Pada awal maret, netizen dihebohkan dengan kabar pihak kepolisian akan menilang pengendara mobil dan motor yang menggunakan Global Positioning System atau yang lebih dikenal dengan sebutan GPS. Larangan tersebut dipublikasikan saat Operasi Keselamatan Jaya pada 5 Maret 2018. Sejak saat itu, Isu kebijakan tersebut sontak memicu kehebohan publik mengingat GPS kini menjadi kebutuhan penting bagi para pengendara mobil dan motor, khususnya bagi transportasi online.
Polemik penggunaan GPS
Pelarangan penggunaan GPS oleh Pihak Ditlantas Polda Metro Jaya pada saat Operasi Keselamata Jaya telah menjadi sebuah polemik publik. Â Polemik tersebut datang dari pernyataan Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra yang menuturkan "Penggunaan GPS atau HP itu dilarang, sudah ada ketentuannya dalam pasal 106. Kami akan tilang." (megapolitan.kompas.com, 4/3/18).Â
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto dalam sebuah wawancara juga menyatakan bahwa merokok, mendengarkan radio, musik, atau televisi juga merupakan pelanggaran lalu lintas dan hal tersebut dilarang, tak terkecuali GPS (Kumparan.com, 2018).
Dasar aturan yang digunakan ialah UU No. Pasal 106 ayat 1 UU No. 22 Tahun 2009. Tindakan yang diambil oleh Ditlantas Polda Metro Jaya dimaksudkan sebagai tindakan preventif terhadap hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan.
Kebijakan tersebut cukup mengejutkan bagi masyarakat, bagaimana tidak? GPS telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat ketika berlalu lintas.
GPS dinilai sangat membantu para pengemudi sebagai petunjuk arah jalan, GPS juga dapat menghindari kemacetan lalu lintas. Terlebih kegunaanya bagi transportasi online, GPS menjadi kebutuhan yang tak terelakan.Â
Dalam Surat Kabar Online (www.inews.id, 6/3/18), Ketua Umum DPP Asosiasi Driver online menuturkan bahwa "Kami selaku driver online menentang larangan penggunaan GPS. Selama ini GPS sangat membantu dalam operasional pekerjaan kami, serta penggunaannya pun selama ini tidak mengganggu dalam berkendara, karena GPS tersebut muncul suara".
Kegaduhan publik terhadap isu pelarangan penggunaan GPS pun di klarifikasi oleh Kombes Halim melalui megapolitan.kompas.com (6/3/2018) bahwa ia tidak pernah melarang penggunaan aplikasi GPS di Ponsel sebagai petunjuk arah saat berkendara, yang dilarang adalah jika aplikasi tersebut digunakan dengan posisi-posisi yang menyalahi aturan dan menimbulkan konsentrasi pengendara menjadi menurun, misalnya menggunakan aplikasi GPS sambal dipegang tangan kiri, lalu tangan kanan menyetir dan memegang stang motor.
Belum reda kegaduhan yang ditimbulkan, justru muncul statemen lain dari pihak Polri yang notabennya masih satu institusi kepolisian dengan polda, yang justru mengkritik aturan yang dibuat oleh Polda Metro Jaya.Â
Melalui Surat Kabar Harian Online news.detik.com (2018), Kadiv Humas Polti Irjen Setto Wasisto mengatakan bahwa Keputusan pelarangan penggunaan GPS saat berkendara hanya bersifat spontanitas dan tidak berdasar pada kajian, "Itu kelihatannya spontanitas itu, nggak ada datanya Budiyanto ngomong begitu itu nggak ada datanya. Itu pernyataan Direktur itu sumir, harus dikaji lagi. Harus ada kajian lagi" tutur Irjen Setto, seharusnya peraturan yang diterapkan polisi terhadap masyarakat haruslah berdasarkan pada pengkajian terlebih dahulu.
Kadiv Humas Polri Irjen Setto Wasisto juga menegaskan bahwa jika aturan diterapkan tanpa dasar hasil kajian, parameter aturan menjadi tidak jelas, bahkan bisa dibilang polisi mengada-ada dalam melakukan penindakan (news.detik.com, 2018). Ketidakjelasan dan inkonsistensi kebijakan ini telah memicu kegaduhan publik.
Menguji Kualitas Kebijakan
UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, khususnya Pasal 106 ayat 1 UU No. 22 Tahun 2009 Â diklaim merupakan dasar aturan yang digunakan dalam pelarangan penggunaan GPS pada aplikasi HP saat berkendara. Namun, jika ditelaah kembali, Pasal 106 ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi", tidak ada pernyataan yang secara khusus melarang penggunaan GPS pada aplikasi handphone saat mengemudi. Isi pasal 106 ayat 1 dinilai masih sangat luas untuk ditafsirkan secara khusus. Artinya tak ada aturan khusus yang menjadi pijakan dari kebijakan pelarangan penggunaan GPS pada HP.
Kembali pada pernyataan pelarangan penggunaan GPS oleh Kombes Halim dan AKBP Budiyanto sebagai perwakilan institusi Ditlantas Polda Metro Jaya dapat dikategorikan sebagai Policy by Adminisrationyaitu kebijakan spontanitas yang dikeluarkan oleh pejabat publik dengan bentuk pernyataan pejabat publik di depan publik dan mewakili lembaga publik yang dipimpinnya. Meskipun kebijakan tersebut merupakan Policy by Administration, namun kaidah-kaidah dalam perumusan kebijakannya tetaplah harus evidence-based seperti layaknya Policy by Regulation.
Suatu aturan yang dikeluarkan oleh pejabat publik hendaknya berdasar pada suatu kajian (evidence-based) dan tidak hanya berdasar pada reaksi terhadap suatu permasalahan (reaction-based). Ditlantas Polda Metro Jaya mengambil tindakan penilangan terhadap penggunaan GPS dalam rangka tindakan preventif terhadap hal-hal yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Namun, apakah ada data yang menggambarkan kenaikan jumlah kecelakaan lalu lintas akibat GPS? Adakah kajian terkait dampak penggunaan GPS pada aplikasi HP yang akan menggangu konsentrasi pengemudi? Kemudian, apakah dasar yang dijadikan pijakan dalam membuat suatu aturan sudah kuat dan jelas?
Sebelum pejabat publik mengeluarkan suatu aturan, hendaknya merefeleksikan kembali aturan tersebut apakah sudah evidence-based policy making atau hanya bersifat reaksionis. Â Pernyataan yang dikeluarkan oleh pejabat publik haruslah jelas, lugas, konsisten, dan berdasarkan pada kajian/data sehingga tidak membingungkan masyarakat.
Sebelum mempublikasikan aturan larangan penggunaan GPS pada ponsel saat berkendara, pejabat publik hendaknya melakukan kajian terlebih dahulu terkait penggunaan GPS saat berkendara yaitu bagaimana pengaruh penggunaan GPS saat berkendara terhadap konsentrasi masyarakat saat mengemudi dan apakah dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas atau tidak.
Jika hasil kajian menunjukan bahwa pelarangan penggunaan GPS pada ponsel saat berkendara diperlukan, maka Pejabat publik haruslah membuat aturan yang jelas. Aturan juga harus dituangkan secara rinci sehingga tidak disalahgunakan oknum polisi untuk sembarangan menilang pengendara. Â Kebijakan yang berdasar pada hasil kajian dan dituangan dalam peraturan yang jelas tentu sangat diperlukan sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran yang membuat gaduh publik.
(Penulis: Putri Hening | Reviewer: Erna Irawati & Agit Kristiana, Maret 2018, PUSAKA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H