ke perutnya dan tubuhnya jatuh merebah ke kanan.

Dira meringis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun