Pasal 9 Undang Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak dalam ayat (1a) menyatakan setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan atau pihak lain.
Tetapi faktanya di luar sana banyak orang yang masih belum berani melawan tindakan Perundungan atau Bullying. Hukum tidak begitu menjamin keamanan seseorang, lalu bagaimana cara kita mengatasinya? Apakah harus dengan kekerasan?
Aku pernah mengikuti sebuah webinar yang dihadiri seorang Psikolog. Aku mendapat ilmu tentang komunikasi Asertif
Asertif berarti suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Tentu saja hal ini cukup membantu. Ingat, hanya cukup membantu
Dengan bertindak Asertif bukan berarti semua masalah kita terselesaikan, Asertif membantu kita agar orang lain menghargai kita. Mungkin kalian bertanya-tanya, atau mungkin juga tidak. Tapi tetap aku kasih informasi ini. Apakah bertindak Asertif bisa menghindarkan orang dari tindakan Bully?
Menurutku semua itu tergantung pada masing-masing orang, beberapa dari mereka ada yang terbebas dari tindak Bullying. Ada juga yang makin sengsara karena menurut Pem-bully, sia-sia saja mereka mengatakan apa yang mereka rasakan jika mereka tetap saja lemah
Menurutku Speak Up saja tidak cukup untuk melawan tindak Bullying, perlu adanya pendampingan terhadap seseorang yang sering menjadi korban. Atau istilahnya Back Up yang bisa membuat korban merasa aman. Seperti orang tua, pihak berwajib, dan lembaga perlindungan. Jadi saat mereka mengalami gangguan, mereka bisa langsung melaporkannya dan pelaku bisa langsung ditindak secara tegas.
Jika pelaku Bullying adalah anak dibawah umur, memang seharusnya dihukum sesuai umur mereka. Tapi mereka tetap harus mendapat tindak tegas, entah dari orang tua atau lembaga yang berkaitan mengurus kasus tersebut. Karena rasa trauma seseorang terbentuk sejak mereka masih dibawah umur. Karena pada masa-masa itu, memori mereka sedang kuat-kuatnya.
Bagi pelaku Bullying, perlu adanya Self Control agar mereka bisa menjaga diri dari keinginan untuk tidak menindas yang lemah dan tidak merasa menjadi paling hebat.
Apasih Self Control itu?
Self control atau kontrol diri merupakan bentuk kondisi mental yang mempengaruhi pembentukan perilaku lain. Terbentuknya perilaku yang baik, positif dan produktif, keharmonisan hubungan dengan orang lain juga dipengaruhi oleh kemampuan kontrol diri. Kebiasaan belajar yang benar, kedisiplinan, perilaku tertib di sekolah dan di masyarakat, perilaku seksual sehat, serta pembentukan kebiasaan hidup lain dipengaruhi oleh kemampuan pengendalian diri (self control)
Messina dan Messina (2003) mengemukakan fungsi dari self control sebagaimana tertuang di bawah ini:
- membatasi perhatian individu pada orang lain
- membatasi keinginan untuk mengendalikan orang lain di lingkungannya
- membatasi untuk bertingkah laku negatif
- membantu memenuhi kebutuhan hidup secara seimbang
Surya (2009) menambahkan fungsi self control adalah mengatur kekuatan dorongan yang menjadi inti tingkat kesanggupan, keinginan, keyakinan, keberanian dan emosi yang ada dalam diri seseorang.
Self control sangat diperlukan agar seseorang tidak terlibat dalam pelanggaran norma keluarga, sekolah dan masyarakat.
Banyak yang menjadi saksi tindakan Bullying, tapi mereka sendiri tidak berani melawan jika mereka sendirian. Mereka bahkan hanya membiarkan apa yang mereka lihat terjadi begitu saja, seperti anak kecil yang meminta ice cream kepada ibunya dan dibiarkan menangis merengek hingga ada orang yang benar-benar peduli.
Karena termakan zaman, tindakan yang dilakukan untuk menolong korban Bullying hanya melalui dunia maya. Yang dulunya semua orang turun tangan langsung untuk membantu, sekarang yang bisa mereka lakukan yaitu 3M (Melihat, Mengabadikan, Meng-upload). Pada beberapa kasus hal ini cukup membantu, tapi dilain sisi, korban tetap saja merasa takut untuk keluar. Karena merasa malu dirinya viral di dunia maya dan korban berpikir bahwa dirinya lemah.
Korban Bullying butuh bantuan, bukan belas kasihan
Mereka butuh dukungan, bukan sekedar semangat melalui slogan
Mereka butuh Kontribusi, bukan sekedar Aspirasi
Hanya kita yang bisa menyelesaikan ini, waktu pun menyerah dengan kasus ini. Semakin bertambahnya tahun, model Bullying semakin beragam. Dari Bullying Verbal dan Non-Verbal. Maka dari itu STOP BULLYING, LAWAN…BUKAN DIAM. LEBIH BAIK SAKIT DALAM KEADAAN BAHAGIA. DARIPADA BISU 1000 KATA TAPI LARA JIWA ADANYA.
Sumber:
Pikiranku sendiri
Abdussalam, Muhamad Syarif. 2020. Sejumlah Kasus Bullying Sudah Warnai Catatan Masalah Anak di Awal 2020, Begini Kata Komisioner KPAI.
Sriyanti, Lilik.2012.Pembentukan Self Control dalam Perspektif Nilai Multikultural.mudarrisa.iainsalatiga.ac.id › article › download
Corey, Gerald.2005.Therapy and Practice of Counseling and Psychotherapy.Australia, Canada, Mexico, USA : Thomson Books/Cole.
Carter, Evan C.2010. Religious Cognition and Duration of Maintained Grip.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H